BAB 2

2 1 0
                                    

'Mampus kan,' ucapnya dalam hati.

Ia mendongak, menatap seorang laki-laki yang berdiri tegak di depannya. Laki-laki itu menatap Mikaela dengan senyuman culas, seolah tengah menertawakan bagaimana gadis itu baru saja terjatuh.

"Sialan lo, Dan!" Mikaela meraup pasir dan meleparkanya pada Jordan Adhitama, sahabat karibnya sejak kecil.

Setelah puas tertawa, laki-laki itu segera mengulurkan tangannya dan membantu Mika untuk beranjak. Jordan juga tidak ragu untuk membersihkan rok belakang Mika yang kotor karena pasir dan rumput kering.

"Tumben banget lo telat, Mik." Jordan berjalan lebih dulu seraya mengambil alih tas hitam milik Mika.

Tangan Mika dengan enteng memukul kepala bagian belakang sahabatnya, "Lo pikir siapa semalem yang datang nangis-nangis, abis diputusin cewek, minta saran dukun yang manjur, huh?"

Jordan mengerutkan dahinya seolah tengah berpikir keras, "Gue, ya?" Tanyanya seraya menunjuk pada dirinya sendiri.

"Khorin lo!" Balas Mika kesal dan berjalan lebih dulu meningglakan Jordan yang tengah tertawa terbahak-bahak.

Mikaela Azure, siapa yang mengira gadis cantik dengan sejuta prestasi di bidang seni dan matematika ini tumbuh dalam keluarga yang penuh dengan konflik. Bahkan sosok Mikaela kecil tak pernah absen melihat pertengkaran kedua orang tuanya.

Tak lama setelahnya, Mika harus hidup berdua bersama mamanya. Dimana sang ayah memilih untuk pergi setelah bercerai dengan sang mama. Dan beberapa tahun kemudian, mamanya memilih menikah lagi dengan orang lain.

Bagi Mamanya, mungkin Mika terlihat seperti anak yang pendiam dan selalu berada di dalam kamar. Dengan banyaknya prestasi yang miliki, bagi teman-temannya, Mika adalah gambaran siswi yang sempurna. Namun bagi Jordan dan papa tirinya, Mika adalah gadis kecil yang selalu berusaha kuat meski harus patah berkali-kali.

"Mik, mau ayam geprek Bu Yati nggak? Mumpung si Gio lagi di kantin." Jordan mengeluarkan ponselnya seraya berjalan melewati koridor kelas sebelas.

"Gue mau juga dong, pesanin sekalian bisa kali, Dan" Sahut siswi yang berjalan di belakang Mika dan Jordan, Alana.

Mika mengangguk pelan, "Boleh, lo mau juga nggak, Sya?" Tanya Mika pada Tasya.

"Kalo ditraktir sih gue mau-mau aja," jawab Tasya seraya menaik turunkan alisnya.

"Ogah!"

"Okay."

Jawab Jordan dan Mika bersamaan. Jawaban Mika jelas mambuat Jordan memutar bola matanya malas. Menurutnya, Mika itu terlalu baik pada orang lain. Bahkan ia tak ragu untuk meminjamkan uang atau barangnya pada teman-temannya. Salah satu yang membuat Jordan sebal adalah saat uang yang sebulan lalu dipinjamkan Mika pada Zahra, teman sekelasnya, belum juga dikembalikan sampai sekarang.

"Oiya, Mik. Foto yang lo post semalem itu hasil make up lo sendiri?" Tanya Tasya seraya membuka ponsel dan menunjukkan foto yang ada di Instagram Mika.

"Anjim, cantik banget gila. Pasti make up mahal, ya? Paling nggak merek-merek ternama sih pastinya." Ucap Alana sok tau.

"Gak usah ditanya kalo itu, Al. Keliatan banget kali mana make up mahal mana yang murah," Sela Tasya.

"Mika kan kalo beli gituan nggak pernah mikir harga, penting cocok buat kulit, yaudah beli," Celetuk Jordan membela Mika.

"Iyalah, Mika kan enak banget hidupnya. Udah kaya, cantik, pinter lagi. Pasti hidup lo penuh dengan kebahagiaan terus deh, Mik," Sahut Tasya dengan nada bercanda.

Senyum kecut jelas terlihat di wajah Jordan ketika mendengar ucapan yang baru saja Tasya lontarkan. Bahagia, huh?

Mika tertawa kecil, "Ya gitu deh," balasnya singkat.

Tak lama Gio datang membawa empat piring makanan dan Bu Yati yang menyusul di belakang dengan membawa minuman. "Duit mana? Masih ngutang nih." Todong Gio begitu selesai menaruh semua makanan di atas meja.

"Biar gue aja," Sela Jordan.

"Apaan sih, Dan. Kan gue yang traktir," Mika mengeluarkan uang satu lembar seratus ribu dari balik saku seragamnya.

"Udah sih, Dan. Biarin aja, kan Mika banyak duit," Sahut Alana.

Setelahnya, mereka berlima makan dalam diam, tak berselang lama setelah mereka selesai makan bel pergantian jam pelajaran berbunyi nyaring. Para siswa dan siswi yang sebelumnya berkerumun di kantin karena jam kosong pelajaran segera bergegas masuk ke kelas masing-masing guna mengikuti mata pelajaran selanjutnya.

Kini jam menunjukkan pukul setengah tiga sore, waktu dimana siswa dan siswi SMA Pancasila mulai membereskan buku dan beranjak untuk pulang ke rumah setelah delapan jam penuh berada di sekolah.

Mika merogoh saku roknya, mengambil ponsel guna mengirimkam sebuah pesan pada orang yang sama di setiap harinya.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang