01 [ Awalan ]

4 1 0
                                    


"Jadi bagaimana dok? Apa anak saya baik- baik saja?" Lirih suara milik wanita paruh baya mengisi kesunyian koridor rumah sakit, tempat dimana didalam sana seorang gadis tengah berjuang untuk bertahan.

Guratan lelah tampak jelas diwajahnya yang masih ayu untuk wanita seusianya. Meski pucat juga mata sembab turut menghiasi. Tatapan khawatir itu terlihat nyata saat dokter muda dihadapannya tak kunjung memberikan sebuah pernyataan tentang keadaan sosok didalam sana.

" Dok, jawab saya! Anak saya baik-baik saja kan? Dok saya mohon tolong selamatkan anak saya!" Raungan tangis tidak dapat dia tahan saat rasa sesak dihatinya semakin mendominasi, tubuhnya melemas dengan tangan yang menggenggam erat lengan sang dokter sebagai tumpuan.

" Saya mohon dok" isakan semakin terdengar jelas dalam kalimat katanya yang melirih.

Haaah

Helaan nafas membuat sosok paruh baya itu mendongak dengan tatapan penuh harap.

" Kami telah melakukan semaksimal mungkin, untuk saat ini kondisi pasien masih dalam tahap kritis. Hanya Tuhan yang mampu memberikan hasil akhirnya, dan saya sarankan ibu juga sering mengajak pasien berkomunikasi untuk menstimulasi dan memacu keinginan pasien agar cepat sadar."

Mayasari, sosok paruh baya itu kini telah bersimpuh pada dinginnya lantai rumah sakit. " Ya Tuhan, anakku" ratapnya bersama lelehan air mata yang semakin deras.

" Ibu mari ikut saya untuk membahas lebih lanjut mengenai kondisi pasien pasca kecelakaan ini." Tutur sang Dokter lembut dan membantu nya berdiri dari posisi bersimpuh.

*****

" Linora! Mau kemana lagi kamu?" Suara hardikan dari pria berusia hampir kepala empat itu menggema keseisi mansion.

Kemarahan tampak jelas ketika netranya menemukan anak semata wayangnya hendak pergi kembali.

Tidak sampai 30 menit yang lalu anaknya itu menginjakkan kaki di rumah dan sekarang, setelan serba hitam telah menghiasi ujung kepala hingga ujung kakinya dengan tangan kanan yang sudah menggenggam kunci motor.

Tampak acuh terhadap keberadaan sang ayah. Raut wajahnya tidak ada sedikitpun ekspresi. Tatapan mata yang dingin mengarah lurus kearah pintu utama bersama kaki jenjangnya yang melangkah tegas.

" Linora! Kamu dengar apa kata ayah? Gadis macam apa jam segini keluar rumah hah?! Apa kamu ingin menjadi lacur seperti ibumu yang di alam baka itu?" Ucapan bernada sarkas itu berhasil menghentikan langkah gadis dengan potongan rambut sebahu itu.

Masih dengan membelakangi sang ayah yang duduk di ruang tengah dia mencoba meredam amarah yang tiba- tiba mengisi rongga dadanya. Rahangnya mengeras bersama kedua tangan terkepal kuat. Dan tanpa sepatah kata terlontar dia kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti.

" Satu langkah lagi kamu ambil jangan harap bisa masuk kerumah ini lagi!" Kalimat ancaman itu sama sekali tidak menggoyahkan langkah Linora. Gadis itu justru semakin mempercepat gerak kakinya dan berhenti tepat di ambang pintu.

" Perset*n dengan apa yang anda bicarakan, saya tidak peduli."

Brak

Pintu yang terbanting kuat menjadi pemisah antara ayah dan anak itu sekaligus penutup dari pertengkaran mereka.

*****

Padatnya aktivitas jalanan ibu kota tak juga surut meskipun detik jam hampir menyentuh tengah malam. Kerlap kerlip cahaya gedung perkantoran seolah menggantikan tugas bulan dan bintang yang tengah bersembunyi dalam pekat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Different wayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang