A date with Sakura Koji 6

664 7 5
                                    

Masyarakat tidak menyangka, bahkan Sakurakoji sendiri, bahwa 3 tahun lalu ia bisa mendapatkan peran Isshin untuk drama legendaris "Bidadari Merah". Apalagi saingannya adalah Kei Akame, aktor kawakan yang berpengalaman di drama-drama historis.

Yang ia tahu, pada saat pentas percobaan bidadari merah, ia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk berperan sebagai Isshin, tak ingin kalah dari Maya yang begitu mempesona sebagai Akoya. Namun di sisi lain tak pernah Sakurakoji merasa begitu pasrah dalam memainkan suatu peran. Ia sudah semaksimal mungkin mempelajari dan berlatih menjadi Isshin, saat itu ia tak peduli bagaimana Kei Akame, saingannya, akan memerankan tokoh yang sama.

Mungkin itulah yang membuatnya terpilih sebagai Isshin. Isshin-nya Sakurakoji diperankan sebagai seorang pejuang, namun ia juga menyerah pada nasib. Entahlah, Koji tak peduli. Yang penting pada hari itu ia teramat bahagia bisa menjadi Isshin dan menjadi belahan jiwa Maya, Akoya-nya.

Begitu menghayatinya Sakurakoji, ia sampai merasa masih tetap sebagai Isshin sampai pentas percobaan itu selesai. Sampai tirai menutup. Bahkan beberapa pengamat drama kenamaan menyebut-nyebut Aktor Yuu Sakurakoji berhasil membuat masyarakat percaya bahwa Isshin memang ada. 

Tak lama setelah pentas percobaan selesai, Bu Mayuko pun mengumumkan para pemeran drama Bidadari Merah. Sakurakoji tak menyangka bahwa dirinyalah yang mendapatkan peran Isshin. Kebahagiaannya bertambah saat peran Akoya jatuh pada Maya, bukan Ayumi.

Pagelaran Bidadari Merah dinanti oleh para pengamat dan penggemar drama, mereka berharap akan seindah penampilannya yang pertama dahulu. Pak Kuronuma, Sakurakoji, dan Maya merangkul harapan itu dan drama itu pun sukses besar sejak hari pertama pementasan di Tokyo. Kesuksesannya merambat dan membuat begitu banyak masyarakat Jepang ingin menyaksikan drama tersebut. Sehingga Maya, Sakurakoji, dan Legenda Bidadari Merah pun berkeliling Jepang untuk Pentas Nasional di seluruh propinsi.

Ia takkan pernah melupakan pengalaman itu. Berperan sebagai Isshin, pengalaman paling berharga dalam hidupnya di dunia panggung. Namun peran itu berhenti mendadak. Dua tahun yang lalu.

Sakurakoji meletakkan dayung dan melemaskan kedua lengannya.

"Pegal?" tanya Maya peduli.

"Ah tidak, ini sih bukan apa-apa dibandingkan latihanku untuk peran Saito Hajime bulan lalu."

"Ah! Film terbarumu ya? Kapan akan dirilis?"

"Shootingnya baru selesai minggu lalu, masih lama kok. Belum lagi masih ada event promosi. Sepertinya aku akan minta izin beberapa hari saat latihan pentas ulang Bidadari Merah."

Maya membelalakkan mata bulatnya, "Minta izin?!"

"Iya..." Sakurakoji meringis, "Pak Kuronuma mengizinkan tidak ya?"

"Aku ragu..." Maya mengangkat bahunya.

"Hhh...." Sakurakoji menghela nafas, sudah terbayang omelan dan hukuman yang akan diterimanya dari sutradara berdisiplin tinggi itu nanti.

"Yaah... Cobalah minta izin mulai lusa, saat latihan Bidadari Merah dimulai." Maya memberi usul, "Mungkin kalau kau tiap hari meminta dan memohon, lama-lama Pak Kuronuma akan bosan dan akhirnya mengizinkan."

"Ha ha." Sakurakoji tertawa sarkastik saat mendengar ide Maya. "Usul yang 'lucu' Maya..."

Maya cemberut, "Aku kan hanya usul..."

"Sudahlah, kita lihat saja nanti bagaimana nasibku." Tutup Sakurakoji. "Jangan cemberut begitu dong. Masa kencan kita ini berakhir dengan wajah cemberutmu yang jelek itu."

"KOJI, kau ini...!", Maya membelalakkan matanya, "Enak saja mengataiku jelek." 

"Jangan marah, kalau marah tambah jelek", ejek Sakurakoji semakin menjadi.

Maya membuang muka, "Huh!".

Sakurakoji tersenyum geli melihatnya. "Waduh, pake buang muka segala.... Ayooo...senyum doong..." Bujuk Sakurakoji.

"Tidak mau!", tukas Maya.

Tiba-tiba air memercik di wajah Maya. Ia menoleh, kaget, ternyata Sakurakoji yang memercikkan air kolam ke arahnya. Bahkan Ia sudah mencelupkan lagi tangannya ke dalam kolam, bermaksud untuk mengulangi tindakannya barusan.

"Ko..Koji, hentikan. Kyaa..." Maya mencoba menghindar dari serangan air itu, tapi Sakurakoji malah kembali memercikkan air kolam ke arahnya, dengan cengiran nakal yang semakin menambah ketampanannya.

"Awas kau ya!" Ujar Maya. Ia membalas memerciki Sakurakoji dengan air kolam sambil tertawa-tawa. Kali ini berganti Sakurakoji yang mencoba menghindari percikan air dari Maya.

"Aduh...aduh... Sudah dong Maya", pintanya, "Kalau wangi parfumku hilang, diganti bau air kolam bisa-bisa fans club ku bubar nanti!"

"Ih sombongnyaa.... " tukas Maya, ia menghentikan kegiatan tangannya. "Koji sendiri kan yang mulai...." Ia meleletkan lidahnya. Sakurakoji tersenyum geli melihat kelakuan Maya yang seperti anak kecil.

Memang Maya masih seperti yang dulu.

Diamatinya Maya yang sedang merapikan poni. Rambut gadis mungil itu sedikit basah terkena air kolam, begitupun bagian depan bajunya. Maya menepis air yang tersisa di lengan bajunya, dan sedikit mengibaskan rambutnya untuk menyingkirkan rambut basah yang menempel di wajahnya

Mungkin ini hanya perasaan Sakurakoji saja, tapi dalam pandangannya Maya yang sedang merapikan diri sambil disinari matahari sore terlihat saat cantik.

Seperti sedang berperahu bersama Sang Bidadari Merah.

Tangan Sakurakoji seperti tak menuruti otaknya, tangan itu tiba-tiba menangkap tangan Maya, membuat gadis itu tertegun. Entah apa yang merasuki Sakurakoji, ia memasung tatapannya pada gemintang di mata gadis itu,  ditangkupkan kedua tangannya di tangan Maya yang mungil. 

"Koji?", Tanya Maya heran, dilihatnya tangannya yang tampak sangat mungil dalam genggaman tangan Sakurakoji yang besar.

"Terima kasih Maya", ucapnya, seolah kesadarannya baru saja kembali, pemuda tampan itu segera memasang senyum lembut di bibirnya. Senyum yang selalu ampuh untuk membuat gadis- gadis meleleh, namun tak mempan untuk Maya yang sudah terbiasa dengan keberadaan aktor idola remaja itu disampingnya.

"Terima kasih untuk apa?" Tanya Maya polos.

Dengan kedua tangannya, digenggamnya jemari Maya, "Tiga tahun yang lalu, berkat dirimu, aku bisa menjadi Isshin. Itu adalah momen yang sangat berharga bagiku. Saat itu aku boleh mencintaimu." Jawabnya sambil mengecup punggung tangan Maya.

"Koji..." Gumam Maya, tercengang. Rona merah di pipinya menyebar ke seluruh wajah.

A date with Sakura KojiWhere stories live. Discover now