Kakinya melangkah ke arah kampung. Perutnya terasa amat litak. Ketika akan sampai di rumahnya, Subah rumah gadang beratap ijuk, dia lihat beberapa perempuan berada di rumah. Dia memutar ke belakang. Lewat pintu belakang dia naik ke rumah. Terus ke dapur. Di dapur dia berpapasan dengan kakaknya.
"Hei bungsu, orang mencari.... Astaga ! Berantam lagi kau ya?"
Anak muda itu, yang merupakan anak bungsu di antara mereka dua beradik, dan karena itu dia dipanggil dengan sebutan si bungsu, tak menghiraukan kekagetan kakaknya. Dia mengambil piring. Dan mulai menyanduk nasi.
"Duduklah ke sana. Jangan mengambil nasi sendiri. Awak laki laki biar kakak ambilkan!"
"Ah tak usah susah-susah. Saya bisa mengambil sendiri".
"Duduklah, tukar pakaianmu. Di depan ada tamu yang akan bicara denganmu".
"Tak ada urusanku dengan mereka!"
"Ini tentang pertunanganmu.."
Dia tetap tak peduli, yang jelas dia ingin makan sekenyang kenyangnya. Ketika mulai menyuap, ibunya muncul perempuan itu tertegun terlihat anak bungsunya ini. Dia tak usah bertanya kenapa muka dan tubuhnya biru biru. Tak usah di tanyakan kenapa pakaiannya robek-robek. Perempuan ini sudah Arif akan apa yg telah terjadi. Dia Tatap muka anak nya yang tengah makan dengan lahap itu.
Sementara sambil makan, sesekali sudut mata si bungsu melirik pada ibunya. Selesai makan, setelah tiga kali bertambah, dia mencuci tangan. Kemudian berniat untuk turun lewat pintu belakang.
Tapi dia berhenti tatkala terdengar suara ibunya yang sejak tadi berdiam diri.
"Tukarlah pakaian dengan yang bersih. Di depan ada tamu yang ingin berunding"
"Merundingkan pertunangan saya dengan Reno?"
"Ya.."
"Apa lagi yang harus dirundingkan, bukankah kamu sudah bertunangan?"
"Tapi.."
"Soal perkawinan?" Perempuan itu menggeleng"
Si bungsu terhenti di tangga melihat geleng kepala ibunya.
Mereka ingin mengembalikan tanda dan memutuskan pertunangan?" Tanya dengan datar
Ibunya tidak mengangguk dan tidak pula menggeleng. Dia lalu melangkah cepat cepat ke ruang tengah tanpa menukar pakaiannya dengan compang camping itu.
Ayahnya dan empat lima perempuan yang hadir jadi kaget melihat kemunculannya. Ayahnya nampak sekali merasa terpukul atas kehadiran anaknya yang tak selesai itu. Ayahnya, dan semua orang di ruang depan itu, segera tahu bahwa anak ini baru saja kalah dalam perkelahian setelah berjudi. Dia pasti menang pada mulanya. Dan kemenangannya diakhiri dengan perkelahian. Dan dialah yang kalah paling akhir. Sebab kalau dia menang, dia pasti pulang dalam keadaan sehat walafi'at.
"Akan mengembalikan tanda pertunangan itukah etek kemari?"
Dia bertanya pada seorang salah perempuan, yg jadi tamu ibunya sambil tatap tegak.
"Bungsu! Beradap sedikit. Tukar pakaian dan duduk berunding dengan sopan!!!" Ayahnya membentak.
Dia menatap ayahnya. Dia memang takut pada ayahnya ini. Tapi kali ini rasa takutnya itu dia tekan kuat-kuat. Tanpa mengacuhkan perintah ayahnya dia menatap lagi pada perempuan yang datang itu.
Lalu suaranya terdengar berkata dengan pasti "kalau dulu ketika bertunangan saya tidak dibawa berunding, maka kini biarlah saya yang memutuskan. Pertunangan ini memang lebih baik di batalkan"
"Bungsu!" Ayahnya membentak.
Namun dia tak memperdulikan bentakan ayahnya, tak kalah kerasnya dari bentakan si ayah, dia berkata:
"Saya memang bukan pendekar. Bukan pula guru yang bisa di harapkan untuk membelikan emas dan sawah bagi isteri saya. Karena itu saya tidak berniat untuk menikah. Nah, ambillah cincin ini kembali!"
Sehabis ucapannya dia membuka cincin di jari manisnya. Kemudian melemparkannya ke pangkuan perempuan yang tadi dia sebut dengan etek itu. Kemudian dia melangkah ke belakang. Melewati ibunya yang tertegak di pintu tengah. Kemudian turun. Melewati kakaknya yang tegak di dapur.
"Anak yang benar benar tak beradap. Tak bermalu. Tak dimakan ajaran!!" Ayahnya menyumpah panjang pendek dengan muka yang merah padam.
Akan halnya perempuan perempuan yang datang itu, tak bisa berbicara sepatah pun kejadian sebentar ini memang luar biasa biasa hebatnya bagi mereka. Mereka memang handaki
Renobulan adalah gadis tercantik di kampung ini. Banyak lelakj jatuh hati dan bersedia berkorban untuknya. Tapi setahun yang lalu dia telah ditunangkan dengan sii busuk bungul. Orang yg barbahu bahwa pertunangan itu saja karena ikutan kekeluargaan saja. Keluarga ero dan keluarganya sii bungsu masih berkait kait famili. Dan kedua keluarga mereka termaLsuk keluarga yang terpandang dalam turunan dan harta sudah jadi tradisi, mereka mengikat perkawinan sesama mereka. Artinya mereka tetap menjaga kelestarian
Bah, apa yang di harapkan gadis secantik dan selembut renobulan itu dari seorang lelaki seperti si bungsu? Wajahnya terlalu murung. Katanya sayu seperti tak semangat hidup. Pemalas dan pejudi luar biasa. Penakut allahurobbi. Soal judi, tak satupun orang-orang di kampung ini, bahkan sampai ke kampung-kampung lain, yang tak tahu bahwa anak muda ini adalah hantunya judi. Semua laki-laki yang pernah jatuh hati pada Reno memaki orang tua mata duitan. Yang bersedia menjual anak gadisnya demi menjaga harta warisan. Orang tua laknat, untuk mereka.
Tapi orang tua Reno nampaknya juga punya persyaratan. Mereka berusaha agar si bungsu itu merubah perangainya. Tapi apa daya, anak ini memang tak pernah berubah. Dia malah menjadi bahan gunjing dan bahan ejekan sesama besarnya. Dan siapa pula yang bertahan bertunangan dengan laki laki seperti itu?
Si bungsu melangkah turun dengan hati kesal. Pertunangannya memang termasuk pertunangan yang aneh sejak bertukar cincin setahun yang lalu, dia baru bertemu dengan tunangannya itu sebanyak tiga kali. Dia kali di pasar Jumat dan sekali ketika sembahyang hari raya. Dalam tiga kali pertemuan itu, gak sepatahpun mereka sempat bicara. Mereka hanya bertatapan sejenak dalam jarak yang jauh. Kemudian dia sibuk dengan teman temannya. Itulah modelnya pertunangan itu.
Dia bukannya tak tahu bahwa Reno adalah gadis cantik yang jadi rebutan banyak orang. Tapi dia tak mau gadis itu menyangka bahwa dia termasuk salah satu di antara lelaki yang memburu cintanya.
Puih! Kini pertunangan yang tak berkelincitan itu sudah tamat riwayatnya. Hatinya jadi lega. Ya, dia jadi lega. Sebab dia semakin bebas untuk berjudi.
"Hmm, kemana harus mencari modal untuk berjudi?" , Pikirnya sambil terus melangkah meninggalkan surau tua itu.
Kabar tentang putusnya pertunangan itu segera tersebar di kampung kampung berdekatan. Namun pada pemuda di kampung kampung itu tak segera dapat bergembira dengan kabar tersebut. Sebab bersamaan dengan putusnya pertunangan itu, ke kampung mereka dan juga ke kampung kampung lainnya, berdatangan serdadu Jepang.