Holaa guyss, ini adalah cerita kedua akuu The Truth Untold.Dari judul udah ketebak belum yaa ceritanya tentang apa?
Kali ini panggil aku Atul/Tul. Jangan lupa dukung karya Atul terus yaa love you sekebon buat kalian❤️❤️
----------
Seorang gadis cantik nan manis dengan kulit putihnya yang sangat kontras dengan kegelapan malam, terlihat sedang berjalan riang menuju supermarket terdekat.
Ketika sedang melewati sebuah gang, dia memelankan langkahnya karena mendengar sesuatu. Anastasya Deluna, gadis yang kerap kali disebut Ana berjalan mengendap endap kemudian bersembunyi di balik dinding yang kebetulan ketiga sisi dinding seolah menutupi tubuhnya.
Ana mendekatkan telinganya sampai menempel tembok. Terdengar seperti geraman lirih disertai ringisan dari seseorang. Dia sangat paham, bahwa di gang ini dikatakan beberapa kali pernah terjadi pembunuhan. Maka dari itu dia berjalan dengan langkah pelan dan hati - hati.
"Loser" sebuah suara tiba - tiba terdengar, kemudian di susul langkah kaki yang menggema di gang tersebut. Ana semakin merapatkan dirinya pada dinding dan berusaha tidak membuat suara sekecil apapun.
Beberapa saat kemudian terdengar deruman motor, dan tidak lama keluar sebuah motor sport dengan sangat cepat hingga hanya meninggalkan suara. Ketika merasa pengendara motor tersebut sudah tidak terlihat, Ana keluar dari tempat persembunyian dan segera memasuki gang.
Gadis manis tersebut tidak takut jika sewaktu waktu ada bahaya yang akan datang. Karena feelingnya mengatakan untuk segera bertindak.
Di ujung gang buntu, Ana menemui seorang laki - laki yang bersimbah darah. Dia mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang. Tanpa kata, dia merangkul pria yang sepertinya hampir kehilangan kesadaran.
Arga, laki-laki tersebut begitu terkejut ketika seseorang merangkulnya. Dalam hati dia bersyukur karena ada orang yang menolongnya.
Laki-laki tersebut menekan luka tusukan diperut dengan tangan kanan. Sedangkan tangan kirinya yang terkena peluru berada di bahu Ana. Mereka berdua berjalan keluar dari gang dengan saling terdiam diselingi ringisan dari mulut Arga.
Sampai di dekat jalan, Arga melihat sebuah mobil sedan berwarna hitam. Seorang pria dengan wajah sangar berhenti di depan keduanya lalu membungkukkan badan ke arah mereka, tidak! lebih tepatnya ke arah Ana.
Pria sangar tersebut ikut membantu Ana yang memapah Arga untuk masuk ke dalam mobil. Kendaraan hitam tersebut melaju dengan kencang menuju rumah sakit terdekat.
Di dalam mobil, Ana duduk bersebelahan dengan Arga yang saat ini menyadarkan kepalanya yang terasa berat pada bahu gadis tersebut.
Sekitar 10 menit mobil melaju, sampailah mereka di rumah sakit. Pintu mobil dibuka dari luar, kemudian tubuh yang penuh darah tersebut diangkat dan dibaringkan ke atas brankar. Selama brankar di dorong, selama itu pula Arga menggenggam jari mungil Ana.
Keduanya baru melepaskan kaitannya ketika Arga dimasukkan ke ruang operasi. Luka tusukan diperut jelas harus mendapat penanganan, dan lagi Ana juga melihat ada luka lain di lengan kiri laki-laki tersebut.
Ana menoleh kepada laki-laki sangar yang tadi membantunya.
"Terimakasih, paman" ucap Ana tulus. Pria sangar tersebut menganggukkan kepalanya kemudian berlalu pergi setelah memberikan makanan ringan dan juga minuman untuk Ana selagi menunggu operasi selesai.
Sekitar satu jam lamanya Ana menunggu, dia juga sudah kehabisan makanannya. Ruang operasi dibuka oleh seorang dokter.
"Dok, gimana keadaan laki-laki tadi?" tanya Ana ketika sampai di hadapan pria paruh baya yang mengenakan jas putih tersebut.
"Kami sudah menangani luka pasien. Harus saya akui, pasien tadi sangat hebat karena bisa menjaga kesadarannya bahkan disaat kondisinya yang telah mengeluarkan darah banyak" ucap sang dokter.
"Untuk saat ini, pasien akan dipindahkan ke ruang rawat.. Kalau begitu saya permisi" Ana menganggukkan kepalanya untuk mempersilahkan dokter tersebut untuk pergi.
Mendengar pintu di buka, Ana reflek menolehkan kepalanya. Terlihat beberapa orang tengah mendorong brankar dari laki-laki yang ditolongnya untuk keluar dari ruang operasi. Sekilas dia mengangkat ponsel untuk sekedar melihat jam.
'Udah jam setengah sebelas, mending tanya keadaan laki-laki tadi terus habis itu langsung pulang' batin Ana. Gadis tersebut berjalan mengikuti orang-orang di depan.
Namun, ketika akan memasuki ruangan yang akan ditempati oleh Arga, ponsel Ana berdering sehingga menarik perhatian gadis tersebut.
Ana mengangkat panggilan dari 'Bunda'.
"Halo, An.." terdengar suara dari ponsel yang dipegangnya.
"Iya Bun, kenapa?" tanya Ana bingung. Untuk apa sang bunda menghubunginya malam-malam.
"Ana, pulang ya nak"
"..."
"An"
"Ana nggak bisa Bun"
"Nggak biasanya loh Ana kayak gini. Pulang yuk, cerita sama bunda. Ada apa?"
"Ana nggak bisa cerita sekarang, ana masih butuh waktu"
"Kalau gitu bunda kasih kamu waktu satu minggu. Habis itu kamu harus pulang ke rumah, ya?"
"Iya deh Bun.. Udah dulu ya, Ana masih ada sesuatu yang harus dikerjain"
"Yaudah, jangan capek-capek sayang. Bunda tutup teleponnya ya, cantik. Papay"
"Papay juga Bun"
Panggilan tersebut selesai. Namun gadis cantik tersebut masih terdiam membantu di depan pintu dengan segala pikirannya. Hingga dua orang perawat keluar membuat Ana terkejut.
Ana segera menyingkir untuk memberi jalan, dirinya memasuki ruangan dan melihat laki-laki yang ditolongnya sedang menutup mata. Tetapi sesaat setelah Ana mengira laki-laki tersebut tidur, kelopak mata laki-laki itu malah terbuka dengan netra berwarna hitam seperti gelapnya malam.
Ana mendekat ke arah brankar.
"Gimama keadaan kamu?"
"Baik, saya hanya merasa lemas"
Ana mengangguk, dia bingung ingin berkata apalagi.
"Apa aku perlu lapor polisi tentang kejadian tadi di gang?" tanya Ana, gadis tersebut mendapatkan reaksi terkejut.
"Kamu melihatnya?"
"Nggak, aku cuman liat ada orang lain di gang itu. Dia bawa motor" Arga mengangguk, pandangannya beralih pada jemari Ana, dia seperti bergumam sesuatu namun Ana tidak mendengarnya dengan jelas.
"Tidak perlu. Aku bisa mengurusnya sendiri" Ana hanya mengangguk pelan.
"Kalau gitu, aku pulang dulu. Oh iya, kamu nggak perlu khawatir sama biaya rumah sakitnya. Jangan banyak gerak karena nanti jahitannya lama buat kering" ucap Ana panjang.
"Baik. Terimakasih sudah menolong saya"
Ketika melihat Ana yang hendak pergi, Arga menahannya dengan meraih tangan Ana.
Ana melirik tangannya yang sedang digenggam, dia tidak pernah melakukan hal sekecil ini dengan siapapun. Hal itu membuatnya merasakan perasaan yang aneh.
"Tunggu. Nama kamu siapa?" tanya Arga menatap wajah Ana.
"Anastasya Deluna, panggil aku Ana"
"Ana, nama aku Arga"
***********
Vote nya dibawah, yuk bisa yuk