Prolog

13 1 0
                                    

- Happy Reading -
.
.
.

Jika ditanya apa keinginannya saat ini?Gadis ini pasti akan menjawab dengan lantang bahwa di kehidupan yang sekarang dia hanya ingin merasakan bagaimana rasanya menjalankan kehidupan dengan jiwa yang tenang.

Gadis yang terlihat begitu sempurna di mata banyak orang nyatanya hanyalah seorang gadis kecil yang akan melemah di hadapan kekasihnya.

Edrea Leta Letishia, nama yang memiliki arti yang kuat sama seperti kepribadiannya.

"Za, katanya roda kehidupan itu berputar, tapi kenapa pas bagian aku muternya lama ya?" tanya gadis itu asal.

Saat ini, Edrea sedang berada di rooftop sekolah bersama dengan kekasihnya, Altezza atau yang biasa dipanggil Eza.

Eza menoleh ke arahnya, ia menangkupkan kedua telapak tangannya pada wajah gadis itu sembari tersenyum hangat.

"Kalau dunianya Rea lagi gak baik-baik aja nanti Eza bikinin pelangi biar langitnya gak terlalu gelap ya," ujarnya lembut.

Edrea mengangguk.

"Semisal nanti aku milih buat nyerah---"

Belum selesai gadis itu berbicara, lelaki yang berada di sebelahnya sudah lebih dulu menutup mulutnya dengan telunjuk.

"Cantik, Eza gak pernah larang kamu buat istirahat 'kan? Eza juga gak pernah larang kamu buat nangis, hm?"

Edrea lagi-lagi mengangguk.

"Eza mau kamu bisa jadi diri sendiri pas bareng sama Eza. Eza seneng bisa tau diri kamu yang lain dan yang gak banyak orang tau," lanjutnya.

Altezza mengelus lembut puncak kepala gadisnya.

"Cantiknya Eza itu cewek kuat yang tahan banting, cewek yang selalu berusaha terlihat sempurna di mata orang lain dan sanggup menahan luka hidupnya sendirian."

Edrea tertegun mendengarnya. Lelaki ini memang suka sekali memberi wejangan-wejangan yang bisa mengembalikan semangat sang kekasih.

"Jujur, Eza gak suka denger kamu ngomong kaya gitu lagi. Kesayangannya Eza bukan tipe orang yang gampang nyerah," ucapnya.

"Tapi, Za. Kalau semisal nanti aku udah bener-bener capek sama semuanya kamu bakal izinin aku buat lepasin semua beban aku 'kan?"

Lelaki itu menghela napas panjang, ia sempat membuang mukanya ke arah lain. Dia benar-benar tidak bisa menatap mata gadisnya yang terlihat sangat terluka.

"Gak boleh mikir macam-macam. Daripada sedih terus lebih baik sekarang kita pulang udah hampir sore juga," ajak Eza sekaligus mengalihkan topik pembahasan.

Eza bangkit dari duduknya, ia mengulurkan tangannya membantu sang gadis untuk ikut berdiri. Saat keduanya berjalan turun dari rooftop, Edrea menahan lengan Eza secara tiba-tiba.

"Kalau kamu percaya kita dipertemukan karena takdir Tuhan, kamu juga harus yakin kalau setiap pertemuan pasti ada perpisahan."

Eza hendak mengelak, tapi gadisnya itu memberi tatapan seolah meminta untuk didengarkan lebih dulu.

"Aku bakal berusaha bertahan semampu aku dan kalau aku udah bener-bener ngerasa gak mampu buat jalanin semuanya aku bakal kasih tau kamu, Za."

Edrea menggenggam tangan lelaki itu dengan erat.

"Di kehidupan selanjutnya kamu berhak bahagia dan jika itu bukan bersama aku---"

Edrea menghela napasnya, lalu kembali melanjutkan ucapannya tadi.

"---gak masalah, kok, karena terkadang jalan kerja takdir berbeda dengan apa yang sudah kita rencanakan."

Eza tidak mau mendengar lebih banyak kata-kata menyakitkan yang akan dilontarkan oleh sang kekasih.

Ia memilih untuk membawa gadis cantiknya itu ke dalam dekapannya dengan terus mengelus lembut kepalanya.

"I'm here, babe. Aku selalu disini sama kamu sampai kapanpun. I love you more than ever, my girl."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LUKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang