"Apa yang telah terjadi? Dan mengapa itu terjadi?"
Hm.
Beberapa waktu yang lalu. Tidak. Beberapa hari yang lalu. Ku temukan setitik cahaya di hidupku. Seperti malaikat yang diutus Tuhan untuk menghapus sedihku.
Surai angin membisik pada telingaku. Terdengar seperti suatu kalimat yang teramat menggambarkan perasaanku.
"Sekarang, tak akan ada satu orangpun yang peduli padamu."
Argh! Sial!
Ku hantamkan kepalan tanganku, memecah kaca yang memantulkan cerminan diriku. Tapi, kenapa?
"Karena kau ditakdirkan untuk sendiri di dunia ini. Kau tak punya hak untuk berteman dengan siapapun!"
Kau?! Aku tak pernah bisa membayangkan. Entah dari mana bisikan kata-kata mengerikan itu berasal.
Kau tau darimana?! Dan kau siapa bisa mengatur takdirku seperti itu. Apa yang kau katakan tidaklah benar! Aku masih punya setitik cahaya di hidupku!
Kumulai tersenyum. Kenapa aku berperang melawan kata hatiku sendiri? Aku mungkin sedang berada di angka (-1) dalam emosiku. Yah, aku jatuh. Untuk kesekian kalinya. Sial.
Oh iya. Apakah aku boleh bercerita tentang cahayaku itu? Mungkin kau tak mau mendengarkan ceritaku. Tapi, kau harus mau. Untuk kali ini saja. Kumohon...
Ku mulai saja --tak peduli kau mau atau tidak. Beberapa hari yang lalu, aku berada dalam kondisi terburuk ku. Sakit, luka, depresi, stress, derita, bahkan tak ada kata ceria di hidupku. Kau pasti tau. Ya, semua serasa gelap. Aku terkubur dalam kesepian dan penderitaan. Pernah ku berfikir untuk lari. Tapi semua gelap. Aku tak bisa melihat apapun. Aku tak tau harus kemana untuk berlari. Sampai pada saat yang tak kuduga...
"Hay, namamu siapa? Kamu tinggal dimana? Umur kamu berapa?"
Aku mengenal seseorang. Entah kenapa dia mau mengenalku, apakah semua ini hanya candaan?
Kumulai hari-hariku seperti biasa. Terkurung dalam kesepian. Sampai pada akhirnya...
Dering nada pesan terdengar.
Ada sebuah pesan. Ternyata dia! Benarkah? Kenapa dia semakin hari semakin ingin mengenalku?!
Aku mulai asyik berbalas pesan dengannya. Canda, tawa, aku dibuat nyaman dengannya.
Semua seakan sirna. Sedih, kesepian, derita dan air mata, entah kemana semua itu pergi.
Kumulai melihat setitik cahaya itu. Yah, walau jauh, aku tetap bisa melihatnya. Aku mulai berlari mengejar cahaya itu. Sampai, pada suatu saat,
cahaya itu mulai redup. Tapi, kenapa? Aku berlari ke arah yang benar. Aku berlari menuju titik cahaya itu. Tapi kenapa makin redup?
Lagi-lagi sebuah bisikan kelam menusuk pikiranku.
"Kau terlalu berharap pada titik cahaya itu. Kau tak akan bisa meraihnya. Karna itu sudah takdirmu. Kau terlahir untuk berada dalam kesepian."
Tidak!
Aku membantahnya dengan lantang.
***
Setelah ku berfikir, mungkin itu benar. Cahaya yang menemaniku beberapa waktu lalu, sekarang mulai redup, atau mungkin akan padam.
Aku pernah berfikir. Kenapa dia mau mengenalku? Padahal aku hanyalah kegelapan yang kelam. Sedangkan dia adalah cahaya yang menerangkan. Seharusnya, dia berteman dengan cahaya yang lainnya.
Aku mulai merasa tenang. Dia sadar siapa dirinya. Tak sepantasnya cahaya berteman dengan kegelapan. Dia mulai asyik dengan cahaya yang lain. Hal baiknya, dia masih mau jikalau sekedar melihatku atau menanyakan keadaanku. Tapi, yah, seperti yang beberapa kali aku katakan tadi. Dia mulai REDUP. Dan ku harus siap untuk ditinggalkannya. Cahaya yang pernah mengenal diriku.
Hahaha.
Bolehkah aku tertawa sebentar? Oh iya, apakah ceritaku ini bisa kau pahami? Aku rasa kau bisa memahami ceritaku. Aku hanya memperumpamakan kalau sosok dia Itu adalah cahaya ku. Walau itu dulu sih, sekarang tidak.
Datang akan pergi. Lewat kan berlalu. Ada kan tiada, bertemu pun pasti akan berpisah. Sebuah lirik yang pas untuk sekarang ini.
Jadi, untuk menutup cerita ku yang tidak jelas ini. Aku ingin mengatakan sesuatu padamu.
Alasan kenapa aku mulai berjuang, alasan kenapa aku begitu ingin hidup. Itu semua salahmu. Kau membuatku terikat dengan waktu yang ku habiskan bersamamu.
Tapi, jika kau saat ini sudah bosan dengan ku dan mulai pergi menjauhiku. Aku sudah tidak punya alasan lagi untuk bangkit.
Aku ingin mengakhiri ceritaku.
Terima kasih. Mungkin kau bukan yang menjadi akhir kebahagiaanku. Tapi, kau adalah bagian terbaik dalam cerita hidupku.
Kurasa, aku lebih nyaman dengan kegelapan dan kesepian ini.
[28 Juli 2022.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Light
Historia CortaCahaya itu perlahan meredup, layaknya bulan yang tak disinari sang Matahari. [AN: Ini bukan karya orisinil saya. Ini karya seseorang yang pernah berarti untuk saya, karya yang ditujukan untuk saya. Tentunya, diperbaiki pada beberapa bagian.] Terima...