00)

260 126 148
                                    

Semilir angin bertiup di pinggiran kota kala itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semilir angin bertiup di pinggiran kota kala itu. Awan kelam menyelimuti sinar matahari sejak terbit fajar lantas menciptakan mendung yang berkepanjangan. Hanya sedikit kendaraan yang berlalu-lalang mengingat angin yang begitu kencang akan menerpa siapapun yang melintasi.

Duduk beralaskan lantai keramik warna putih bersuhu rendah, seorang anak kecil tengah berdiam diri di emperan toko yang tutup dengan menekuk kedua lututnya, merengkuhnya erat akibat kedinginan. Ia mengenakan kaos lengan panjang dan celana panjang. Terlihat raut sedih dari wajahnya yang mungil.

Dua Minggu sudah berlalu semenjak pamannya meninggalkannya di tempat yang sangat asing. Namun, ia belum pernah lagi melihat batang hidung lelaki dewasa itu setelah ia ditinggalkan di panti asuhan.

Kepalanya menunduk, menyelipkannya pada lipatan tangan dan lutut untuk menyembunyikan tangisnya. Anak lelaki yang malang. Ia tak kenal siapapun di tempat asing ini dan tak berniat untuk menjalin pertemanan dengan anak-anak sebayanya, ia hanya ingin pulang.

Diwaktu bocah itu merenung, terdengar suara langkah kaki seseorang  menginterupsi pendengarannya. Lantas, dirinya mendongak, hal yang pertama ia lihat saat itu ialah seutas senyum manis dari gadis berusia lima tahun dengan pita putih yang menghiasi helaian rambutnya.

"Hai!"

Sengat cerah, hal yang pertama kali bocah laki-laki itu pikirkan ketika melihatnya. Segera ia mengusap tangisnya dengan lengan kaos yang ia kenakan.

Tanpa meminta izin terlebih dulu, gadis yang lebih muda itu duduk disebelahnya. Mencari posisi yang nyaman untuk menempatkan pantatnya. Menoleh pada cowok disampingnya, lalu tersenyum lagi. Bocah itu memprosesnya agak lambat, tapi hatinya tak bisa bohong. Ia senang ada yang menghampiri saat dirinya tengah terpuruk.

"Langitnya mendung, ya?" Pertanyaan retoris gadis itu lontarkan. Alih-alih menjawabnya, yang lelaki memilih untuk tetap diam. Mengamati setiap gerak-gerik yang gadis itu lakukan. Lucu, pikirnya. Gaun selutut berwarna biru muda itu melekat padanya dengan cantik. Dan itu menjadi atensinya sekarang.

"Huftt! Kamu habis nangis, ya? Kata mama, buat jadi manusia yang kuat kita engga boleh sering nangis"

Bocah itu hanya mendengarkan ocehan sang gadis. Tak berniat untuk benar-benar mengerti apa yang gadis itu maksudkan.  Sedetik kemudian pandangannya menatap lurus rumput yang ada di hadapannya. Rumputnya kering, seperti air matanya bila terus ia lepaskan.

Tangan gadis itu segera merogoh tas selempang kecil yang menggantung bebas di pundaknya. Ia mengeluarkan sebungkus coklat kecil dari dalam. Berniat mengasihkannya pada yang lebih tua.

"Ini," tawarnya pada anak laki-laki itu dengan kedua tangannya ikut memegang sebungkus coklat. Kebingungan, bocah itu mengambilnya dengan sangsi. Ia sekalipun tak pernah berpikir ada seseorang yang mau memberikannya sesuatu tanpa diminta.

"Aku tadi ambil dari toko itu"

Tutur yang lebih muda sambil menunjuk pada bangunan di seberang jalan yang jaraknya dua puluh meter dari tempatnya berada.

"Aku mengambilnya, tapi karena penjualnya engga ada, jadi, aku hanya meninggalkan 500 rupiah"

Jujur, itu lah yang tengah gadis itu lakukan saat ini. Kedua bocah kecil itu saling menatap. Mata gadis itu berbinar seolah mengisyaratkan kalau tindakannya itu tepat. Lantas yang lelaki hampir tertawa dibuatnya. Ia sedikit bahagia atas eksistensi gadis kecil itu. Ditambah cara bicaranya dan ucapan jujurnya, mungkin untuk beberapa waktu kedepan ia tak akan melupakan momen ini.

"Kenapa tertaw-"

"ADHIS!"

Merasa namanya dipanggil, yang perempuan menoleh, melihat sosok lelaki yang sepantaran dengannya sedang melambai ke arahnya dari jauh.

"Akh! Aku lelah bermain petak umpet dengannya!"

Keluhnya sembari memanyunkan bibir merah muda miliknya. Lagi dan lagi bocah itu dibuat gemas dengan tingkah laku makhluk berwajah cantik dihadapannya. Dirinya seperti melihat sosok peri.

Namun, khayalannya pupus tatkala makhluk nan cantik itu menarik tubuhnya dari lantai keramik. Seperti ada niat untuk menjauh.

"Apa peri ini akan pergi?"

"Aku akan kesepian..."

"Bisakah peri ini tinggal sedikit lebih lama?"

Banyak sekali pertanyaan yang melingkupi kepala anak laki-laki tersebut. Ia tak ingin gadis itu pergi dari sisinya, ditambah ia belum berkenalan dengannya. Walau sempat mendengar namanya dipanggil oleh seseorang. Tetap saja, ia merasa ini tidak adil.

Tangan gadis kecil itu terulur. Tanpa ragu tangan sang anak lelaki menyambutnya dengan tatapan sedikit tak ikhlas jika harus merelakan kepergiannya. Ia akan sedih.

"Aku senang menemukanmu"

Hanya satu kalimat yang keluar dan itu berhasil menimbulkan ombak yang luar biasa pada sudut hati anak itu.

"Namaku Adhis, namamu siapa?"

Tatapan sendu itu mulai tergantikan dengan tatapan berbinar. Bocah itu senang perinya bertanya tentang namanya. Ia pun mulai membuka mulut.

"Namaku Andhi-"

"AYOKK!!"

Ah, dunia memang tidak adil terhadap nasibnya. Disaat dirinya ingin berucap, tangan gadis itu sudah ditarik terlebih dahulu oleh sosok yang memanggilnya tadi.

Bayangan mereka mulai lenyap. Punggung peri yang membuatnya senang walau hanya sesaat kini sudah pergi entah kembali atau tidak. Tangan yang awalnya terulur, ia tarik kembali.  Mendekapnya lalu keterpurukan mulai menyelimutinya entah untuk yang ke berapa kali. Ia menangis teramat sangat.  Hal yang benar-benar membuatnya bahagia hilang sekejap mata. Ia mulai benci pada hidupnya sendiri. 

Namun, takdir mempertemukan mereka berdua juga bukan tanpa alasan. Semua itu bukan kebetulan. Takdir akan membawa mereka pada suatu jejak yang tak terduga.

Bagaimana anak kecil itu bisa bertahan? Takdir macam apakah yang akan membawa mereka? Kau akan menemukannya ketika menyusuri ruang yang berangkai-rangkai dan menyempatkan diri untuk singgah.

Catatan :

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Catatan :

Ide cerita murni dari pikiran saya sendiri.

Mohon jangan melakukan plagiarisme!

Cerita ini hanya fiktif belaka, tidak ada sangkut paut dengan kehidupan nyata.
Jika ada kesamaan nama, tempat, dan latar belakang itu hanya kebetulan semata.

Karakter apapun yang ditampilkan sekedar untuk visualisasi tokoh.

Hai para pembaca tercinta
Aku bawa cerita baru untuk kalian
Diharapkan untuk follow terlebih dahulu agar mengetahui informasi lebih lanjut
Terimakasih ❤️

Ruang SinggahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang