chapter 12

5.9K 596 34
                                    

Dinda meremas tangannya gugup. Ia melirik wajah Galen dan Ramon yang menatap intens dirinya.

Ia mengibaskan tangannya yang gemetar, senyum canggung perlahan terbit dari bibir Dinda. "Ah bukan apa-apa, Dinda hanya asal bicara." Ujar gadis itu kembali mengkode Ramon. Pria tua itu sebenarnya masih ingin protes, namun menatap wajah memelas Dinda membuat pria tua itu akhirnya menuruti dengan pasrah . Dinda menghela nafas lega.

Gadis itu menatap penuh kearah Galen yang masih menanti jawaban pasti. Kening pria itu berkerut membuat Dinda tertawa gemas. "Aku cuman ngelindur." Ujar Dinda meyakinkan, gadis itu menarik tangan Galen yang berada didekatnya, membawa tubuh Galen agar duduk disisi Kirinya.

Pria itu ingin bertanya lebih lanjut namun kembali terdiam saat merasakan kepala Dinda yang menyandar di dada bidangnya. Telinga Galen memerah.

Ramon yang melihat itu tersenyum senang. "Kalian sepertinya sudah akrab." Ujar Ramon.

Ia mengatakan itu bukan tanpa alasan. Galen yang hanya menerima pasrah perlakuan Dinda membuat ia berspekulasi seperti itu. Cucunya itu cukup sulit didekati.

Galen membuang muka tak ingin menatap senyum jenaka Ramon. Sedangkan Dinda tersenyum senang, gadis itu mendongak, senyumnya kian melebar mendapati telinga Galen yang memerah. "Kami sudah memutuskan untuk berteman kakek." Ujar Dinda sepihak sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia harus berinisiatif, menurut beberapa blog di Google yang ia baca, pria dingin biasanya jarang mengambil inisiatif duluan. Namun beda cerita lagi jika mereka sudah jatuh cinta, wanita manapun akan klepek-klepek dibuatnya. Dan menurut Dinda Galen pasti belum mencintainya, jadi dia harus yang pertama kali mengambil langkah, setidaknya sampai pria itu mencintainya.

Sedangkan Galen langsung terdiam kaku, pria itu menurunkan sedikit kelopak matanya. Ramon yang melihat itu tertawa dalam hati. Wajah kecewa cucunya sangat ketara sekali.

Pria tua itu menepuk pelan pucuk kepala Dinda. "Bagus lah kalau begitu." Dinda kembali mengangguk anggukkan kepalanya sembari tersenyum manis. Gadis itu senang mendapat tepukan dikepalanya Dari kakek Ramon Dan juga senang Karena Galen tidak memprotes pengakuannya.

"Kakek keruang kerja dulu, ada sedikit pekerjaan yang harus kakek urus." Ujar Ramon hendak beranjak namun Dinda menahan tangan keriput pria tua itu.

"Dihari Minggu?" Ujar Dinda tak percaya. Ia bahkan sampai beranjak dari senderannya di dada bidang Galen. "Kakek harusnya istirahat, ini kan hari libur kakek. Kalau kerja terus nanti kakek bisa sakit." Peringat Dinda dengan wajah tak berdaya.

Ramon tertawa melihat raut menggemaskan itu. "Hanya sedikit. Nikmati waktu berdua kalian." Ujar pria tua itu mengedipkan sebelah matanya, ia beranjak pergi meninggalkan kedua insan yang sedang merona ditempat mereka.

Keadaan canggung meliputi, dinda mencuri lirik kearah Galen, ia ingin mengambil inisatif lagi, namun tidak tau harus bertindak apa, dia juga tidak tau ingin berbicara dengan topik apa.

Galen meneguk salivanya berat, ia melirik kearah Dinda yang juga sedang kembali mencuri lirik kepadanya. Keduanya saling bertatapan, Galen berdiri dari duduknya, tangan pria itu terulur membuat pipi Dinda merona. Gadis itu ikut mengulurkan tangannya, menggenggam tangan besar Galen.

"Mau kemana?" Tanya Dinda saat keduanya berjalan ke arah lift khusus ruang pribadi Galen.

"Ruang baca. Mau?"

Dinda tersenyum, ia mengganggukkan kepalanya semangat. Gadis itu mengeratkan genggaman tangannya pada Galen, membuat pria tampan itu tidak bisa menahan sebelah tangannya yang bebas untuk tidak mengacak rambut Dinda.

Dan keduanya kembali sama-sama merona.

***

Dinda suka membaca, tapi itu biasanya berupa cerita novel atau buku self-improfment.

Must Be Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang