Ketamakan Desa Andam Karam

12 0 0
                                    

Halo teman-teman semuanya!
Kali ini aku mengikuti lomba cerpen nasional ke 14 tahun 2022 yang diadakan oleh Tulis.me. Malam ini adalah pengumuman pemenang dan aku tidak masuk ke dalam dua ratus besar.

Lumayan sedih ya, hahaha!
Tapi gak apa-apa. Dengan begini aku jadi semakin sadar bahwa seharusnya aku belajar menulis lebih banyak lagi supaya ke depannya karya-karya yang aku publikasi menjadi lebih baik lagi. Agar teman-teman yang membaca juga bisa menjadi lebih nyaman dan lebih mendapatkan rasa dari tulisan aku.

Sengaja aku publikasikan di sini cerpen yang aku buat, supaya bisa menjadi kenang-kenangan dan bisa kalian baca juga.

Cerpen ini menceritakan kerakusan penduduk Andam Karam dan mereka tidak memiliki batasan sedikit pun dalam mengonsumsi makanan. Sehingga mereka mulai jatuh sakit dan meregang nyawa akibat ketamakan itu.

Andam Karam sendiri memiliki arti hilang, lenyap, habis tidak tersisa.

Penduduk Andam Karam lama kelamaan habis tidak tersisa akibat kerakusan yang mereka ciptakan sendiri. Dan penyakit yang mereka alami sejujurnya juga melekat pada apa yang terjadi dengan kita saat ini. Covid-19 author el bungkus dalam cerita singkat ini. Selamat membaca.
.

.

.

.

.
Sejak ribuan tahun yang lalu desa Andam Karam telah dipertahankan kependudukannya dalam jarak paling terpencil di antara desa-desa lainnya. Seluruh warga Andam Karam hidup sejahtera di dalam inti hutan, meski tak mengenal pendidikan, penanggalan bahkan nama-nama hari, semuanya hidup penuh ketentraman tanpa khawatir tertinggal perihal kemajuan zaman.

Tiap-tiap rumah tampak suram dihiasi berbagai hewan buruan yang digantung menjuntai dengan aroma sedap amis darah, beberapa sudah berwarna coklat kehitaman sebab sebelumnya telah dibakar agar bisa menjadi stok makanan hingga beberapa waktu ke depan, beberapa lagi masih meneteskan anyir darah sebab baru selesai diburu dari sudut terdalam hutan belantara.

Andam Karam secara alami memelihara puluhan penduduk dengan rantai makanan tanpa batasan. Selama berbagai hewan buruan yang mereka dapatkan masih memiliki daging untuk dikonsumsi, maka tak ada alasan untuk tidak membawanya pulang. Mereka percaya bahwa para dewa memang sengaja menyuguhkan berbagai jenis hewan agar bisa memenuhi kebutuhan hidup di dunia antah berantah ini.

Anca Baka selaku pemburu paling handal adalah manusia paling terpandang di desanya, yang memiliki kekayaan di atas siapapun karena memiliki limpahan hewan buruan lebih dari siapapun. Semua orang di desa tahu harus pergi kemana jika mereka tak mendapat hewan buruan sendiri di dalam hutan.

"Berikan sebakul beras itu kepada ku dan bawa lah tanuki ini,"Anca Baka menepuk anjing rubah yang bergelantungan tak bernyawa dengan tali meliliti lehernya.

Dama tak mungkin menolak, kedatangannya ke kediaman Anca Baka adalah untuk mendapatkan daging mentah yang kemudian akan menjadi santapannya pada malam hari ini,"Baiklah. Bagaimana dengan para mentimun yang ku bawa? Tukarkan juga dengan beberapa katak yang ada."

Anca Baka tak ingin berpikir panjang.  Kedua sudut bibirnya terangkat menunjukkan deretan gigi keropos setengah hitam, dengan begitu saja ia mengangguk sebagai persetujuan. Seperginya Dama dari kediaman Anca Baka, salah seorang penduduk lainnya dari desa itu kembali datang, alih-alih membawa sesuatu untuk ditukarkan dengan daging-daging yang ada—ia justru hanya membawa diri, berlenggak-lenggok layaknya burung merak tengah tebar pesona agar kemudian sang mangsa terpikat.

"Lihat siapa yang datang,"

Dahayu tertawa kecil sembari mendekat, jemarinya menyentuh lembut pundak telanjang si pemburu handal—terus menjalar hingga sekat dada bidang pria itu,"Merindukan ku tuan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketamakan Desa Andam KaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang