Z-E-R-O

84 15 15
                                    

Pada pagi hari, di ruang meja makan mendapati seorang perempuan dan pria sedang menyantap makanan dengan suasana hening canggung.

Pria tersebut tidak tahan dengan suasana seperti ini, ia membuka suara untuk mendapat perhatian dari orang di seberangnya.

"Ekhem! Wendy-ya, om rasa sudah cukup kamu meninggalkan rumah selama ini. Sebenarnya om tidak keberatan kamu disini, cuma om mau ka—"

"Katakan saja, om tidak suka dengan keberadaan aku disini, aku bisa pergi sekarang juga. Permisi..." Perempuan bernama Wendy meninggalkan begitu saja makanan yang sama sekali belum tersentuh.

Duh, bisa mati aku di tangan Hyunnie Pikir Jungie.

"Eh? Om, dimana Wendy? Apa dia sudah makan?" Datanglah suara lain yang membuat seketika Jungie merinding dan berusaha menutupi kegagapannya.

"O—oh, itu Wendy sudah pergi." Hal itu mendapat reaksi Irene yang menaikkan alisnya.

"Aku tau ini ada penyebabnya karena om kan?" Sambil meneguk ludahnya kasar, Jungie mengangguk.

"Humm, om tau apa resikonya bila membuat Wendy tersinggung karena ucapan om?" Lagi-lagi Jungie mengangguk.

"Maka dari itu, terima ini dan selamat menikmati om." Irene menarik kasar tangan Jungie dan membawanya ke ruang bawah tanah. Di sana terdapat banyak ruangan, kemudian Irene memilih ruangan yang paling depan dan ruangan tersebut adalah sebuah kamar yang memiliki ukuran sedang, tidak terlalu sempit, hanya saja cukup untuk satu orang.

"Irene-ah, apa gak bisa kasih hukuman yang lain ke om?"

"Oh! Ada. Om mau masuk ke kandang ikan kesayangan aku?"

"Apa itu?"

"Ikan piranha."

Jungie melotot tidak percaya, ia segera menggeleng cepat menolak tawaran gila dari keponakannya itu.

"Hahaha...om hanya bercanda, tenang disini lebih nyaman." Tawa canggung Jungie.

"Baik. Aku tinggalin om disini, jangan macam-macam untuk mencari jalan keluar om. Aku akan meminta pengawal menaruh harimau di pintu ruang bawah tanah."

"Shit. Keponakanku memang sangat gila dan menyeramkan."

Irene meninggalkan tanpa sepatah kata selagi Jungie masih belum selesai bermain dengan pikiran luarnya. Dia ingin segera mencari keberadaan sang adik.

...

"Psst...Wendy! Wendy!" Sebuah suara dari luar kamar dekat balkon. Wendy yang sedang membaca buku, berhenti sejenak. Lalu bangkit untuk mendekati arah sumber suara.

Ia membuka pintu balkon dan melihat sudah ada dua sosok manusia berdiri di hadapannya dengan pandangan berbeda, yang satu dengan pancaran sinar full vitamin keceriaan, satunya pandangan kesal dan aura kemarahan juga dirasakan oleh Wendy.

"Hii Wendy! How are you?"

"Good. You?"

Sebelum sempat Joy menjawab sebuah pukulan melayang di kepalanya.

"Yaishh! Seulgi unnie, apasih yang ada di kepalamu, tega sekali memukul kepala bulat aku ini." Sungut Joy.

"harusnya aku yang mengatakan hal itu ke kamu, apasih yang ada di dalam kepalamu itu, bisa-bisanya mengajakku ke tempat manusia air es ini." Seulgi mengatakan dengan wajah marah.

"Siapa juga yang ingin dikunjungi oleh orang yang tidak mengenal arti kesabaran. Marah-marah terus sih jadi cepet tua, upss..." Ledek Wendy.

Seulgi mendengus dan menatap tajam ke arah Wendy. Di balas putaran mata Wendy yang tidak takut Seulgi menatap seperti ingin memakannya hidup-hidup.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 13, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who is the hunter?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang