• b a b 02

147 35 14
                                    

[s e r e n d i p i t y]

•••

"Nggak nyampe satu jam juga nggak kenapa-kenapa kali ya. Gue udah nggak kuat, sumpah deh. Panas banget ini," monolog Namira. Sudah sekitar empat puluh lima menit ia berdiri di sana.

Memutuskan untuk berhenti berdiri dan hormat pada bendera di lapangan, Namira lalu berlari menuju toilet. Ia harap semoga saja Bu Sinta tidak mengetahui dirinya kabur begitu saja padahal belum menyelesaikan hukumannya. Jujur saja, ia sudah tidak tahan dengan terik matahari yang menyorot ke tubuhnya.

Masuk ke dalam toilet, Namira akhirnya bisa bernapas lega. Terasa sejuk di dalam sana, tidak seperti di lapangan barusan. Diam sejenak, ia lalu mulai mengganti pembalut yang ia pakai sebelumnya dengan yang baru.

"Lagian kenapa harus tembus pagi-pagi, sih? Nyesel deh gue gak bawa rok ganti." Ia terus menggerutu.

Setelah selesai, ia pun keluar dari sana. Berjalan santai menuju kelasnya, ia rasa pelajaran pertama sudah selesai. Mengintip dari jendela luar, ia tersenyum lebar karena Bu Sinta sudah selesai mengajar. Ia pun cepat-cepat masuk ke dalam kelas.

"Dari mana aja, nih? Biasanya juga gak pernah telat," ujar salah seorang siswi yang satu kelas dengan Namira.

"Bukan urusan lo," jawab Namira, memberikan tatapan sinis pada teman sekelasnya itu.

Mendudukkan dirinya di atas kursi, Namira mengeluarkan buku dan alat tulisnya ke atas meja. Bersiap untuk pembelajaran kedua yang mungkin akan dimulai sebentar lagi.

"Maaf ganggu, nih. Gue mau cari orang."

Namira menoleh ke arah pintu kelas. Ada dua orang siswa yang tidak ia kenali sama sekali sedang berdiri di sana. Merasa tidak peduli, ia pun memutuskan untuk membuka buku dan membaca isinya.

"Kalau gak salah, namanya Namira deh," lanjut salah satu siswa itu membuat Namira menoleh lagi.

Menunjuk dirinya sendiri sambil celingukan, ia terheran.

Perasaan gue nggak ada buat masalah, tapi kenapa ada yang nyariin gue? Namira membatin.

"Namira, lo dicari tuh! Malah bengong," seru siswi yang duduk di belakangnya.

Memberanikan diri untuk berdiri, Namira pun menghampiri kedua siswa itu. "Nyari gue?" tanyanya kemudian.

"Bukan. Gue nyarinya Namira," jawab pemuda itu.

"Ya ini, gue Namira." Ia menunjuk dirinya sendiri.

"Ya berarti lo yang gue cari."

Ini anak kenapa sih? Nggak jelas banget. Ucapnya dalam hati.

"Ngapain nyari gue?" tanya Namira. Ia tidak suka banyak bertele-tele karena itu pasti membuang waktu.

"Sebelumnya lo udah tau gue belum?" Pemuda itu malah bertanya balik.

"Nggak. Emangnya lo siapa?"

Pemuda itu merasa kecewa. Bukankah ini sudah hampir tiga tahun? Mengapa perempuan di hadapannya ini tidak mengenalnya sama sekali? Ah. Berarti selama ini hanya Jifran yang mengenali Namira.

"Serius lo gak kenal sama gue? Parah sih," ucap pemuda bernama Jifran itu.

"Ya emang se-wajib itu kah gue kenal sama lo? Bisa langsung ke intinya aja nggak? Ngapain lo nyariin gue?" tanya Namira berderet.

"Jaket yang lo pake di pinggang lo itu punya gue," jawab Jifran sambil menunjuk jaket yang sedang Namira pakai. Seketika perempuan itu membulatkan matanya.

Baru saja hendak menjawab, seorang guru laki-laki yang akan mengajar datang.

"Ayo masuk. Kalian anak kelas sebelah, kan? Ngapain di sini? Masuk kelas kalian sana!" ucap guru itu.

Mau tidak mau Jifran dan temannya itu harus kembali ke kelas mereka dan meninggalkan Namira.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•To Be Continue•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue•

SerendipityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang