Cerita horor pendakian gunung sumbing

8 2 0
                                    

Kali ini, saya dan teman saya sebut saja Arda sedang merencanakan acara tahunan yaitu melakukan pendakian. Dimana setelah tahun lalu menaklukan gunung Sindoro kini kami memutuskan untuk menaklukan 2 gunung sekaligus, yakni Sumbing dan Prau. Tapi yang akan saya muat kali ini adalah gunung Sumbing.

Cerita berawal pada tahun 2018  h-7 sebelum lebaran dimana saya dan Arda merencanakan jadwal pendakian. Setelah Salat tarawih saya dan Arda berunding untuk mempersiapkan apa saja yang perlu di bawa dan kapan kita akan berangkat.
Singkat cerita kita sudah menentukan waktu untuk berangkat, dimana kita akan berangkat pada h+7 setelah lebaran dan naik Via sipetung Parakan Kab Temanggung. Kami memang kemanapun selalu berdua entah dari gunung di seputaran Jawa maupun ke Rinjanipun tetap berdua.

Singkat cerita kita sudah memasuki h-2 kami sibuk mempersiapkan alat dan logistik yang harus dibawa, pada saat ini saya juga berpamitan kepada ibu saya. Namun entah mengapa ibu saya seakan tidak mengijinkan saya pergi, namun ayah saya mampu meyakinkan kepada ibu saya bahwa saya akan baik baik saja, mengingat banyak pengalaman dan kemampuan survival saya yang dibilang cukup baik.

Hari H sudah tiba, tepat pukul 08.00 WIB kami berangkat dari Yogyakarta tak lupa kami mampir untuk mengisi perut terlebih dahulu, perjalanan sangat nyaman dan aman, pada pukul 10.00 WIB, Kami tiba di rumah sodara saya di Tegalwungu Kab Temanggung, memang rencana kita mampir terlebih dahulu, kami silaturahmi seperti tahun tahun sebelumnya dan sedikit berbincang serta berpamitan. Singkat cerita tibalah pukul 14.00 kami berpamitan untuk berangkat ke basecamp Sipetung. Kami memacu sepeda motor dengan santai sambil membuat vlog untuk dokumentasi kita. Singkat cerita pada pukul 17.00 kami tiba di basecamp Sipetung, kami beres beres dan melakukan reservasi dan mengumpulkan data diri, setelah selesai kami tidak langsung naik melainkan mempersiapkan diri untuk sholat Maghrib dan menjamak isya sekaligus. Pada pukul 18.30 kami mulai melakukan pendakian, jalur Sipetung ini adalah jalur yang masih benar benar asri, belum banyak pendaki dan benar saja saat ini hanya ada 3 rombongan yang naik, rombongan pertama dari Semarang yang sudah di atas, rombongan kedua yaitu kami dari Yogyakarta, dan yang ketiga adalah dari Jakarta. Sebelum memulai pendakian kami melakukan chek perlengkapan, dimana senter dan yang lainya harus stay dan dalam kondisi normal, sekiranya sudah cukup kami mulai melakukan brifing dan mulai naik. Pada perjalanan awal kami tidak merasakan hal yang aneh, memang kami sengaja memilih pendakian malam karena kami tidak melihat jalur dan yang jelas tidak terlalu capek, kami mulai berjalan melewati hutan hutan, suara burung hantu dan jangkrik mulai berbunyi bersahutan, kami berjalan santai sambil menikmati perjalanan malam, sesekali kami berhenti untuk beristirahat dan merokok. Pada pukul 19.00 kami tiba di pos 1. Dimana kami beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga, ya walaupun baru 30 menit perjalanan namun kita sudah mengalami kelelahan, mengingat jalur ini adalah jalur yang sangat terjal. Kami membuka ras untuk mengeluarkan kompor dan membuat kopi, kami berdua bercanda dan tidak memperdulikan waktu. Tanpa kita sadari waktu sudah menunjukan pukul 20.00 WIB dimana kita harus mempercepat langkah agar bisa cepat sampai ke campground ( tempat mendirikan tenda ), jam menunjukan pukul 21.00 WIB dan kami masih berada di pos 2, kami tidak berhenti melainkan kami langsung melanjutkan perjalanan, mengingat waktu yang sudah semakin larut. Terorpun dimulai, saat saya melewati pos 2 saya menoleh ke gubuk yang ada di pos 2 tersebut, dan saya seakan melihat ada orang yang duduk di gubuk tersebut, yang saya lihat saat itu adalah seorang pria dengan pakaian lusuh duduk termenung di gubuk tersebut.

