illusie; de luchtspiegeling

10 2 0
                                    

selamat membaca!

*

Aldari tidak pernah menginginkan ini. Tidak. Tumpukan dokumen yang menumpuk, tanda tangan yang sudah tak terhitung berapa, dia bersumpah tak pernah menginginkan ini.

Dulu, saat kecil, ibunya sering sekali memarahi Aldari dan adiknya karena berlari di dalam rumah.

“Mati saja kau, Aria..”

Bisiknya perlahan.

Oh, Wahai. Lelah sudah jiwanya yang masih belia.

***

Semua orang tau tentang 2 Bahran bersaudara. Aldari, dan adiknya yang 2 tahun lebih muda, Aria.

Si monster dingin dan si biang onar.

Aria, selalu memaki orang yang mengganggunya, dan melempar orang tersebut dengan barang apapun didekatnya.

Si sampah.

Aria tidak ingat banyak, dia hanya ingat pemakaman ibunya, dimana Aldari memeluknya sambil menangis terisak, dan ayahnya yang hanya menatap kosong foto ibunya.

Lalu, saat ayahnya menarik tangannya, dan membawanya jauh dari rumah, jauh dari Aldari.

Aria tak bertanya, karena dia takut melihat wajah ayahnya yang tak ceria seperti dulu saat dia belia.

Dan selanjutnya, yang diingat oleh Aria hanyalah cambuk yang menampar tubuhnya, tamparan yang membuat pipinya membiru luka. Lalu tangisan ayahnya yang meminta maaf.

***

“Bisakah kau menjaga sikapmu, brengsek!?” Aldari berteriak kepada adiknya. Amat lelah dengan kesehariannya.

“Uruslah dirimu sendiri, bodoh.”

Aria, yang mendengar sang kakak berteriak, hanya menjawab dengan acuh.

“Aku sudah sibuk dengan tumpukan dokumen dan perusahaan! Tak bisakah kau lebih anteng dan tidak menambah pekerjaanku, sialan!?”

“Lebih baik kau mati saja daripada membuat tugasku semakin banyak, bajingan tengik!”

Pria tersebut membanting pintu kamar adiknya, membiarkan adiknya, Aria diam disana.

“Aku takkan pernah mau mati.”

Gumamnya perlahan.

***

Melihat bosnya tidak menyaut, Sanjaya—sekretaris Aldari, sekaligus sahabatnya, masuk ke ruang CEO tersebut, dan menemukan sohibnya mengigau di sela tidurnya.

“Mati saja... Aria nakal...”

Sanjaya menghela napas pelan. Hubungan dua bersaudara tersebut sudah rusak, dan takkan bisa diperbaiki lagi.

***

Aria mengetuk heelsnya dengan kesal, lalu menatap sang sekretaris kakaknya yang menghampiri dirinya.

“Aku sudah menunggunya 30 menit, dan dia tidak ada!? Brengsek! Sebaiknya kau saja yang memberikan ini padanya, sialan.”

Aria menyerahkan kotak kayu kecil kepada Sanjaya dengan kesal, lalu berjalan, pergi keluar dari gedung kantor kakaknya, meninggalkan sang sekretaris dengan kebingungan.

***

“Dia sendiri yang membawanya?”

Dahi Aldari terlipat, lalu menghela napas tak peduli.

“Terserahlah.”

Lihat, Sanjaya benar, bukan? Hubungan bersaudara ini sudah tidak bisa diperbaiki.

***

Aldari tertawa miris, lalu menjambak surai kelam miliknya, frustasi.

“Kamu bilang kamu tidak mau mati.. Tapi kenapa kamu mengingkarinya, brengsek?”

Aldari ingat sekali, saat kakinya yang sudah lemas dipaksanya untuk berlari, menyusuri lorong rumah sakit, dengan mulut komat kamit.

Berharap adiknya baik-baik saja.

Aldari ingat betul, saat jemari adiknya yang penuh luka, menggenggam tangannya.

“Padahal.. Aku sudah bilang pada dokter.. Agar tidak memberitahukannya padamu...”

“Sialan! Kau pikir aku akan diam duduk disana saat kau sedang tergolek lemah di ranjang rumah sakit, hah!?”

“Tentu.. Kau bisa.. Melakukannya.. Bukan...?”

“Diam dan tetaplah hidup, bodoh! Aku tidak punya siapa-siapa lagi selain dirimu!”

“Kau melupakan ayah..? Ah.. Untung saja.. Ayah tidak tau tentang ini..”

“JANGAN TUTUP MATAMU, KEPARAT!”

Aldari masih ingat ucapan sang dokter mengenai operasi adik perempuannya gagal.

Aria meninggal karena kecelakaan. Tubuhnya yang kehabisan banyak darah, dan juga organ dalamnya yang hampir hancur harus membuatnya operasi.

Dan operasinya gagal.

Tangisan pria tersebut semakin kuat, dan tanpa sadar membanting semua barang diatas mejanya dengan kuat.

Ingatan yang ingin sekali dia lupakan itu, selalu terlintas di kepalanya.

Kotak kayu yang berisi surat permintaan maaf adiknya, dipeluknya erat, dengan raungan menyedihkan.

Dia masih seperti itu, hingga Sanjaya masuk ke dalam ruangannya lalu menamparnya, dan bilang jika sejak awal, tidak ada Aria, di hidupnya.

End(?)

一 𝐅𝐀𝐓𝐀𝐌𝐎𝐑𝐆𝐀𝐍𝐀 #파타모가나Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang