Kupandangi setiap benda di sekelilingku.
Aneh, rasanya.
Seakan semua hal menjadi asing.
Lalu aku bertanya pada pantulan cermin.
Siapa sebenarnya aku?
Tentu saja, ini bukan cerita horor di mana pantulan tersebut akan menjawabku.
Aku tersenyum, pun pantulan itu.
Lalu aku bertanya sepatah kalimat, tidak apa-apa 'kan?
Pantulan itu tetap tersenyum mengikutiku.
Namun, perlahan senyum itu memudar menjadi rasa kecewa dan rindu.
Kecewa dan rindu pada satu hal, masa lalu.
Masa yang tidak dapat diubah sekeras apapun usahaku.
Ada luka yang belum sembuh, tetapi dipaksakan untuk ditutup.
Sama halnya dengan luka, mereka akan lembab akibat terlalu sering ditutup.
Waktu membuat mereka menjadi lebih besar dari yang dulu.
Bengkak, kataku.
Di situasi sedih itu, aku tersenyum.
Entah tersenyum menertawakan kesakitan yang menimpaku,
atau tersenyum karena luka menjadi lebih keruh.
Saat itu, aku merasakannya.
Kesenangan pada luka.
Aneh, bukan?
Mungkin aku terlihat ceria.
Namun jauh di dalam diriku, ada luka yang telah bernanah.