"Bagaimana mungkin ada orang yang duduk malam malam begini dengan kondisi pakaian seperti itu" ujarku dalam hati. Namun kembali kepada pedoman pendaki jika kita melihat sesuatu yang janggal kita harus diam atau pendakian akan menjadi berantakan.

Saya pikir teror akan berhenti di situ namun salah, dikala perjalanan menuju pos 3 kami merasakan bahwa di belakang kami ada yang mengikuti, aku dan Arda mulai saling memberikan isyarat, dan kami berusaha tidak menghiraukan langkah kaki yang mengikuti di belakang, layaknya membawa banyak rombongan kami merasakan banyak langkah kaki yang mengikuti kami. Pada pukul 22.15 WIB kami tiba di pos 3 kami membuka ransel dan mulai memasak untuk mengisi perut, yang tadinya perjalanan di iringi sendau gurau kini menjadi hening akibat peristiwa itu, kami saling bertatapan dan saling berusaha untuk mencairkan suasana, saat Arda sedang memasak saya ijin untuk buang air kecil. Saat saya buang air kecil saya melihat pijaran lampu senter dari atas, saya pikir itu pendaki lain, karena pada pendakian terutama pendakian malam sorot senter itu adalah tanda bahwa disana ada pendaki lain walaupun berbeda jalur, mengingat jalur yang kami lewati ini berdekatan dengan jalur sebelah. Namun lama kelamaan sorot senter tersebut berubah warna, yang tadinya putih kini menjadi merah seperti api. Saya berusaha memalingkan pandangan saya, dan setelah itu cahaya mulai menghilang, setelah saya selesai buang air, saya kembali ke tempat Arda, dan kami mulai makan. Pada pukul 23.00 kami mulai melanjutkan perjalanan, perkiraan perjalanan dari pos 3 ke campground itu adalah 1 jam 30 menit. Namun semua itu salah, kami di putar putarkan di jalur tersebut, seolah kami terus melewati tempat itu dan tempat itu lagi, pada ahirnya kami mulai berdoa dan benar saja kami menemukan jalan untuk menuju campground. Pada pukul 02.00 dini hari kami baru saja sampai di campground, dan kami bertemu rombongan dari Semarang tersebut. Selang 30 menit kami di susul dengan rombongan asal Jakarta, tanpa berlama lama kami mendirikan tenda dan kami mulai beristirahat, sebelum itu kami minum kopi terlebih dahulu bersama 2 rombongan tadi, Setelah semuanya selesai kami mulai istirahat.

Singkat cerita waktu menunjukan pukul 07.00 dimana kami kesiangan untuk melakukan summit attack ( perjalanan menuju puncak ). Namun dengan persetujuan bersama kami mulai naik bersama, singkatnya kami sampai di puncak dan berfoto bersama. Setelah itu kami kembali ke campground dan waktu menunjukan pukul 12.00 WIB, dimana kita memutuskan untuk memasak lalu turun. Waktu menunjukan pukul 15.30 kami mulai beres beres dan memutuskan untuk turun bersama, singkat cerita 3 rombongan ini turun dan kita bertemu malam lagi, dimana kami terjebak malam dinhutan belantara lagi, namun bedanya kini lebih banyak personil dan melakukan perjalanan turun, namun teror masih berlanjut dimana salah seorang dari rombongan Semarang mendengar suara tangisan, saya berusaha menghiburnya agar tidak panik, 3 rombongan berjumlah ganjil ini mulai saling bertukar posisi, dan tiba saya mendapat posisi di bagian paling belakang lagi. Saya berusaha agar tidak panik walaupun saya merasakan berat di punggung hingga berat di bagian kaki, saya tetap tenang walaupun di hati sedikit panik. Singkat cerita pada pukul 20.00 kami tiba di basecamp dan kami mulai beristirahat sambil bercerita, nampaknya hal serupa di alami oleh pendaki asal Semarang dan Jakarta tersebut, bedanya pendaki asal Semarang tersebut mengalami hal yang lumayan menakutkan yaitu ada suara bapak bapak bersin tepat di sebelah tendanya, dan itu bertepatan sebelum kami tiba di camoground.

Demikian adalah pengalaman yang saya alami sendiri, pengalaman ini di tulis tanpa menambah tambahkan atau mengurangi hal yang terjadi.

Yogyakarta, 30 Juni 2022

Ditulis oleh : Arifqi

Jurnal PendakianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang