Red Light District

0 0 0
                                    

Teman-temanku bilang aku payah dalam beberapa hal, yang mana satunya merupakan payah dalam mencari jalan dan membaca arah. Dan entah bagaimana bisa otak dan kakiku saat ini bekerja sama, aku dengan bodoh nya dengan santai dan tak tahu diri melegang begitu saja ke Red Light District di Negeri Matahari Terbit, tepatnya di Kabukicho, Shinjuku, Tokyo.
Mataku mengerjap berkali-kali saat menatap orang yang lalu lalang didepanku sembari merangkul satu sama lain, yang mana bukan hal lazim di sini. Terdengar berbagai lontaran kalimat manis dibisikkan dari mulut ke telinga yang tertu saja tak lebih dari lip service mereka pada pelanggan. Tampak di depanku berbagai bangunan dengan warna lampu menyala dan berbagai foto lelaki dan perempuan yang dipasang di billboard depan. Otakku dengan cepat memutar berbagai informasi yg ku punya, gedung gedung bar dengan host dan hostess yang siap melayani kalian bersenang - senang, minum minuman keras dengan berbagai harga, sebuah mimpi indah yang di dambakan berbagi orang di dunia, yang bagiku tak lebih dari sekadar kalimat pemanis bagi mereka yang haus akan uang.
"Onee-san, kochi koiyo (Mba, sini mba)"
Seorang Host (laki-laki penghibur/teman mimun) dengan jas dan dandanan glamor berjalan ke arahku sembari memasang senyum lebar dan melambaikan tangannya seolah kami sudah kenal. Dahiku mengernyit, dari jarak yg lumayan jauh entah bagaimana dapat kucium wangi parfum White musk yg dipakainya, jenis parfum yg aku tidak suka bercampur dengan bau rokok dan berbagai jenis minuman keras seakan menguar dengan begitu kencang dari arahnya.
"Gilak, baunya.... Woah... " batinku.
Tapi kakiku entah bagaimana tidak mau bergerak, rasanya seperti ada yang menggengamnya erat-erat agar aku tak dapat melangkah pergi dari tempat itu. Ini merupakan hal payah lainnya dariku, otakku lagi-lagi memutuskan dengan sepihak bahwa ia dan kakiku tak mau bekerja sama dengan baik. Seakan memberikan kalimat 'good luck' pada hal yang entah bagaimana akan terjadi bila lelaki Host itu mengajakku ke bar tempatnya bekerja.
"Demi kerang ajaib. Plisss... Ayo dong, gerakkkkkkk...." pintaku dalam hati sembari mataku terus menatap host itu dengan derap langkahnya yang makin mendekat, serta senyum yang terpampang diwajahnya membuatku makin tegang yang tentu saja tidak membantu sama sekali dan hanya akan membuatku tamat seperti orang bodoh.
Dengan sekuat tenaga ku kerahkan kekuatan lahir dan batinku untuk menggerakkan kakiku yang serasa paralyzed ini, padahal aslinya kakiku baik-baik saja. Sedikit demi sedikit aku dapat merasakan tubuhku mau bergerak.
"Baiklah diriku yang sudah bekerja keras di negeri orang. Sekarang kita perlu melarikan diri, kamu ngga mau kan ditempelin sama makhluk yang baunya bakal nemplok sama kamu berjam-jam. C'mooonnn....ayooooo"
Tubuhku berbalik sempurna dan dapat kurasakan degup jantungku yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya, perasaan bahagia yang membuncah tiba-tiba karena akhirnya aku berhasil menggerakkan tubuhku sendiri, aku yang akhirnya bisa melarikan diri dari si....
Jdukk
"Aduh!" teriakku
"Ara..."
Ku pegangi hidungku yang terasa sakit karena harus menahan hantaman antara kacamataku dengan sesuatu (?) yang tiba-tiba muncul begitu saja entah dari mana didepanku, bukannya meminta maaf sesuatu di depanku tertawa. Sesuatu itu tertawa???. Kepalaku dengan cepat mendongak ke atas, menatap seorang lelaki usia 30-an dengan paras ikemen rupawan khas Jepang tengah menatapku sembari tersenyum dan memamerkan senyum super teduh miliknya.
"Are you okay?" tanyanya sembari mengulurkan tangan hendak mengusap kepalaku. Namun tanganku lebih dulu menepis tangannya, dahiku kembali mengernyit. Apa yg membuat situasi ini begitu lucu baginya hingga ia tetap tertawa bahagia seperti itu.
"Yeah"
