"Win, kita bicarakan ini besok, hmm?" Aku menangkup kedua pipi lembutnya dengan tersenyum. Membuat ekspresi yang dia sukai. Aku hanya ingin berpura-pura untuk tidak mendengar meskipun aku tau maksud dari semua ucapannya.
"Kau perlu istirahat. Mungkin besok perasaanmu akan lebih baik"
"Phii!!!" Win berteriak dengan frustasi.
Lalu sesaat kemudian partikel bening mulai mencuat dari kedua matanya. Mata yang seolah mengatakan bahwa pemiliknya tengah terluka.
"Win, jangan seperti ini. Tidak ada satupun yang Phi mengerti"
Setelah kembali ke apartement, Win tidak menatapku, bahkan tidak bicara untuk waktu yang lama. Saat aku mulai membuka pembicaraan, kami mulai berdebat, dan... Jujur aku tidak tau mengapa aku dengannya harus berada disituasi seperti ini.
"Atau Phi membuatmu marah? Maafkan Phi naa! Phi janji tidak akan melakukannya lagi" belum sempat telapak tanganku mengenai rambutnya ketika Win menepisnya lebih dulu.
"Phi cukup!" ucapnya dengan keras. Ia mengeluarkan smirk'nya yang tak pernah ia tunjukkan padaku sebelumnya "Apa Phi tau kesalahan Phi?"
Alih-alih menjawab, aku terdiam.
"Tidak kan? Lalu untuk apa meminta maaf?" ucapan dinginnya saat ini, terdengar asing ditelingaku. Seolah aku menolak bahwa itu adalah nada bicara yang Win gunakan padaku.
Sreett....
Win mencengkram pergelangan tanganku, menaikkan lengan kemeja hitam yang kugunakan. Karena gerakan tiba-tiba itu, aku meringis saat gagal melindungi lukaku dari tangannya.
"Lihat!" aku bisa melihat guratan kesedihan dalam matanya. "Phi terluka, dan aku tidak tau itu"
"Win, ini hanya luka kecil. Phi tidak apa-apa" aku segera menurunkan lengan kemejaku, menutupi bagian yang terbalut perban. Pagi ini saat syuting aku tidak sengaja terjatuh dan melukai lenganku. Lukanya tidak terlalu dalam meski harus menerima beberapa jahitan.
Win orang yang perasa, dia bisa menangis hanya karena hal kecil. Aku ingat, waktu itu aku dan Win hampir menabrak pembatas jalan karena kecerobohanku. Win tidak marah tapi dia menangis. Dia meminta maaf karena membiarkanku yang kelelahan menyetir. Anak itu bahkan menyalahkan dirinya sendiri untuk waktu yang lama. Padahal aku hampir membuatnya celaka.
Jika aku memberitahunya, dia pasti akan berlari kearahku tanpa peduli apapun. Itu pasti akan mengganggu pekerjaannya. Aku hanya tidak ingin dia merasa khawatir.
"Saat Dew menanyakan keadaan Phi padaku, aku bahkan tidak bisa mengucapkan apapun. Haruskah aku mengetahuinya dari orang lain?"
"Win tolong, ini hanya masalah kecil"
"Masalah kecil? Sudah berapa kali ini terjadi? Phi terluka. Karena takut aku khawatir, Phi tidak memberitahuku. Ya, aku mengerti. Tapi haruskan aku menjadi orang yang tidak tahu? Lalu untuk apa aku jadi pacar Phi?"
Saat terluka yang hanya dalam otakku hanyalah dia. Bagaimana cara agar dia tidak tau, agar dia tidak mencemaskanku. Agar Win tidak bersedih untukku. Sampai aku tidak sadar jika lukaku sudah selesai dijahit.
"Pernahkah Phi memikirkan bagaimana perasaanku? Aku yang tidak tau ini terus merengek agar Phi cepat datang"
"Baiklah, Phi minta maaf! Phi juga datang karena Phi merindukanmu. Win, tolong mengertilah. Phi melakukan semua untukmu!"

KAMU SEDANG MEMBACA
WITHOUT YOU
FanfictionJangan memaksa untuk memahami segala hal. Karena saat dirimu sibuk dengan itu, kau melewatkan hal terpenting.