8

11 2 0
                                    

Dude, jatuh cinta ternyata segila ini ya? berusaha mati-matian cuma buat dapetin apa yang kita mau tuh kaya ngambil bintang di langit, susah di gapai. Bahkan mustahil.

Sama kaya peluang buat dapetin hati syadza, udah berbagai cara apapun buat ngeluluhin hatinya, tapi hasilnya tetep aja nihil.

Bayangin, jatuh cinta dari awal maba sampe sekarang semester 5? syadza bener-bener ngebuat siapapun yang ngeliat nya sampe segila ini.

"Lex menurut lo apa lagi benda yang harus gue kasih ke syadza?" Ucapku sambil menyeruput secangkir kopi yang ku pesan tadi

"Daf, cinta itu gabisa di ukur pake harta benda yang lo bilang."

"Tapi kenapa dia ga luluh luluh?"

"Gue harus bilang berapa kali kalo cinta itu gabisa di paksain, kenapa lo batu banget sih."

"Lex gue cinta sama syadza..."

"Lo bukan cinta, tapi obsesi. kalo lo cinta sama syadza harusnya lo ngebiarin dia bahagia, walaupun bukan sama elo."

Aku terpaku diam dengan apa yang alex ucapkan, mereka selalu menasihatiku seperti ini tapi aku tetap saja kekeh dengan hatiku.

"Yang cinta, sayang dan tulus sama lo bakal dateng dengan sendirinya daff, bukan sekarang. tapi itu pasti, gue selalu percaya kata kata itu." Sambungnya lagi

"Iya lex, detik ini juga gue bakal berusaha lupain dia."

Entah itu bisa atau tidak.

"Gitu dong, itu baru sohib gueee." Ucapnya sambil merangkulku

"Tapi gue mau ngomong sesuatu dulu sama syadza sebelum gue akhirin semua ini lex."

"Silahkan daf, gaada yang larang. Asal inget yang gue ucapin, lo ga pantes maksa seseorang kaya gini."

"Iya lex, gaakan gue ulangi. Gue cuma mau bilang kalimat perpisahan aja ke dia, setelah itu udah."

"Bagus kalo gitu, yaudah tunggu apalagi? sana samperin."

"Gue duluan ya lex, nanti gue nyusul ke kelas."

"Chil."

Aku meninggalkan alex dan berlari kecil untuk mencari syadza, entah dimana perempuan itu berada sekarang.

Aku harap ia mau berbicara denganku untuk hari ini saja, mendengar apa yang aku katakan nantinya. Sebenarnya ia tipikal perempuan yang banyak omong yaa bisa di bilang bawel sih, tapi beda ceritanya kalau aku sudah menghampirinya. Ia benar-benar seperti orang bisu dan buta, bahkan saat aku memanggil namanya saja ia sudah seperti orang melihat hantu.

Yang kucari-cari akhirnya kutemukan. Seperti yang aku katakan barusan, saat melihat wajahku ia langsung berbalik badan.

Dengan sigap aku menarik tangannya, "Mau kemana? gue mau ngomong sebentar."

"Ngomong aja disini."

"Enggak disini."

"Disini."

"Ikut gue." Aku menariknya paksa, gadis keras kepala ini tidak akan menuruti permintaanku kalau tidak dengan cara seperti ini.

"Lepasin daffa." Ucapnya ketus

Aku membawanya ke belakang gedung kampus, aku tidak mau jika ada orang yang mendengar pembicaraanku dengan syadza.

Aku harus mengakhirinya hari ini juga, mengatakan apa yang ingin aku katakan.

"Ngapain disini sih? lo bisa ngomong di koridor tadi kan. Kenapa sih lo ga cape kaya gini daf? kenapa daffa."

Syadza marah...

Ia benar-benar kesal dengan perlakuanku saat ini, tapi kalau tidak dengan cara ini bagaimana aku ingin mengatakan bahwa aku akan berhenti mencintainya?

"Gue tau lo kesel sama gue. Tapi kalo gue engga maksa lo kaya gini apa lo bakal mau ngobrol sama gue syadz?"

Ia terdiam, "Lo bisa ngomong baik baik."

"Gue udah berusaha mau ngomong baik-baik kan tadi, tapi apa? lo malah balik badan dan buang muka ke gue."

"Syadz, gue setiap hari dengerin playlist elo, hafal urutan rasi bintang tanggal lahir lo. Gue tau tingkat kematangan mie instan favorit lo, gue inget ukuran baju, celana, sampe sepatu lo. Gue udah tau apa yang lo mau bahkan sebelum lo jelasin, gue selalu ada dan pasti bisa setiap lo butuh tapi kenapa lo lebih milih cowo yang bahkan baru lo kenal syadz? kenapa?"

"Daf apa perlakuan jahat gue ke elo selama ini ga cukup ngebuat lo berenti buat ngejar-ngejar gue? lo bilang dia cowo yang baru gue kenal? lo salah. Xabiru sahabat kecil gue, dan sampe sekarang pun begitu."

"Jadi dia cuma sahabat lo?" Tanyaku

"Enggak daf, status itu bakal berubah setelah gue pindah ke london nanti..."

"Jadi bener kan lo mau pindah ke london?"

"Gue harus pindah kesana."

"Bahkan saat lo mau pindah ke london pun, lo enggan mau ngomong sama gue syadz."

"Gue mau nikah sama xabiru."

Deg

Seperti tersambar petir di siang bolong, sama seperti itu juga keadaan hatiku saat ini. Sakit...

Aku dibuat terkejut bukan main oleh syadza, kenapa ia harus mengatakan ini padaku tuhan? kenapa syadza sangat tega mengatakan ini kepada seseorang yang sangat mencintainya.

Ia menatapku dengan dalam, "Daf, maafin gue ya. Lo udah besar kan? dan ngerti perasaan orang lain pastinya. Lo bakal nemu yang lebih dari gue daf, entah itu kapan."

"Cinta itu dua orang yang saling menyayangi dan mengasihi daf, kalo cuma satu orang itu apa namanya? gue harap, setelah gue pulang dari london nanti lo punya pacar yang sayang banget sama lo. Take care daffa, kita ketemu lagi nanti ya..." Lanjutnya

Aku memejamkan mataku sekilas, "Iya syadz, gue juga narik lo kesini karena mau bilang gue mau berhenti ngejar elo. Maaf kalo selama ini perlakuan gue ke elo ngebuat ga nyaman atau risih, kalo aja gue tau endingnya bakal kaya gini dari awal juga gue gabakal sejatuh cinta ini sama elo syadz. Soal pernikahan lo sama xabiru...semoga acaranya lancar nanti ya, jangan lupa pulang. Rumah lo ada di indo, masa mau selamanya tinggal disana..."

"Maafin gue ya daffa..."

Ia memelukku erat.

Dengan senang hati aku membalas pelukannya, setidaknya aku bisa mendekap tubuh hangat syadza walaupun hanya beberapa menit.

Perempuan ketiga yang memelukku setelah umi dan aira adik perempuanku...

Aku ingin seperti ini setiap saat jika aku bisa, tapi tuhan kenapa takdir yang jatuh kepadaku ini sangat menyakitkan. Kesalahan apa yang aku perbuat selama aku hidup menjadi seorang pria, sampai-sampai aku diberi rasa sakit yang seperti ini.

•••

TAKDIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang