Vino menyugar rambutnya kebelakang, masih menetes beberapa bulir air dari sana sebab ia baru saja selesai mandi. Dengan hanya mengenakan boxer hitam dan kaos abu-abunya, Vino bergegas menuju pintu depan sebab sedari tadi bel rumahnya tak henti berbunyi."Ma brooo!"
Sapa si tamu sambil melebarkan kedua tangan. Tersenyum cerah pada Vino yang kini terbelalak kaget.
Itu Vana, sang kembaran yang baru saja datang dari Jepang.
"Lah kok dateng sekarang?"
"Gak seneng banget kayaknya abang nya pulang." cibir Vana.
"Najis abang." sahut Vino
"Hayok masuk dulu lah, cape gue."
"Yang punya rumah gue kali." dengan Vino sambil membuka lebar pintu rumah.
"Gue juga kali." Vana melenggang masuk kedalam sembari menggeret kopernya. Kemudian menjatuhkan tubuhnya diatas sofa.
"Lo ngapain sih buru-buru kesini?" tanya Vino yang masih berdiri.
"Lo beneran gak seneng gue pulang?" mata Vana memicing.
"Bukan gitu, kan gue bilang minggu ini nyokap ada seminar diluar kota. Sekarang juga gue ada janji sama cewek gue mau pergi." jelas Vino.
"Pacaran mulu lo. Lagian mau pergi ya pergi aja. Gue mau tidur." Kata Vana yang kembali menyamankan posisi rebahan nya.
"Udah makan belom lo?"
Vana menggelengkan kepala sambil mencebik bibir.
"Belooom, bikinin dong."
"Cih, 'kan bener nyusahin."
"Hehe.. Gue mandi dulu deh, jadi lo kelar masak gue udah seger, baru lanjut bobo."
"Gih sono."
"Makasih adeeek!"
Vino tak menjawab, ia hanya beri acungan jari tengah untuk sang kembaran. Tapi meski begitu, pria tersebut tetap berjalan menuju dapur untuk membuat kan saudaranya makanan.
"Vin pinjem baju dulu lah, males bongkar koper gue," teriak Vana dari dalam kamar.
"Ambil aja, dilemari." sahut Vino tak kalah kencang
"Okay, gue minta parfum juga ya."
"Pake dah, gue ngelarin dulu masak nih."
"Thanks ma bro."
Setelah berganti pakaian, Vana hendak menghampiri Vino yang berada di dapur. Tapi terdengar bunyi bel yang membuatnya berhenti melangkah.
"Van, bukain pintu dulu deh. Nanggung nih." teriak Vino lagi. Mendengar itu, otomatis Vana putar arah menuju pintu depan. Kemudian membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Happy anniversary sayaaaaang."
Seorang gadis melompat kecil dan masuk dalam pelukan Vana tanpa aba-aba, lalu mencium bibir pria itu lama sebelum memberi sedikit jarak pada keduanya.
"Kok diem aja sih, bales cium aku dong!" rengek perempuan yang masih memeluknya erat.
Dia majukan lagi wajahnya, kembali membubuhkan satu ciuman panjang pada Vana yang masih bergeming ditempat nya. Untuk beberapa saat pria itu kaget dan kebingungan tentu saja, namun entah dorongan dari mana kini Vana malah membalas ciuman hangat itu sambil menarik pinggangnya agar lebih dekat.
Kepalanya dibuat miring ke kanan lalu ke kiri, mencari posisi ternyaman untuk nya menikmati bilah kenyal yang terasa begitu manis, tak peduli jika sang gadis mulai terengah.
Hingga satu sentakan kuat pada bahu Vana membuat tautan kedua muda mudi itu terlepas. Juga hantaman pada pipi kirinya buat sebagian wajah terasa kebas seketika.