BAB 1

3 1 0
                                    

          Matahari bersinar terik meski waktu masih menunjukan pukul enam lima puluh pagi. Udara kota yang semula sejuk kini mulai bercampur dengan asap-asap sisa kendaraan. Jalanan utama kini sudah penuh sesak dan dipadati kendaraan umum dan kendaraan pribadi. Klakson kendaraan bersautan seiring dengan luncuran kata-kata kasar orang-orang yang terjebak kemancetan. Siswa sekolah, para pekerja kantoran, dan pedagang berbaur menjadi satu, saling mendahului tanpa mau kalah.

          “Mampus! Telat kan gue,” Ucap seorang gadis yang baru saja melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Gadis itu sedang menggendarai motor matic scoopy hitam lengkap dengan helm bogo warna cokelat. Gadis itu membuka kaca helm seraya menatap kesal ke depan. Tanpa menunggu lama, tangan kirinya mengambil ponsel yang terletak di dashboard motor dan mengetikkan sebuah pesan kemudian mengirimnya pada seseorang di seberang.

           Ketika sampai di sekolah, gerbang sekolah sudah terkunci rapat. Satpam pun sudah kembali ke dalam pos jaga. Gadis itu, Mikaela berhenti agak jauh dari gerbang sekolah. Mulutnya tak henti-hentinya menggerutu. Akibat begadang menemani sahabatnya semalam, membuat Mika bangun kesiangan dan berakhir terlambat datang ke sekolah.

          Tidak kehabisan akal, otak kecil Mika memikirkan sebuah rencana untuk masuk sekolah bagaimanapun itu. Bahkan jika harus memanjat tembok belakang sekalipun.

          “Ah! Pintu belakang!” Gadis itu menjentikkan jarinya, senyum tipis terukir dibibir merah mudanya. “Pintar sekali, Mika” lanjutnya dengan bangga.

          Setelah menitipkan motornya di salah satu rumah warga, gadis cantik dengan tubuh tinggi dan kulit putih itu berjalan memutari sekolah. Cukup jauh karena SMA Pancasila sangatlah luas.

          Mika berulang kali mencoba membuka pintu belakang, namun hasilnya nihil. Menatap pagar yang menjulang tinggi di depannya membuat Mikaela menghela napas panjang. Kenapa pintu belakang juga dikunci? Haruskah ia memanjat tembok tinggi di depannya?

          Brukkk

          “Aduhh!!!”

          Jatuh dengan posisi duduk membuat Mikaela mengerang kesakitan. "Sakit, nggak?” Mika tertegun.

          ‘Mampus kan,' ucapnya dalam hati.

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang