13.

4.7K 370 6
                                    

Alaric masih berada di dalam tenda. Pria itu tampak begitu serius memandang parkemen yang terbentang di atas meja. Arletta mengintip Alaric, lantas kembali menutup tirai tenda tak ingin mengganggu prai itu.

Langkahnya membawa ia menuju tempat memasak. Hanya dia satu-satunya wanita dalam rombongan ini. Lantas, ia bergabung dengan para pria yang sedang memasak.

"Nona," sapa mereka seraya membungkuk sekilas. Arletta membalas dengan senyuman.

Mata Arletta menyapu sekeliling. "Apa yang kalian masak?"

Salah seorang dari mereka yang tengah memanggang daging paha besar itu menjawab, "Hewan buruan hari ini. Rusa dan babi."

Mendengar itu, Arletta manggut-manggut. "Aku boleh bergabung, ya?"

"Tapi, Nona-"

Arletta mengambil sebuah kantung berisi tepung. Bibirnya terangkat, tersenyum tipis. Ia menoleh, tanpa menghilangkan senyum di wajahnya.

"Hanya sebentar, kok."

Dengan ragu, pada akhirnya para pengawal itu hanya bisa mengangguk. Arletta berniat membuatkan Alaric roti dan kue. Bagaimana pun juga, karena kejadian semalam, mereka menjadi canggung. Tidak hanya untuk Alaric, Arletta akan membuat banyak roti untuk bekal nanti siang di perjalanan agar tidak perlu berhenti untuk memasak.

"Nona, uhm ... bolehkah saya bertanya?"

Menoleh ke samping, Arletta mendapati seorang pria berseragam dengan tubuh kekar tampak ragu-ragu ingin mengungkapkan pikirannya.

"Ada apa?" tanya Arletta kini menyempurnakan diri berhadapan dengan pria itu.

"Sebenarnya, saya ingin bertanya, bagaimana resep untuk membuat daging panggang tempo hari. Hehe, itu sangat lezat," ucap pengawal itu dengan malu-malu.

"Aa ... itu, ya? Kemarilah!"

Tangan mungil Arletta menjulur ke deretan kotak rempah-rempah. Mengambil beberapa rempah-rempah seraya menjelaskan perbandingan antara satu rempah-rempah dengan yang lain sehingga mencapai resep sempurna pada pria itu.

"Jika rempah-rempah ini sudah halus, tinggal masukkan gula merah dan kembali dihaluskan. Dan bumbu panggang oles sudah jadi," tutur Arletta bersemangat, ia mengangkat penumbuk itu lalu memberikannya pada sang pengawal.

Pria itu menerima pemberian Arletta dengan wajah berseri-seri. "Wah, terima kasih, Nona. Anda sangat hebat!"

Mendengar pujian itu, Arletta hanya tersenyum tipis seraya mengangguk. Pria itu undur diri. Ketika Arletta hendak membuat adonan, matanya tak sengaja memandang sekeliling. Kedua matanya terpaku melihat keberadaan Alaric yang tampak menyibak tirai tenda mereka. Mereka berdua sempat beradu tatap, sampai Arletta menundukkan sedikit kepala untuk memberi hormat. Saat ia mendongak kembali, Alaric sudah masuk kembali ke tenda. Ekspresi dingin pria itu rasanya sedikit aneh. Meskipun wajah Alaric selalu konsisten datar, tetapi kali ini sedikit berbeda. Dia terlihat seperti kesal? Arletta tersentak, apakah dia membuat kesalahan?

Entahlah, lebih baik Arletta segera mengolah adonan. Tepat ketika para pengawal menyelesaikan menu bakaran mereka, puluhan roti bulat selebar kepala orang itu. Arletta memasukkan roti-roti itu ke dalam kantung dengan ukuran cukup besar.

"Nona, mengapa Anda memasukkannya ke dalam kantung?"

Seorang pengawal kembali menyapanya. Wajah Arletta terangkat. Itu adalah orang yang sama.

"Siapa namamu?" tanya Arletta mengendarakan fokus pada roti dan pria itu bergantian.

"Gerald, Nona."

"Aa ... Gerald, aku memasrahkan ini padamu saja, ya. Roti ini untuk bekal makan siang kita. Jadi, nanti tidak perlu berhenti. Aku juga sudah memasak daging ikan, nanti bisa menjadi makanan pendamping."

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang