Flashback

363 12 0
                                    

Hari ini adalah hari pertama dimana semester baru dimulai. Ada sebagian anak yang naik kelas dan ada sebagian anak lainnya yang baru saja memasuki bangku SMA. Jam menunjukkan pukul 7 pagi dan gerbang sekolah sudah ditutup oleh satpam dan upacara bendera sudah dimulai.

Bahkan di hari pertama tahun ajaran baru, sudah ada beberapa anak yang telat. Dua anak laki-laki yang baru saja menduduki kelas 11 itu menghentikan motornya di depan gerbang yang sudah tertutup rapat itu.

Anjir. Dah telat kita.” Lelaki itu menoleh ke arah temannya dan mengomel. “Gara-gara lo sih Pan.”

Jaffan hanya menghela begitu disalahkan oleh Haidan. Sebenarnya itu bukan murni kesalahannya. Ini semua salah motor bututnya yang tiba-tiba mogok di tengah jalan, sehingga dia harus menelepon Haidan yang padahal sudah hendak sampai ke sekolah dan harus putar balik untuk menjemputnya.

Menyusul Haidan, Jaffan pun ikut turun dari motor Haidan dan berdiri di samping temannya itu. “Gimana caranya biar kita bisa masuk?”

Tiba-tiba, sebuah motor datang. Hal itu membuat Jaffan dan Haidan menoleh bersamaan. Motor itu hanya berhenti di pinggir jalan. Salah satu yang mengendarai motor di depan membuka kaca helmnya. “Udah telat ternyata, Bi,” ujarnya pada temannya di belakang.

“Lewat belakang aja,” jawab Abian menepuk pundak Jarvis beberapa kali.

Jarvis mengangguk mengerti dan menjalankan kembali motornya menuju belakang sekolah mereka.

Haidan dan Jaffan masih berdiam diri di tempat mereka. Haidan menolehkan kepalanya. “Mereka bukannya kakel kita ya?” tanyanya pada Jaffan. Temannya itu pun mengangguk membenarkan.

Dia mengernyit begitu melihat Jaffan kembali menaiki motornya. “Mau kemana lo?”

“Ayo ikut aja,” ajak Jaffan mendesaknya. Mau tak mau, Haidan mengikuti rencana Jaffan dan naik ke belakang motornya, membiarkan temannya itu membawanya pergi dari gerbang sekolah.

Jaffan mengikuti Jarvis dan Abian, menyusulnya ke belakang sekolah. Begitu sampai di belakang sekolah, mereka dikejutkan oleh seseorang yang sudah lebih dulu memanjat tembok belakang sekolah begitu mereka sampai.

Orang tersebut seketika menoleh ke arah mereka. “Kalian juga telat, kak?” tanyanya canggung. Dia adalah Januar.

Jarvis menoleh ke arah Haidan dan Jaffan. “Lo ngapain ngikutin kita?” tanyanya mengomel.

Mereka tidak langsung menjawabnya. Yang ada mereka saling bertatapan sejenak sebelum akhirnya Jaffan yang menjawabnya. “Ya kita kan sama-sama telat, bang,” jawabnya.

Jarvis berkomentar setengah mencibir. “Bang, bang. Lo kata gue abang bakso?” tanyanya dengan nada jengkel. Sedangkan Abian di sebelahnya hanya menggeleng sudah terbiasa dengan kelakuan temannya itu.

Tak sampai disitu, Jarvis kembali mengomeli Januar yang sedari tadi tidak berhasil memanjat tembok belakang sekolah. “Buruan napa. Lo bisa manjatnya ga sih?” omelnya jengkel.

“Kak, ternyata tinggi juga kak,” keluh Januar kesulitan.

“Lo bantuin dia gih,” perintah Jarvis menunjuk Jaffan dengan asal.

Jaffan sampai terkejut. “Kok gue bang?”

“Bahu lo lebar. Buruan, keburu ketahuan guru BK,” suruhnya mendesak. Hal itu membuat Jaffan mau tak mau membantu Januar untuk memanjat tembok. Dia memberikan bahunya sebagai pijakan Januar agar bisa naik.

Bahkan bukan hanya Januar, bahu Jaffan yang lebar itu sangat berfungsi untuk tiga orang lainnya termasuk Haidan. Mereka semua sudah melewati tembok meninggalkan Jaffan sendirian yang belum memanjat tembok.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kosan Griya WacanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang