Cilok Durjana

1.4K 132 17
                                    

Hujan deras dibarengi angin kencang melanda kota Jakarta. Orang-orang memutuskan menetap di rumah lantaran hawa dingin yang menyengat. Begitupun di rumah mewah ini. Terlihat seorang laki-laki dan perempuan sedang berbincang-bincang di ruang tamu.

"Dih, ya kali cilok doang bisa bikin manusia beda alam. Lawak lo!" Freen tersenyum menghina. Sebagai manusia berlogika dia gak percaya hal-hal begituan.

Sepupunya si Heng cuma ngehela napas aja. Susah emang bicara sama manusia yang terlalu ngandalin logikanya.

"Lo kalau mikirnya pakai logika atau ngandalin bukti ilmiah itu gak bakalan bisa. Semua itu tak kasat mata, diluar pemahaman manusia. Paham?" Heng mencoba meyakinkan.

"Ck, kayaknya lo harus berhenti baca buku atau nonton film-film horor deh. Otak lo makin lama makin korslet," Freen memakan cilok gorengnya. Sungguh gila si human Heng ini.

"Yaudah serah lo. Tapi inget, apa yang gak lo percaya itu yang bakal jadi nyata," Heng mewanti-wanti sepupunya.

"Hilih bacot!"

Bersamaan dengan kalimat Freen, tiba-tiba petir menyambar keras.

JDARRRR!!! GRRRMMMM!!

"ASTAGFIRULLAH UHUK-" Freen tersedak ciloknya. Ia menepuk-nepuk dada.

"ASTAGA FREEN!" Heng terperanjat. Ia menyentuh lengan sepupunya.

"Lo gapapa kan?" Heng panik. Dia gak alih dalam pertolongan pertama. Makanya ia langsung ngehubungi 911.

"H-heng ego! Ng-ng-apain l-lo n-nelpon 911 h-ha? ke-ke-la-ma-an on-com!" dengan suara tecekat Freen sempat-sempatnya memaki. Tangannya memegang lehernya yang terasa sakit. Semakin lama napasnya semakin sesak.

"E-eh iya! Bentar gue hubungi 112!" Heng dengan tangan gemetar menghubungi 112.

"H-heng k-kok l-l-lo be-go bat s-sih? T-te-puk ung-gung gu-e bo-doh!" Freen kembali memaki. Sakit banget ini, matanya sampai berair.

Rasa-rasaya dia kayak lagi lihat Malaikan Izrail narik jiwanya. Dan tiba-tiba di telinganya ada kalimat, "Man rabbuka? Siapa Tuhanmu?"

"Ha? Lo ngomong apa? Gak jelas lo! Aduhh..mana gak ada orang lagi, kalau lo mati pasti gue yang disalahin." Heng bingung sendiri. Ia barusan berhasil ngehubungi 112, tapi namanya juga jarak, pasti butuh waktu.

Freen udah mau maki lagi tapi gak bisa. Lehernya bener-bener sakit banget. Napasnya memberat dan lambat. Matanya udah keliatan putihnya aja.

"Wes dah sakaratul maut nih anak." Heng memegang pundak Freen. "Shahadat Freen, shahadat!"

"Ngikkkkk! Ngiikkkk!" Napas Freen naik turun nimbulin suara aneh.

"Shadat Freen, shahadat! Ayo ikutin gue! Asyhadu an laa.." tuntun Heng.

Freen mengikuti kalimat Heng didalam hati.

"ilaaha illallaahu.."

"wa asyhaduanna..."

"muhammadar rasuulullah.." akhir Heng. Dia mau nyoba nangis biar dramatis, tapi gak bisa. Muka Freen terlalu lawak. Memeable banget.

Setelah mengucapkan shahadat didalam hati, mata Freen tertutup. Tubuhnya luruh ke pelukan Heng.

"Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Mmann rrrabbuka! Sopo pangeranmu?" Heng bisikin kalimat 'Man rabbuka' nya gak nyelo. Kayak orang ngajak tawuran.

Dan setelah itu sesuatu yang aneh terjadi. Dari belakang Freen seperti ada percikan listrik dan cahaya putih yang lembut. Kecil dan redup. Tapi, lama-kelamaan cahaya itu semakin terang, portal itu semakin membesar, percikan listriknya menghilang.

HUMAN VS VAMPIRE [FREENBECKY]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang