•DAZAI's part of view
Aku hanya melihat dari jauh. Aku tahu Chuuya sebenarnya adalah seorang manusia biasa yang bisa menangis, bahkan bisa terpuruk sedemikian lamanya.
Rasanya seperti tiada hari tanpa air mata yang jatuh
"Astaga, Chuuya. Aku masih ada disini..",ujarku. Chuuya yang mulai terlihat kembali sesegukan membuatku sungguh ingin memeluknya. Bagaimanapun, aku adalah satu-satunya orang terdekat yang bisa melakukan itu. Memeluk orang yang kukasihi sejak aku masih berada di alam yang sama dengannya adalah satu-satunya hal yang ingin kulakukan saat ini.
"...sayang.."
"Maafkan aku"
Sekitar 30 menit setelahnya, aku mendengar suara langkah kaki orang lain, memanggil Chuuya dengan suara yang terdengar risau
"Chuuya-kun..
Kau sudah menangis lebih dari 30 menit..", terlihat rasa bersalah di wajahnya yang cantik,"Sini, biar aku bantu kau keluar dari bunkernya"
Chuuya awalnya menolak dan tetap ingin berada di bunker yang kubuat lebih lama. Anee-san juga sedang berusaha membujuknya lebih agar ia tidak kembali terpuruk seperti sebelumnya
Sampai..
"DAZAAAAAIIII", meraungkan namaku, membuatku sadar kalau aku perlu berjumpa dengannya kali ini,"AKAN KUBUNUH KAU-"
Ia terdiam menyadari ada kata-kata yang salah dari ucapannya
"Tidak..
Bukan..
Bukan itu..
Aku..aku hanya.."
Cukup sudah, aku akan segera melaksanakan persyaratan kami-sama agar aku bisa melakukan hal yang ingin kulakukan. Aku tidak bisa melihatnya terus berurai air mata. Beberapa saat setelahnya, aku pergi ke tempat penjaga dan memberitahu mereka kalau aku perlu bertemu dengan yang Mulia
"Aku perlu bertemu dengan yang Mulia"
"Untuk apa?", Mereka bertanya. Mungkin karena tak biasanya
"Aku..perlu bertemu dengan seorang manusia yang kucintai"
"Sudah dikatakan. Mereka tidak punya lagi urusan denganmu. Meski manusia itu sangat spesial untukmu, Dazai Osamu"
Sungguh, para penjaga itu sangat dingin. Bahkan lebih dingin dariku dulu
"Kumohon dengan sangat. Biarkan aku bertemu dengan Yang Mulia", ujarku memohon, "Aku dengan senang hati akan menerima hukuman sesuai dengan hukum yang ditetapkan jika aku melanggar kebijakannya", kataku. Mereka terlihat memandang satu sama lain untuk sesaat
"Baiklah."
Pintu besar berwarna putih terbuka, atas izin para penjaga, tentu saja. Nampak jelas sang Mulia duduk diatas kursi kebesaran berwarna emas. Aku tentu saja berlutut hormat
"Selamat siang, yang Mulia"
Ia memandang ku dalam, sampai membuat diriku bergidik ketakutan.
Dia menyeramkan
"Oh? Kau Dazai Osamu, benar?"
"Benar, yang Mulia", jawabku penuh intonasi kehormatan
"Apa yang kau butuhkan sampai berjumpa denganku? Aku mendengar percakapanmu dengan para penjaga", katanya,"Ingin bertemu dengan seseorang?"
Tanpa terkejut, aku mengangguk pasti
"Benar, Yang Mulia", ujarku membenarkan perkataannya, "Dia adalah orang yang kukasihi selama aku masih ada di dunia saat itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
L.I.F.E
Fanfiction⚠️OOC warning [Cringe warning] "Maafkan aku", katanya. Menyesal mungkin iya. Tapi bukankah tangis itu seharusnya adalah sebuah kebahagiaan yang tertunda? Iya. Secara teknis, begitulah kenyataannya.