5; Gugat

3K 218 17
                                        

Orang-orang yang memutuskan berpisah pasti punya alasan kuat—yang tidak bisa diganggu gugat. Pun Karina. Sejak awal menerima Rigel sebagai pasangannya, ia sudah bilang berkali-kali; ia tidak akan mentolerir perselingkuhan dan kekerasan.

Bicara soal kekerasan, Karina pastikan suaminya tidak akan melakukan hal gila satu itu. Sebab ia tahu betul siapa Rigel Altair Widjadja, bapak-bapak bucin dan super clingy! Yang kadang manjanya ngalahin si bungsu, sampai makan aja harus disuapi. Tapi itu sebelum ia keguguran, sebelum komunikasinya sedingin ini. Dan kembali ke topik; omong-omong soal perselingkuhan, hal ini mungkin saja terjadi pada hubungannya, karena sebelum menikahinya, yang ia tahu, Rigel sering gonta-ganti pacar. Walau setelah menikah tidak pernah ada sejarah Rigel mengkhianatinya.

Sebab semua mantan Rigel—dari SMP hingga kuliah—sengaja Karina undang di acara pernikahannya, setelah dia mencari info sana-sini.

"Karina?" Sebuah suara menyadarkan Karina dari lamunan.

Tertegun, di samping meja yang ia tempati berdiri seorang pria—yang ia perkirakan seumuran suaminya. Is that the one named Hilman? Karina menghela napas, ia pikir lawyer yang direkomendasikan oleh sepupunya adalah bapak-bapak perut buncit dengan banyak pernak-pernik di tangan, tapi ternyata ...

"Mbak Karin?" tanya Hilman.

Karina mengangguk. "Yes."

"Sorry for keeping you waiting," ucapnya merasa bersalah.

"No problem," geleng Karina, maklum. "Silakan duduk, Pak."

"Thank you." Hilman beranjak duduk di hadapan Karina.

"Bapak mau pesan apa?" tawar Karina setelahnya.

"Kopi saja," jawab Hilman.

Karina memanggil salah seorang waitres dan memesankan secangkir kopi. Selepas kepergian si waitres, tatapannya kembali pada Hilman yang lantas bersuara lagi—rupanya pengacara satu ini tidak suka basa-basi.

"Can we start the dicussion?" tanya Hilman.

"Of course," angguk Karina.

"So, apa yang membuat Mbak Karin ingin mengajukan gugatan cerai?" tanya Hilman lagi, memulai diskusi dengan serius.

"Sepertinya suami saya ada main dengan karyawannya di kantor," gumam Karina, tatapannya berubah sendu. "Saya belum mengumpulkan bukti yang bisa menguatkan gugatan saya, tapi kemarin saya melihat dengan mata kepala saya sendiri kalau suami saya duduk berdua dengan seorang perempuan di kafe. Dan setelah saya usut, ternyata itu karyawannya." Hilman mengangguk-angguk, menyimak. "Jadi, Pak ... apa saja yang harus saya siapkan untuk menggugat suami saya?"

"Tentunya beberapa dokumen pendukung seperti surat nikah asli, fotokopi surat nikah, akta kelahiran anak-anak jika kalian sudah memiliki anak, KTP, KK, dan bukti bahwa suami Mbak Karin memang berselingkuh," jawab Hilman. "Tetapi untuk kasus Mbak Karin ini, jika alasan Mbak Karin menggugat cerai suami karena perselingkuhan, harus dibarengi bukti-bukti yang valid."

"Sebenarnya selain dugaan perselingkuhan yang dilakukan suami saya, selama enam bulan terakhir ini kami juga punya masalah internal," ungkap Karina, mendesau lelah. Tatapannya berubah sendu. "Ditambah komunikasi kami yang semakin hari semakin dingin. Dan sepertinya itu yang memicu perselingkuhan suami saya."

Hilman mengangguk paham. "Baik. Terkait konflik internal yang kalian hadapi, apa sebelum ini sudah ada obrolan antara Mbak Karin dan suami?"

"Tidak," geleng Karina. "Seperti yang sudah saya jelaskan; komunikasi kami lumayan buruk, dan biasanya kami hanya interaksi seperlunya."

Begin AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang