Sialan!
Umpatan yang pertama kali keluar saat Tu terbangun. Ya, dia kesiangan!
Segera Tu melompat dari kasur menuju kamar mandi. Entahlah ia akan mandi atau hanya cuci muka dan menggosok giginya.Sialnya lagi, sesampainya di sekolah setelah berlari sejauh dua ratus meter dari kosannya, gerbang sekolah telah tertutup rapat.
"Sialaaaan!"
Tu memutar otaknya, lantas mengingat ada pintu masuk dari belakang sekolah. Ia pun segera ke sana.
"Tinggi banget, gak papa, deh. Toh, gue juga udah lulus dari akademi permonyetan."
Tu perlahan memanjat kursi usang yang hampir saja roboh itu dengan hati-hati dan berusaha menaiki tembok yang telah usang itu.
"Hampir berhasil, Tu. Bisa bisa bisa."
Selangkah lagi.
Brug!
Tu menjatuhkan dirinya untuk langkah terakhir dari implementasi akademi permonyetan itu. Tubuhnya tersungkur di bebatuan kerikil. Perih memang tapi tidak ada waktu lagi, hari ini ada ulangan!
Tu berlari tergesa sampai tak sengaja menabrak siswa lain di depannya. Tidak ada kata maaf, Tu hanya melirik sekilas siswa yang jatuh tersungkur dengan tatapan sinis kemudian ia melanjutkan lajunya.
Bodo amat!
"Maaf pak, saya terlambat."
Ucapnya pada Pak Kevin, guru matematika. Guru muda dengan kacamata oval itu hanya mengerling malas. Bagaimana tidak? Siswi dengan cepolan setengah rambut itu sering sekali bahkan setiap kali jamnya selalu terlambat. Hey, dia bahkan tidak mengikuti upacara hari Senin.
"Kamu ulangan di ruangan saya setelah istirahat."
Tu menghela nafas yang selama ini ia tahan. "Ayolah, Pak. Saya tidak telat sampai setengah jam, kok."
"Sebagai pembelajaran kamu untuk datang lebih awal, Tu. Sudah berapa kali? Satu dua tiga empat dan seterusnya. Apa yang kamu lakukan sampai terlambat hampir setengah jam?"
Tu akhirnya pasrah lalu kembali ke bangkunya. Teman-teman sekelas menatap malang tu, ia tak bisa mencontek saat ulangan.
---
Jam istirahat tiba, Tu melangkahkan kakinya malas menuju ruang guru. Bisa terlihat guru dengan kacamata oval itu tersenyum mengejek saat Tu memasuki ruangannya. Rasanya Tu ingin sekali menonjok rahangnya agar ia tak bisa tersenyum lagi.
"Duduklah!" Titah Pak Kevin sembari menunjuk meja dekat sofa.
Tu menurut dan mengeluarkan alat tulisnya dengan malas.
Pak Kevin menghampiri Tu dengan beberapa lembar kertas soal dan lembar jawaban."Semangat dong. Bayi singa harus semangat untuk masa depan."
Sialan! Kevin sialan!
Tu terus mengumpat pelan pada guru muda yang sesekali tersenyum mengejek itu.
"Apa kau baru saja memujiku, nona manis?" bisiknya dengan nada yang sensual. Membuat Tu bergidik ngeri.
Pak Kevin tertawa bak setan. "Itu akibatnya kalau kau tak menuruti permintaanku."
"Guru macam apa yang meminta anak didiknya untuk ke hotel dengan baju kurang bahan yang Bapak berikan, huh?!" Tu sudah tidak tahan lagi.
Pak Kevin terdiam sebentar lantas tersenyum. "Kamu nampak manis saat memakai dress itu, Tu sayang."
Rasanya mual sekali saat guru mesum nan munafik itu memanggil Tu.
Sejak Pak Kevin tak sengaja menangkap Tu di lantai dansa bar, semuanya berubah. Pak Kevin terus mengancam Tu dan memperlakukannya bak seorang pelacur. Sialan sekali!"Kerjakan dengan tenang atau..."
"Diam! Duduklah di tempat Anda, Pak."
Pak Kevin tertawa terbahak-bahak. "Baiklah, nona seksi." Dengan sengaja menekan kata 'seksi' membuat Tu ingin muntah di tempat. Menjijikan!
Tu menghela nafas panjang. Akhirnya ia bisa menyelesaikan ulangan bak neraka itu. Bukannya fokus, ia malah merasa ngeri dengan tatapan mesum yang dilemparkan Pak Kevin.
Andai saja kejadian itu tak pernah ada mungkin hidup Tu tak akan terbebani oleh satu manusia yang tak pantas disebut guru itu. Andai saja ia tak meminum gelas yang berisi obat perangsang yang diberikan oleh temannya. Andai saja ia tak pernah bertemu Pak Kevin. Andai saja ia bisa mengendalikan birahinya.
"Sialaaaan!"
Tu terduduk lemas dengan air mata yang sudah tak tertahan. Ia menangis.Uluran asing dengan sapu tangan itu membuat Tu menoleh. Siswa dengan gaya rambut Dora dengan kacamata, ah pria tadi yang ia tabrak.
"Tidak usah!" Tolak Tu seraya mengusap kasar air mata sialan ini.
"Setidaknya ini bisa menghapus ingusmu, Tu Tontawan."
Tu menolah cepat. "Ingus? Iyakah?"
Tu segera mengambil sapu tangan itu dan mengelap hidungnya."Sial, bisa rusak kecantikan gue kalo ingusan."
"Nih!" Tu mengembalikan sapu tangan itu tanpa ada kata terimakasih dan langsung pergi.
Pria aneh itu melongo tak percaya. Lihatlah bekas ingus Tu Tontawan yang berharga itu kini menjalar ke tangannya.
"Wanita bisa seperti itu, ya?"
***
Jangan lupa vote sama komen ya say😚
31 Juli 2022