EVENING SUN - 12

450 40 0
                                    



〰〰〰〰〰

Dalam keheningan sore, dibawah langit jingga yang sebentar lagi matahari akan tenggelam digantikan dengan langit malam. Disini, disebuah tempat yang begitu asing, Dirga berdiri mematung. Raut wajahnya begitu terlihat jelas syarat akan kebingungan yang melanda pikirannya. Di depannya tampak sebuah sungai yang mengalir dengan tenang, air yang begitu jernih dengan berbagai macam bunga-bunga kecil tumbuh di pinggiran sungai serta ada beberapa bunga teratai yang tumbuh di atas air tenang itu. Kakinya menginjak rerumputan hijau yang begitu subur. Berbagai macam pohon besar tumbuh di sekitar tempat ini, daun dan rantingnya bergoyang karena terpaan angin membuat suasana begitu sejuk. Tak jauh dari tempatnya berdiri tampak sebuah jembatan kecil dengan posisi sedikit melengkung ke atas sebagai penghubung dua tempat.

Dirga tak mengetahui bagaimana cara dirinya sampai di tempat ini. Dan dimanakah dirinya sekarang pun Dirga tak mengetahui. Dirga memutuskan untuk berjalan menapaki rumput-rumput itu dengan pelan. Kepalanya sesekali menoleh kebelakang, kanan dan kiri untuk memastikan dimanakah dirinya berada. Karena Dirga merasa tempat ini begitu asing.

Menaiki sebuah jembatan kecil itu, langkah kaki Dirga berhenti saat dirinya berdiri tepat di tengah-tengah jembatan. Matanya menangkap berbagai macam ikan yang berenang dengan riang di bawah sana pada sungai dengan air yang begitu jernih, pantulan dirinya saja bisa sangat terlihat pada air sungai, itu menandakan betapa jernihnya air sungai.

Dirga kembali mengedarkan pandangannya ke segala arah berharap ada seseorang yang bisa ia temui untuk bertanya banyak hal tentang tempat ini, salah satunya jalan untuk keluar dari tempat ini. Namun tak ada satupun orang yang berada disana kecuali dirinya sendiri.

Kembali berjalan menyusuri tempat asing ini. Dirga tak munafik jika tempat ini begitu bagus dengan segala pemandangan sejauh mata memandang begitu luas dengan hamparan rumput hijau dan pohon-pohon besar yang tumbuh, seperti hutan namun bisa juga di katakan seperti taman. Daun-daun bergoyang selaras dengan angin yang berhembus membuat beberapa helai daun kering gugur dan terbang terbawa angin.

Langkah Dirga berhenti pada sebuah pohon flamboyan dengan bunga berwarna merah. Beberapa bunga telah gugur dan terpisah dari rantingnya, berjatuhan pada tanah yang berhias dengan rumput-rumput hijau. Dibawah pohon itu terdapat sebuah kursi kayu yang terlihat masih sangat kuat untuk ia duduki. Dirga duduk pada kursi kayu itu, masih dengan pandangan yang beredar dan masih berharap ada seorang yang bisa ia temui. Tapi hingga beberapa menit ia duduk seorang diri pada kursi tersebut tak ada orang yang terlihat ataupun sekedar berjalan di sekitarnya.

"Sebenarnya ini tempat apa?"

Dirga mengambil satu bunga flamboyan yang jatuh tepat di pangkuannya, kemudian ia mendongakkan kepalanya dan ternyata ada beberapa bunga yang sudah gugur dan berterbangan di atasnya hingga akhirnya jatuh di sekitaran kursi tempatnya berdiam diri. Sudut bibir Dirga ia tarik membentuk sebuah senyuman tulus. Disisi lain, Dirga seperti merasa bersyukur bisa menemukan satu tempat asing yang begitu cantik untuk menenangkan diri. Sebuah ketenangan yang selama ini Dirga cari.

"Kakak..."

Sebuah suara yang cukup mampu mengejutkan Dirga. Kemudian Dirga menoleh, ia mendapati seorang gadis berdiri di samping kirinya dengan senyum yang begitu tenang.

"Syila?" Dirga berdiri begitu saja saat melihat Syila-- adiknya yang telah pergi dalam waktu yang cukup lama, lalu tiba-tiba datang menemui dirinya. Tanpa menunggu, Dirga menarik Syila masuk kedalam dekapannya. Seketika, airmata Dirga runtuh begitu saja.

Syila tersenyum dalam dekapan Dirga. Syila tahu jika kepergiannya  membuat Dirga sangat terpukul.

Arsyila Maharani, adik dari Abryan Dirga Alviano. Meninggal dengan cara bunuh diri saat usianya menginjak lima belas tahun. Saat itu Dirga berusia tujuh belas tahun dan keduanya masih mengenyam di bangku sekolah menengah atas. Syila meninggal bunuh diri dengan cara menyanyat urat nadi pada pergelangan tangannya. Fakta yang mengakibatkan Syila bunuh diri adalah, dirinya satu-satunya saksi mata atas pembunuhan ibunya yang dilakukan oleh sang Ayah. Mental seorang anak berusia lima belas tahun terguncang setelah kejadian itu. Dirga satu-satunya keluarga yang Syila punya. Sebagai seorang kakak, Dirga merawat Syila yang mengalami spikis buruk setelah kejadian itu. Syila ketakutan, ia selalu berteriak tidak jelas. Dunia Dirga runtuh saat mengetahui bahwa Syila pun pergi meninggalkan dirinya dengan cara bunuh diri setelah kedua orangnya juga meninggalkannya akibat keegoisan masing-masing.

(2) EVENING SUN - (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang