Terlihat dua anak perempuan berumur lima tahunan, saling berebut boneka kelinci.
“Punyaku!”
“Pinjem!”
“Nggak boleh!”
“Pinjem!”
Bruuk! Anak berambut ikal itu terjatuh, terdorong anak berpipi tembem yang berusaha merebut mainannya.
“Huwa..hu..hu..hu..” tangis anak berambut ikal. Seorang wanita datang menghampiri mereka, karena mendengar suara tangis anak kecil di samping rumahnya.
“Altha! Ada apa ini ?” tanyanya menghampiri putrinya Altha, dan membantunya berdiri.
“Itu Ma, boneka Al diambil sama Syabil,” tunjuk Altha kearah Syabil.
“Syabil, boleh tante minta bonekanya!” pinta Mama Altha mengulurkan tangan kearah Syabil. Syabil menggelengkan kepala, menyembunyikan boneka itu di balik punggungnya.
“Tidak!!” tolak Syabil.
“Itukan bonekaku Bil, hu..hu..hu..” ucap Altha yang masih terisak.
“Sudah Al, cup..cup.. jangan nangis lagi ya!” ucap Mama Altha mengelus pundak anaknya menenangkan.
“Ada apa ini Mama Altha?” tanya wanita yang tiba-tiba datang menghampiri mereka dengan langkah tergopoh-gopoh.
“Eh, Mamak Syabil, ini boneka Al direbut sama Syabil.” jelas Mama Altha.
“Syabil, balikin boneka Altha!” pinta Mamak Syabil, menatap tajam ke arah anaknya. Syabil hanya menggeleng kepalanya cepa-cepat, melangkah mundur, menundukkan kepala menghindari tatapan Mamaknya.
“Balikin Syabil!!” bentak Mamak, menarik boneka yang dipegang Syabil. Syabil mencoba menahan boneka itu, namun kalah kuat dengan tarikan Mamaknya. Mamak berhasil mengambil boneka itu dari tangan Syabil.
“Mamak jahat!!”
Syabil terisak, berlari menuju rumahnya. Mamak kaget dengan ucapan anak semata wayangnya, memandang nanar kepergian Syabil.
“Ma-maafin, anak saya ya, Mama Altha!” ucap Mamak Syabil sedikit membungkuk, menyerahkan boneka ke Mama Altha.
“Iya Mak, nggak pa-pa, namanya juga anak kecil.” ucap Mama Altha tersenyum.
“Saya permisi dulu,” pamit Mamak Syabil, bergegas pulang menyusul anaknya.
***
Di ruang makan.
“Mamak jahat, huhuhu... Mamak sama Bapak nggak sayang sama Syabil!” rengek Syabil kepada Mamaknya.
“Syabil, Mamak sama Bapak pasti beliin kamu mainan, tapi yang sabar ya nak, Mamak sama Bapak masih ngumpulin uangnya.” ujar Mamak mencoba menenangkan Syabil, dibelainya rambut Syabil, namun segera ditepis dengan kasar oleh Syabil. Syabil berlari menuju kamarnya, meninggalkan Mamak yang menatapnya nanar, hati Mamak terluka akan sikap Syabil.
***
Hari menjelang sore ketika Bapak Syabil pulang.
“Syabil!” panggil Bapak saat memasuki rumah, berjalan menuju ruang makan.
“Lagi ngambek.” Jelas Mamak keluar dari dapur membawa secangkir kopi, diletakkan kopi itu di atas meja. Lalu duduk di kursi di sebelah Bapak.
“Ada apa lagi?” tanya Bapak terdengar lesu.
“Tadi siang, dia berebut boneka sama Altha.”
“Pak, apa ada uang lebih, buat beliian Syabil mainan?” tanya Mamak hati-hati.
“Entahlah Mak, akhir-akhir ini, angkot bapak sepi penumpang.” terang Bapak disertai helaan nafas panjang.
“Apa perlu Mamak mencuci baju tetangga lagi.”
“Jangan Mak! Kasihan kandungan mamak masih lemah.”pinta Bapak. Mamak menatap Bapak sedih, dia bingung, bagaimana caranya agar dapat membelikan boneka untuk Syabil.
***
Keesokan harinya, setelah bapak berangkat kerja dan maengantar Syabil sekolah TK, nanak pergi ke rumah tetangga yang dulu biasa memintanya untuk menjadi buruh cuci.
“Permisi, Bu Jarwo!” panggil Mamak di depan pintu yang terbuka. Terdengar suara langkah kaki ke arah Mamak berdiri.
“Eh, Mamak Syabil, ada apa?”tanya Ibu Jarwo saat sampai di muka pintu.
“Apa ada pakaian ibu yang perlu dicuci?” tanya Mamak hati-hati.
“Ada sih, tapi Mak, kandungan Mamakkan masih lemah.” jelas Ibu Jarwo.
“Nggak pa-pa kok Bu Jarwo, saya lagi butuh uang buat beliin Syabil mainan,” terang Mamak. Ibu Jarwo yang merasa iba, mempersilahkan mamak untuk masuk dan mengantar Mamak ke kamar mandi, dimana tumpukan baju kotor yang nantinya akan Mamak cuci berada.
***
Mamak telah selesai mencuci, diangkatnya tumpukan baju di dalam bak yang cukup besar secara pelan-pelan.
Bruk!!
Tiba-tiba Mamak jatuh terpeleset sebelum berhasil mengangkat bak tersebut. Mamak jatuh karena terpeleset lantai kamar mandi yang licin oleh sisa busa deterjen. Bu Jarwo yang mendengar suara benturan keras dari arah kamar mandi, langsung mendatangi sumber suara tersebut.
“Ya ampun! Mamak Syabil!” teriak Bu Jarwo panik. Saat mendapati mamak jatuh dengan posisi duduk, memegangi perutnya, merintih kesakitan. Bu Jarwo kaget saat melihat cairan merah mengalir di kaki mamak. Bu Jarwo semakin panik, dia memanggil tetangga sebelah, meminta pertolongan. Dibawanya mamak segera ke rumah sakit terdekat.
***
“Mamak, bangun! Huhuhu.“ isak Syabil berdiri di sisi ranjang tempat Mamak berbaring
“Mak, maafin Syabil.” Bapak yang berdiri di belakang Syabil menepuk bahu Syabil mencoba untuk menenangkan hati putrinya.
“Syabil!” panggil Mamak lemah. Mamak mencoba membuka matanya yang tersasa berat, dipandanginya putri dan sang suami dengan tatapn sedih.
“Mamak, maafin Syabil. Gara-gara Syabil, Mamak jadi kehilangan dedek bayi.” Ucap Syabil di sela isak tangisnya. Mamak tersenyum lemah mendengar ucapan anaknya. Digapainya kepala Syabil, mencoba untuk membelai rambut Syabil dengan penuh kasih sayang.
“Tidak apa-apa, Syabil. Ini salah mamak yang terlalu memaksakan diri.” Sebulir air mata jatuh dari mata Mamak saat memandang wajah sang suami yang mencoba tersenyum kepadanya. Mamak tahu, suaminya berusaha tegar dan ikhlas meski hatinya pedih karena kehilangan anak keduanya yang diperkirakan 2 bulan lagi akan lahir.
“Syabil janji, mak. Syabil nggak akan nakal lagi. Nggak minta-minta mainan lagi. Syabil janji!” Bapak dan Mamak tersenyum mendengar ucapan anaknya, direngkuhnya pundak Syabil mendekat ke arah Mamak, diikuti Bapak yang memeluk mereka berdua dari belakang punggung Syabil. Mereka bertiga berusaha untuk mengikhlaskan anggota keluarga mereka yang baru saja pergi. Karena mereka yakin, pasti ada hikmah dibalik setiap rencana Tuhan.
~The End~