"Aku mencintaimu Ibra!" , Lelaki yang kupanggil Ibra itu kini menatap ke arahku. Tatapannya sangat tajam dan kelam, sampai aku tak berani melihatnya. Memalingkan wajah dari tatapan pria itu merupakan pilihan yang amat tepat.
Aku merasakan sesuatu mendekat ke arahku, hembusan nafas yang berat kini terasa tepat di depanku. Sungguh aku tak berani melihat atau bahkan melirik. Wajahku sedikit memanas. Tak kusangka hal itu terjadi padaku. "Apakah Tuhanmu tak marah jika aku merebutmu dari-Nya?" bisiknya padaku. Sumpah tak pernah dirinya sedekat ini padaku.
Badanku mendadak kaku dan aku tak tau harus berbuat apa. Bicarapun rasanya tak sanggup. "Jika Tuhanmu rela, sudah dari dulu aku meminangmu." Ucapannya membuatku semakin bergidik.
Berawal dari perselisihan kecil, suasana yang semula penuh kehangatan menjadi panas. Bahkan udara malam tak mampu menghilangkannya. "Biarkan aku mengangkat dan mencuci piring-piring ini." Aku segera berdiri dan mengambil piring-piring kotor di atas meja makan.
"Apakah gadis tagalog itu akan datang?" Tanyaku padanya sambil mencuci piring-piring kotor.
"Iya, dia akan datang. Pagi tadi dia memberitahu bahwa dia akan datang untuk memberi makanan." Ucapnya sambil membaca buku karya Karl Marx. Buku itu berisi ideologi-ideologi sayap kiri. Ibra sangat tertarik. Dia bahkan bisa tak makan berhari-hari hanya untuk membeli buku-buku yang berbau politik, ideologi, ataupun agama.
"Ooo gitu..." Lelaki itu tak membalas. Sangat kecil kemungkinan perkataanku didengar. Pasti dia sudah terhanyut dalam buku itu.
'Tok... tok....tok'
Ketukan pintu terdengar dari arah depan
Aku segera memberhentikan aktivitasku dan bergegas menuju ruang depan untuk membuka pintu, tebak siapa yang datang? yup gadis tagalog itu, ditangan gadis itu terdapat rantang loreng yang kuyakini berisi makanan.
Jikalau aku deskripsikan lebih detail tentang gadis ini, kulitnya seputih salju dan sehalus sutra. Matanya indah sedikit lebih kecil, bibirnya kecil dan berwarna merah muda, rambutnya dikepang dua menyamping, hidungnya kecil. Gadis itu berbalut dress biru yang sangat indah. Lelaki manapun akan terpana melihat kecantikannya, oh ya , gadis itu merupakan putri Rektor Universitas Manila, ayahnya sangat dekat dengan Ibra. Gadis ini kerap datang untuk mengajari Ibra bahasa tagalog maka dari itu kusebut dia gadis Tagalog.
"Hai Kak,di mana Kak Ellias?" ,tanya gadis itu. Ellias merupakan nama lain Ibra ,orang orang sekitar sini kerap memanggil Ibra dengan nama Ellias.
"Ellias ada di ruangannya, mari masuk", aku mempersilahkan gadis itu masuk, dan menyuruhnya menunggu
Nama gadis itu adalah Carmen, orang orang memanggilnya seperti itu termasuk Ibra
Aku mengajaknya mengobrol sebentar sebelum Ibra datang menghampiri kami berdua. Setelah itu obrolan didominasi oleh Ibra dan gadis tersebut. Aku hanya meminum teh sembari memperhatikan keduanya berbicara. Tampak serasi dan cocok. Aku menyimpan rantang itu di atas meja makan. Setelah itu aku kembali, duduk sambil mendengar pembicaraan mereka dari jarak yang agak jauh
Pikiranku mulai tenggelam pada buku yang kubaca sekarang, sampai sampai tak menyadari bahwa Ibra dan gadis itu menghilang dari pandangan. Aku melihat kedepan teras, namun tak mendapati sepatu milik Ibra ataupun gadis itu. Kemungkinan besar Ibra pergi mengantarkan gadis itu untuk pulang kerumah. Tak mungkin Ibra mebiarkan gadis itu berjalan sendirian di tengah malam yang sunyi ini. Bisa saja hal buruk menimpa pada gadis itu
Akhirnya aku berjalan masuk dan termenung sekejap , sembari melanjutkan membaca buku dan kembali tenggelam dalam pemikiran sang penulis buku..
.
.
.
.
.
.
.12.04.1924, Manila Filipina
---------------------------------------------------------
Tagalog : merupakan bahasa yang diadopsi dan dipakai Negara Filipina
KAMU SEDANG MEMBACA
Ibra....
Historical FictionAkan kubiarkan peluru itu menembus jantungku, cintaku padamu takkan pernah berubah. Biarlah para undik undik Belanda itu mengejarku sampai ke ujung dunia, asal aku bersamamu. Biarlah Tuhanku dan Tuhanmu menyesal telah mempertemukan kita ,karena cint...