Badai

0 0 0
                                    

Mita tidak pernah membayangkan sosok yang dia kagumi dan cinta pertamanya tidur dengan damai di dalam gundukan tanah yang basah. Dia benar-benar kehilangan Ayahnya yang dia banggakan, dia kehilangan tumpuan hidupnya.

Setelah ditinggal oleh ibunya 5 tahun lalu kini ayahnya menyusul sang istri, meninggalkan anaknya di dunia ini seorang diri. Sulit bagi Mita untuk menerima semua ini, dia tidak sanggup, dia tak akan pernah bisa sanggup menerima kenyataan ini.

Pandangannya masih pada gundukan tanah basah yang bertabur bunga setaman, menyentuh gundukan itu dengan diam seolah-olah dia menyentuh tangan ayahnya.

Langit berubah menjadi abu-abu tua dengan suara gemuruh siap untuk menumpahkan air. Sosok lain yang berdiri tidak jauh dari Mita berjalan menghampirinya, menepuk pelan pundak Mita yang duduk ditanah selama 1 jam lebih setelah pemakaman ayahnya selesai.

"Ayo pulang"

Mita meliriknya sekilas lalu kembali menatap gundukan tanah itu, tangannya beralih pada batu nisan bertuliskan nama sang ayah. Mengelusnya penuh sayang, senyuman sendu itu terukir di bibirnya.

"Ayah, Mita pulang dulu ya. Semoga ayah nyaman dirumah baru ayah, Mita bakalan sering-sering kesini" setelah pamit ia sempatkan untuk mencium batu nisan sang ayah setelah itu berdiri, matanya menatap lagi pada gundukan tanah itu.

"Baybay ayah!"

Ia berbalik dan menemukan sosok sahabatnya berdiri memandang dirinya sendu, dia ikut merasakan kehilangan. Dia merentangkan tangannya lebar pada Mita, ia tau kalau sedari tadi Mita menahan tangisnya, berpura-pura menerima semua cobaan ini di depan para pelayat.

Mita yang melihat sahabatnya merentangan tangan lebar pun langsung berlari menubruk tubuh sang sahabat, memeluknya erat dan menangis hebat di dada lebar sahabatnya.

"Hiks gue sendiri di dunia ini, jeno!"

Ucapnya di sela-sela tangisnya, jeno yang mendengar ucapan Mita memejamkan mata mencoba untuk tidak ikut menangis. Dia membalas pelukan Mita erat, mengelus lembut rambut Mita untuk menenangkan sahabatnya.

"Lo ga sendirian di dunia ini Mita, ada gue dan ortu gue yang bersedia menerima lo dan bantuin lo disaat lo butuh bantuan"

Mita tidak menjawab dia hanya menangis, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Jeno yang paham hanya diam, sembari menenangkan Mita. Dia menatap gundukan tanah itu lama, bersahabat dengan Mita membuat dia mengenal dekat dengan sosok ayah Mita.

Dia sudah menganggap ayah Mita sebagai sosok papa ke-dua baginya, dan sebaliknya ayah Mita menganggap Jeno sebagai anaknya. Jika Jeno menginap di rumah Mita, ia akan menghabiskan malamnya bersama ayah Mita. Bercerita tentang masa lalu, masa depan, atau bermain catur bersama sambil meminum kopi hitam buatan Jeno. Ayah Mita sangat menyukai kopi buatan Jeno dan itu membuat Jeno senang dan bangga. Namun sosok itu telah tertidur dengan damai di bawah gundukan itu.

Dirasa tangisan Mita sudah reda, dia melepaskan pelukannya membantu Mita menghapus jejak air mata yang ada di pipinya. Jeno tersenyum tulus, mengusap pucuk rambut Mita pelan.

"Kita pulang ya?"

Mita hanya mengangguk-anggukan kepalanya sebagai jawaban. Jeno merangkul Mita dan mengajaknya pergi dari tanah merah yang sedari tadi ia dan Mita berpijak.

Jeno berjanji dia akan siap menjaga dan membantu Mita.






















Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Selir Hati || Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang