Prolog

3.2K 87 26
                                    

Faza menghela nafas pelan ketika ia memandang rumahnya sendiri. Di sampingnya, seorang pemuda tinggi berdiri tegap. Faza dengan pelan menyentuh gerbang rumahnya, meragu dengan apa yang akan ia lakukan saat ini. Saat jemarinya akan menyentuh besi itu, sontak ia menjauhkannya lalu memandang wajah si pemuda tinggi.

"Kenapa ?" Tanya si jangkung heran, balik memandang si pendek dengan tatapan bertanya. Faza menggeleng, tanda ia tak mau.

Si jangkung itu menghela nafas pelan, "ayolah, jangan bilang kalau lo takut ngomong ke bokap lo" katanya.

"Tapi, gue emang takut, Je" balas Faza lalu memandang orang yang dipanggilnnya Je itu dengan tatapan memelas.

"Faza, kita udah ngebicarain ini berulang kali. Dan gue gak mau lo ragu lagi, bokap lo harus tahu tentang hubungan kita" ujar Je yang sebenarnya bernama Jeremy itu. Faza tak bisa membantah, Jeremy harus segera dikenalkan kepada ayahnya, sudah setahun mereka menjalin hubungan dan hanya satu pihak keluarga saja yang mengetahuinya.

"Je..." Faza merengek tetapi tidak membantah, perlahan jemarinya bergerak menuju gerbang besi yang di cat putih itu.

Tetapi, sebelum jemari Faza resmi bersentuhan dengan dinginnya gerbang itu. Ada yang membukanya terlebih dahulu, dan seorang pria yang berusia sekitar empat puluh tahunan itu menatap tajam kepada keduanya. Oh, ia hanya menatap tajam pada Jeremy.

"Ehem, hubungan apa ?" Tanya pria itu dengan nada datar yang entah kenapa membuat Jeremy merinding.

"Apaan sih, pa. Lagian papa sok tau banget kalo kita punya hubungan" Faza bermaksud mengelak dengan kata-kata yang sedikit kentara bahwa ia mengelak.

Lalu pria yang diketahui sebagai ayah Faza itu menunjukan benda yang dipegangnya, tablet, lalu memperlihatkan benda itu pada sang anak. Faza melihat benda itu, disitu terlihat tiga orang sedang berdiri, satunya melihat ke arah benda yang dipegang oleh pria berumur sekitar empat puluh tahunan itu.

Faza mengernyitkan dahinya melihat ini, ini seperti yang saat ini mereka lakukan, kemudian ia menengok ke arah tembok yang ada di sisi pagar lalu paham saat melihatnya.

"Ooh, papa ngawasin lewat CCTV" Faza mengangguk-angguk mengerti, walaupun di dalam hati ia mengumpat dirinya sendiri karena bisa melupakan hal penting yang satu itu. Seharusnya ia tak harus berdebat dengan Jeremy disini.

"Ya. Dan siapa cowok ini ? Pacar kamu ?" Tanya ayah Faza lalu memandang Jeremy dari bawah ke atas dengan pandangan menilai.

"Perkenalkan, om. Nama saya Jeremy" Jeremy yang merasa saat itu ia harus memperkenalkan diri pun, memperkenalkan namanya.

"Penampilannya sih oke, tapi gak tau kepribadian dia" kata ayah Faza yang selesai melihat Jeremy dengan pandangan menyellidik itu. Lalu ia menatap lekat wajah Faza dengan tatapan tajam mengintimidasinya.

"Jeremy baik kok pa, dia aja pernah nolongin nenek-nenek yang mau nyebrang" ujar Faza meyakinkan ayahnya, ayah Faza manggut-manggut mendengar hal itu.

"Kamu anaknya siapa ?" Tanya ayah Faza.

"Mm, ayah saya bernama Dodi Hendrayanto, om" jawab Jeremy dengan senyum canggung. Jawaban Jeremy membuat ekspresi ayah Faza berubah, ekspresi yang kini ditunjukannya adalah ekspresi tidak suka akan suatu hal.

"Jadi kamu anaknya Dodi si brengsek itu" ucap ayah Faza membuat Faza menegurnya, "Papa !" Ucapan ayah Faza membuat Jeremy mengernyit tak suka mendengar nama ayahnya disebut dengan kata yang membuat seolah ayahnya melakukan kesalahan berat.

"Maaf om, saya terganggu dengan perkataan om ini" kata Jeremy yang mulai terlihat marah, "tapi walaupun begitu, saya tetap menyukai anak om, dan tolong ijinkan saya untuk bersama anak anda" kata Jeremy yang berusaha meredam amarahnya.

"Saya tidak peduli kamu tersinggung atau tidak. Dan ya, masalah anak saya. Kamu harus melewati beberapa tahap untuk bersama anak saya, tapi sayangnya kamu sudah gagal ditahap pertama" ujar ayah Faza yang membuat Faza melebarkan matanya, lalu memandang wajah garang ayahnya.

"Om.." Jeremy memandangnya tidak percaya, hanya karena ayahnya yang sepertinya mempunyai masalah dengan ayah Faza, ia mau tak mau harus berpisah dengan Faza. Ini tak bisa dibiarkan.

"Sekarang kamu pergi jauh-jauh sana !" Usir ayah Faza yang membuat Jeremy memandangnya dengan pandangan penuh ketidaksukaan yang teeramat jelas,

"Om, tegakah om menghancurkan kebahagiaan anak om ?" Tanya Jeremy.

"Saya saja tak yakin anak saya bahagia bersama pemuda sepertimu yang belum apa-apa sudah tersulut amarahnya seperti ini" jawab ayah Faza.

"Aku bahagia kok, pa ! Aku bahagia bersama Jeremy !" Ujar Faza meyakinkan ayahnya.

"Tapi masa depanmu tak akan bahagia bersamanya, cepat pergi !" Usir ayah Faza lagi lalu menatap tajam pada Jeremy.

"Om, bisakah om lupain tentang masalah om dengan ayah saya ?" Tanya Jeremy lagi.

"Kenapa bertanya begitu ? Sudah jelas jawabannya tidak bisa !" Jawab ayah Faza lalu menarik Faza untuk masuk ke halaman rumah mereka.

"Om !" Jeremy menahan tangan Faza, tetapi Faza tetap saja tertarik menuju ke dalam hingga mereka masuk ke dalam rumah. Dengan emosi yang berlipat-lipat, Jeremy memukul tembok di samping gerbang rumah Faza.

"Papa !" Panggil Faza saat ia sudah masuk ke rumah dan pintu rumah dikunci oleh ayahnya. Faza menghela nafas kesal karena diabaikan.

"Besok kita pindah !" Kata ayah Faza yang tak memerlukan bantahan atau persetujuan sekalipun.

"Apa ?! Papa mutusin hal ini sendiri ?! Gak, Faza gak bakalan ikutan !" ujar Faza lalu memasang wajah cemberut yang terlihat imut.

"Kamu harus ikut kalau nggak mau dikurung di kamar !" ayah Faza berjalan menaiki tangga menuju lantai atas.

"Papaaaa !"


T.B.C


Kalau ada yang baca, please Vote and Comment

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Papa, Stop it !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang