Di taman kerajaan yang begitu indah dan luas, Arletta duduk di sebuah kursi kayu di bawah pohon yang rindang. Aroma semerbak bunga mekar di musim semi terbawa angin lembut. Wanita itu begitu menikmati ketenangan ini. Hingga tiba-tiba Arletta menyadari ada pergerakan mendekat.
Wajahnya menoleh ke samping, mendapati seorang wanita jelita dengan rambut hitam bergelombang yang diikuti beberapa pelayan berjalan mendekat. Meski tidak benar-benar mengenal, tetapi Arletta bisa menebak dia bukan wanita biasa. Lantas, Arletta segera bangkit lalu membungkuk hormat.
Langkah wanita cantik itu berhenti di depan Arletta, berputar sembilan puluh derajat sehingga membawanya berhadapan langsung dengan Arletta.
"Kau wanita menjijikkan itu?"
Pertanyaan itu jelas terdengar tidak mengenakkan. Arletta sontak mengangkat wajahnya, membalas tatapan penuh api permusuhan di mata si wanita cantik. Mempertimbangkan keelokan dan kemewahan pakaian yang ia kenakan serta perkataan menusuknya itu, Arletta menebak jika itu adalah Putri Whitney.
Takut, tidak dipungkiri kini jantungnya berdegup kencang. Seumur hidup, ia hanya pergi untuk beberapa urusan. Orang terpenting yang pernah ia temui adalah tabib istana. Itu saja sudah membuat Arletta merasa ciut. Kini ketika ia dihadapkan dengan sosok tuan putri, rasanya Arletta ingin meleleh dan lenyap saja dari dunia.
"Ampun, Tuan Putri. Saya tidak mengerti maksud Anda." Arletta hanya bisa menjawab dengan suara lirih. Tubuhnya mulai bergetar.
Whitney menyilangkan kedua tangan di depan dada. Tatapan menusuk itu tak lekang seolah menguliti Arletta. Tampak jelas sorot kebencian di matanya dan ekspresi yang begitu bengis.
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Arletta. Saking kerasnya, selain terasa panas dan perih berdenyut, darah segar juga merembes keluar dari sudut bibirnya membuat Arletta tak kuat menahan tangis. Air mata langsung mengalir bebas.
Apa yang bisa Arletta lakukan selain pasrah ketika Whitney menjambak rambutnya lalu menyeretnya paksa.
"Ampun, Tuan Putri," pekik Arletta tertahan.
Tak peduli akan isakan Arletta, Whitney tak bisa menyembunyikan kemarahan besarnya ketika melihat Arletta. Wanita tidak tahu malu yang telah merebut Alaric darinya.
"Berapa tarifmu hingga membuat Duke Wilton memungutmu, hah?! Oh, tidak, bahkan kau adalah bekas gundik pak tua menjijikkan itu, 'kan? Bagaimana kau menggoda Alaric? Dengan wajah memelas ini, hah?! Kau benar-benar menjijikkan!"
Tubuh Arletta terjerembab ke rumput ketika Whitney mendorongnya kasar. Seolah belum puas, wanita itu menyuruh pelayannya untuk memegangi kedua tangan Arletta. Pukulan, tamparan, rasanya sudah kebas. Kepala Arletta terasa pusing berkunang-kunang. Rasa sakit di sekujur tubuhnya seolah tak mampu lagi dirasa.
"Pelayan, buang wanita murahan ini ke danau!" perintah Whitney mutlak.
Para pelayan itu dengan wajah bengis mereka menyeret Arletta lalu mendorong wanita itu ke danau yang tak jauh dari posisi mereka berada. Air terciprat ketika tubuh Arletta mulai tenggelam dalam danau. Di tengah rasa pusing yang terasa menusuk itu, Arletta yang sadar dirinya dalam bahaya berusaha meraih udara. Arletta berusaha berenang, tetapi sekujur tubuhnya sudah lemas setelah mendapat penyiksaan.
Pada akhirnya, ia hanya bisa pasrah ketika tubuhnya yang lemah mulai tenggelam perlahan. Air danau memaksa masuk ke hidung dan mulut. Dingin, gelap, Arletta tidak mampu lagi berbuat banyak ketika pandangannya mulai memburam. Meski air danau jernih, tetapi pergerakannya cukup untuk membuat airnya berubah keruh. Dari posisinya, Arletta hanya bisa melihat bias cahaya matahari yang semu hingga semua berubah menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Choose The Villain Duke
FantasyArletta Davies kembali terbangun setelah dibunuh dengan keji oleh suami dan keluarganya. Demi membalaskan dendam pada kekejaman keluarga dan mantan suami di kehidupan sebelumnya, Arletta rela menjadi istri kontrak Duke Alaric Wilton, pria kejam dan...