"It's rare for a foreigner to ended up here in red light district (jarang loh orang asing kesini tuh)"
Aku kembali mendongak ke arahnya, ia berbicara bahasa Inggris dengan baik. Bukannya bagaimana, hanya saja aku masih jarang sekali menemukan orang Jepang yang dapat berbicara Bahasa Inggris dengan baik sepertinya, apalagi ia tidak berbicara dengan accent, bahkan secuilpun.
"Oya... Sonna kawaii ojou-san wa Nani kokotte iru? (Nona cantik kaya kamu ngapain kesini?)" Tanya nya.
Aku yang tadi menatapnya dengan tajam mendadak luluh. Sialan, suaranya mirip suara Seiyuu favoritku Suwabe Junichi-san. Tidak.. Tidak.. Tidak.. Tidak boleh, dia bukan Suwabe-San, jangan turunkan guardmu.
" Aku kesasar" jawabku.
Lagi-lagi ia tertawa lepas mendengar jawabanku. Aku merasa ia seperti sedang mengolokku dengan tawanya yang renyah, kurang ajar.
"Oh... Ryo nii-san"
Host yang tadi awalnya me lambai ke arahku membungkuk 90° pertanda memberi salam ke arah lelaki di depanmu yang ternyata bernama Ryo.
"Yo Kaede"
"Nii-san kenal wanita ini kah? Pelanggan Nii-san juga"
Aku berdeham kecil saat ia menyebut sebagai pelanggan Ryo. Mungkin si Kaede ini mengira aku pelanggan bayangan dari Ryo. Tiba-tiba saja wajahnya mendekat kearahku aku yg kaget refleks mundur darinya kemudian mengernyit lagi.
"Hee... Tapi aku ngga pernah lihat mukanya di Bar kita. Lagian sepertinya dia terlalu kaku untuk tipikal pelanggan, tapi ya ngga tahu sih manusia kan ngga ada yg bisa nebak" ucapnya santai "Tapi ngapain kamu mundur sebegitu jauhnya dariku woy" ia menunjuk ke arahku yg berdiri di belakang Ryo.
"anata wa niyoi ga suru (kamu bau')" sepatku.
"haaaa... Omaewaaa..."
"Hahahahha... Hahahaha" Ryo lagi-lagi tertawa nyaring , sepertinya laki-laki ini tidak beres, ia terus tertawa seperti itu dalam waktu singkat.
"Mba ini orang asing Kaede, bukan pelangganku. Kamu harusnya lihat ekspresinya pas kamu bilang dia pelangganku hahahha... Dia seperti ingin membunuhmu hahahah... Eh, aku baru sadar kalau mbaknya bisa bahasa Jepang"
Ryo berbalik dan menatapku lembut. Tatapan yang sudah pasti ia berikan pada pelanggan pelanggannya selama ini. Ngga bohong sih, cewe manapun kalau ditatap begitu pasti pada langsung doki-doki.
"Aku kerja disini.. Aku.."
"WA... Dia mimisan"
Ryo dengan cepat memegang kepalaku dan menyuruhku agar menundukkan kepala. Lantas ia memberiku sapu tangan yang ia keluarkan dari jasnya. Sebentar... Sepertinya aku pernah melihat desain sapu tangan ini.. Tapi dimana ya.
"Kamu ngga papa? Aku antar sampai depan gerbang distrik dan cari taksi"
Aku hanya menganggukkan kepala sembari memegang hidungku "Kaede, aku antar mbaknya dulu. Kamu balik ke Bar dulu"
"Hai. Nii-san"
Kami berdua berjalan beriringan dengan pelan menuju gerbang depan distrik Kabukicho, sembari menahan malu aku tidak ingin mengatakan sepatah kata pun pada Ryo dan hanya menunduk sembari berjalan dibelakangnya. Aku juga bersyukur ia tidak bertanya hal lain. Tak berapa lama kami sampai di depan gerbang distrik, Ryo melambaikan tangannya dari trotoar untuk mencarikan taxi.
"Hati-hati ya. Lain kali jangan nyasar lagi. Dah ojou-san" bisiknya sembari tersenyum dan menutup pintu taxi. Senyum yang entah bagaimana meninggalkan hal mengganjal di benakku.
-Setelah taxi melaju meninggalkan Kabukicho-
"Astaga... Maluuuuunyaaaa" ucapku
Ku lepas sapu tangan milik Ryo yang menutupi hidungku. Mimisanku yang syukurnya sudah berhenti, namun mataku terbelalak kaget manakala melihat sapu tangan milik Ryo. Aku dengan cepat mengenali desain sapu tangan ini.
"Nooo... Aduh Gustiii... Ini kan sapu tangan exclusive keluaran Hermes Fall season limited edition. Demi kerang ajaib.. Aku kena karma apa sih??!!!" teriakku yang juga membuat supir taxi yang ku tumpang kaget bukan kepalang
Ryo... Ryo of Kabukicho yang di panggil Nii-san, kamu sebenarnya siapa?.

Moonlight SonataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang