Turn On

269 25 2
                                    

Lengan Seokjin meraba-raba kasur disampingnya mencari keberadaan istri tercintanya. Kosong. Dengan terpaksa kelopak mata lelaki itu terbuka sendirinya. Berkas cahaya yang menelusup dari tirai kamarnya membuat ia tersadar jika hari telah pagi.

Tungkai Seokjin terayun untuk pergi ke bawah, tepatnya dapur berhubungan tenggorokannya yang kering ingin cepat dibasahi oleh segelas air dingin.

Hatinya berbunga-bunga pagi ini. Bagai orang yang telah menang lotre berhadiah kan uang 1 Miliar. Lelaki itu memercepat langkah kakinya menuruni anak tangga, sembari bersenandung kecil. Kedua matanya menangkap sosok yeoja cantik berbalut kaus oblong yang nampak besar di tubuh ramping itu. Sudut bibir Seokjin terangkat, lalu menghampiri Jisoo yang tengah duduk di kursi meja makan.

Seokjin menyadari satu hal. Raut wajah istrinya yang nampak kesal, dengan pandangan yang terus tertuju pada objek yang tergeletak begitu saja di atas meja. Seokjin terhenyak ditempatnya.

"Apa terjadi sesuatu?"tanya Seokjin yang telah berhadapan dengan Jisoo kini menyilangkan kedua tangannya di dada

"Untuk apa kau memajang foto yeoja lain, di kamarmu sendiri?"dagu Jisoo menunjuk bingkai foto putih tulang tersebut

Shit. Seokjin merutuki dirinya sendiri. Lelaki itu telah menyembunyikan benda pembawa petaka itu baik-baik, tapi.. mengapa kembali muncul ke permukaan? Dugaan lelaki itu jika Jisoo menemukannya di meja kerja.

"Sedekat apa hubungan kalian? Ah.. kalian hanya teman, bukan?"

"Kau salah paham, Jisoo-ssi. Kami han-"

"Tolong! Jangan membuat omong kosong di pagi hari. Percuma saja aku mendengarkan hal yang tak berfaedah"

Jisoo menarik nafasnya dalam, berusaha agar amarahnya tidak meluap. Seokjin hanya bisa terdiam ditempat, ia berusaha ingin menjelaskan hal yang tengah mereka perdebatkan.

"Jisoo-ssi, dengarkan penjelasan ku. Solbin hanya teman saat di perusahaan lama ketika aku bekerja, dan foto itu.."kalimat Seokjin tergantung sesaat

"..kami hanya bertukar foto untuk kenangan."

Mendengar penuturan suaminya, Jisoo memijat pelipisnya pelan. Mengapa hati yeoja itu tetap saja kesal

"Benarkah? Lebih baik aku pergi. Aku menyesal telah memberikan diriku pada-"

Tak sempat melanjutkan kata selanjutnya, bibir ranum Jisoo telah dibungkam oleh lelaki yang sedari tadi beradu argumen dengan dirinya. Tentu Jisoo terkejut beberapa saat dengan perlakuan tiba-tiba Seokjin. Dan, bodohnya yeoja itu terlena oleh ciuman memabukkan itu.

Perlahan kelopak mata cantik Jisoo tertutup. Mengikuti alur permainan yang diciptakan Seokjin, sedangkan tangan lelaki itu telah bergerilya liar dibalik kaus oblong kebesaran yang dikenakan Jisoo. Tanpa pakaian dalam, Seokjin dengan mudah mengakses seluruh inci tubuh istri cantiknya itu.

Jisoo menyerahkan seluruh tubuhnya. Lenguhan merdu muncul saat Seokjin bermain pada pertahanan milik Jisoo dengan jari-jari nakalnya. Terbaring lemah dibawah naungan Seokjin yang nampak gagah ketika mereka beradu cinta.

Pada akhirnya mereka melanjutkan kegiatan semalam yang nampak tak puas, tepat di meja makan. Sesekali suara merdu yang mereka ciptakan bergema seisi ruangan.

•••

Derap langkah berdentum dari sepatu hills merah Jisoo yang tengah berjalan di lorong kantor perusahaannya. Tungkainya terus mengayuh, tapi tidak dengan pikirannya yang terus berkecamuk sedari tadi. Tatapan lurus nan kosongnya mampu menandakan yeoja itu tidak baik-baik saja saat ini.

The MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang