DUA - KEMBAR G DAN AMARA

57 1 0
                                    

"Abang!!! Lo sembunyiin sepatu gue dimana?!"

"Meneketehe."

"Galang, jangan mulai." Seru ku mengingatkan pria yang lebih muda dariku

"Sst! Biarin aja." Dia benar-benar tak mendengarku.

Aku bersedekap dada, "Disembunyiin di tong sampah, Ra." Aku berteriak kencang, melangkah kan kakiku mendekati adik Perempuanku yang sedang sibuk mencari sepatunya, Galang kalau sedang jahil memang tidak mengenal target.

"Bang Garuda jangan ngerusak donk!" Aku mengangkat bahuku.

"GALANG ANANDA PRAMESTHA!!!!!! GUE BUNUH LO BANG!" Teriak nya dengan nada kencang, sementara Galang langsung lari terbirit-birit.

"Anak-anak!! Sarapan!!"

"Sudahlah Amara, Kaa-san sudah panggil kita." Aku menepuk bahu adik kecilku, namanya Amara, sang empunya hanya bisa menghembuskan nafas nya dengan kasar.

Keduanya turun dengan wajah yang berbeda, Amara dengan wajah memberengut kesal karena kesialan yang ia dapat sementara aku dengan wajah datarnya. Di ruang makan, sosok pria yang sedang membaca koran dengan kopi yang menemaninya diusia nya yang ke 36 tahun, mengerutkan dahinya melihat Amara yang terlihat kesal.

"Apa Puteri Daddy baru saja dijahili oleh kakaknya, hm?" Nada bicara yang digunakan begitu lemah lembut, apalagi didepan Amara yang merupakan Puteri sekaligus adik kecilku. Senyum nya bahkan masih terpatri di wajah nya yang masih muda, tangannya bergerak mengelus rambut puterinya dengan lembut.

"Abang Galang baru aja jahilin Amara, Daddy." Ungkapnya manja, dia memang akan manja pada ayah, aku, dan juga Galang. Selain karena dia satu-satu nya anak perempuan yang paling disayangi.

"Astaga, anak itu." Wanita dengan baju dapurnya menggerutu kesal begitu mendengar ungkapan dari Amara, dia ibuku.

"Galang!!!"

Galang mau tidak mau keluar dari persembunyian nya, namun ia seperti merasa tak melakukan sesuatu justru tersenyum begitu lebar. "Ya Dad?"

"Kamu belikan gantinya."

"Ganti apa?"

Plak!

"Aduh!!!" Aku terkikik geli, Galang mengaduh keras, mengelus kepalanya yang terkena pukulan spatula sembari menatap takut ibu yang sudah disampingnya. "Mommy..."

"Berani berbuat berani bertanggung, Galang." Galak sang wanita.

"Hehe iya, Mommy...."

"Beliin yang lebih mahal dari ini! Ga mau tahu!"

"Iya-iya..." Galang sudah pasrah kalau ibu nya sudah bertindak demikian, dompet jadi korban, dan itu akibat yang harus ditanggung. Salah siapa mengusik adiknya sendiri.

"Kaa-san... Kami berangkat dulu." Pamit ku, diantara kami bertiga hanya aku lah yang memanggil ibu dalam bahasa Jepang. Sedangkan Galang dan Amara memanggilnya dengan sebutan Mommy, Amara terkadang juga memanggil wanita itu dengan sebutan bunda.

"Aku juga, hati-hati dirumah, Rena." Ayah ikut menandaskan kopinya, tangannya dengan lihai mengambil jas yang tersampir di kursinya.

"Iya, semangat ya anak-anak! Eiji!"

Benar, Rena dan Eiji adalah orangtua dari Aku, Galang, dan Amara. Ketiga remaja yang kini sudah menginjak usia dewasa, aku bisa melihat Ibu tersenyum manis. Aku bisa membaca bahwa ibu tak menyangka hal seperti ini akan terjadi padanya diusia yang masih sangat muda, ia sangat bersyukur karena hal itu.

"Okay, saatnya bersih-bersih!"

--&--

Mobil Lamborghini dan motor ninja yang memasuki pekarangan sekolah, membuat seluruh siswi yang menunggu kedatangan kendaraan itu menjerit-jerit. Terkecuali para siswa yang hanya menatapi kendaraan itu dari jauh

DUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang