SATU

59 3 0
                                    

-Arsita-

Aku berjalan cepat menuju loker, takut akan segerombolan cowok beken dan keren di kelas. Cepat-cepat Aku mengambil buku kimia untuk dipelajari di rumah nanti. Dengan tergopoh-gopoh, Aku manyampirkan tas jansport hitamku sambil berjalan melalui koridor. Segerombolan cowok tadi terlihat berlari menghampiriku. Lenganku dicekal oleh salah satu dari mereka. "Eits, mau kemana?", Aku membetulkan letak kacamataku. Aku tetap diam dan akhirnya dia berkata "ntar malem ada acara nggak?". Aku menganggukan kepala cepat. Yang benar saja, nanti malam Aku makan malam dengan keluarga. Jika Aku membatalkannya, bisa-bisa Mama akan memarahiku. "Udahlah bro, emang susah sih ngajak dinner anak yang genius" kata cowok yang kulitnya agak sawo matang. Aku kembali membetulkan kacamata besarku, dan mereka semua melenggang pergi dari hadapanku. Aku menghela nafas, blackberry putihku bergetar. Ku lihat bbm dari Mama.


Mama: Dimana? Mama udh nunggu di dpn sekolah. Cepet ya!


Aku menenteng blackberryku dan berlari kecil menuju depan sekolah. Di depan sekolah Aku melihat mobil honda jazz berwarna putih, segera Aku masuk ke dalam mobil. "Kok lama?" tanya Mama. Aku hanya tersenyum dan menggelengkan kepalaku.

Sepanjang perjalanan, Aku menggeluti novel sastra yang ku bawa. Sampai Aku tidak sadar bahwa sekarang sudah sampai rumah. Aku turun dari mobil dan menaiki tangga menuju kamarku. "Nak, nanti kita dinner di luar". Aku mengangguk patuh sambil berjalan memasuki kamar. Parfum beraroma bayipun langsung menguar. Aku meletakkan tas dan mulai belajar kimia untuk ulangan besok.


"Woi cepetan lama amat sih". Terdengar suara dari panggilan telepon sambungan menuju kamarku. Ya, itu kakak cewekku. Orangnya cantik, supel, ceria. Berbeda denganku. Aku melihat cermin sekali lagi. Kaos putih tanpa lengan dengan cardigan hitam panjang dan rok pink polos yang ku kenakan. Tersampir tas hitam kecil bermerek yang dibelikan Mama. Aku mengambil flat shoes hitam dengan rajutan tali. "Ayo Yah, kita berangkat" kata Mama setelah melihatku menuruni tangga. Aku mengikuti dari belakang.

Aku duduk paling belakang. Sendirian. Aku mencoba membaca ebook yang barusan Aku beli dari internet. "Duh, yang rajin" kata kakak cewekku. Aku membenarkan kacamataku. "Udah deh biarin ah" kata Mama menengahi. "Emang lo lagi ngapain sih dek?" tanya kakak cowokku. "Hm.. Cuman baca ebook biasa kok". "Ohya, iPhone lo nggak dipake kan?". Kakak cewekku berbalik dan memandangku penuh harap. "Enggak kok, masih dibungkus di lemari". "Boleh ya gue pake?, iPhone gue yang ini udah soak". Aku menganggukkan kepala dengan senyum ikhlas. Ya, begitulah kakak cewekku. Dia kuliah bidang hukum dan kebanyakan teman-temannya cewek gaul dan sosialita. Sementara kakak cowokku, dia bekerja sebagai music enginer dan biasanya main band di cafe. Yah, mereka memang terlihat cool dan mewah. Sekali lagi, mereka berbeda denganku.

Aku turun dari mobil dan mengikuti keluargaku dari belakang. Sesekali Aku membenarkan kacamataku. Di meja yang kita tuju sudah terdapat satu keluarga. Oh, mungkin ini teman bisnis Ayah. Aku bersalaman dengan mereka semua, termasuk anak laki-lakinya. Aku tersenyum sampai poniku mengembang. Aku duduk dan memilih menu makanan. Aku mendongak dan menyadari bahwa Aku sedang berada di depan anak laki-laki ini. Segera ku alihkan pandanganku kepada pelayan, dan menyebutkan pesanan. Aku diam dan hanya mendengarkan percakapan mereka. Jujur, Aku bingung apa yang mereka katakan.

Ketika kami sudah selesai makan, Ayah dan Mama ngobrol lagi. Dan tiba-tiba, "sekolah dimana?". Aku menoleh ke depanku. Cowok berambut sedikit gondrong dengan tatapan mata yang menyejukkan hati, sungguh pemandangan yang sempurna. "Errr... Future International School". "Wow, seleksi?" tanyanya antusias. "Ya". "Kelas?", "11" jawabku singkat. Sungguh, ini sangat canggung. Dia mengambil iPhonenya dan mulai menyentuh layarnya. Aku terdiam dan bingung. Ini makan malam yang tidak biasa. Aku membenarkan kacamataku sekali lagi, Aku berfikir bahwa Aku harus memotong poniku. Ini sedikit menggembung ketika di blow tadi. "Yauda ya jeng, kita pulang dulu. Besok ada yang harus sekolah tuh" kata Mama sambil melirikku. Aku tersenyum kecut mendengar kata-kata itu. "See you ya jeng". Aku menyalami teman bisnis Ayah, dan anaknya yang super canggung denganku. Huh. Aku mengikuti orangtuaku dan kakak-kakakku dari belakang. Sesekali Aku merapikan rokku. Sebenarnya, Aku tidak suka pakai rok. Ini semua paksaan Mama dari kecil, Aku yang harus menjadi feminim dan harus pandai bermain piano. Yah, Aku lebih suka memakai jeans dengan kaos oblong yang bertuliskan quotes menarik. Tetapi, karena terlalu sering dari kecil memakai rok. Aku jadi terbiasa dengan ini.


Sampai di rumah, Aku langsung berganti pakaian piyama dan mencuci wajah. Setelahnya, Aku merebahkan diri di kasur dan membuka blackberryku. Disana terlihat notifikasi dari twitter.

@AnggaCool
Hai, kapan gue bisa ketemuan sama lo? @ArsitaMelody

Oh my God. What the?, ini tidak mungkin. Aku tidak boleh menjawabnya dan Aku harus segera memblock akunnya. Ku pilih kata 'block' dan selesai sudah. Aku melepaskan kacamataku dan mulai memejamkan mata berharap besok akan menjadi hari yang seperti biasanya.

Hai, halo.
Nah, Aku udah mulai buat part pertamanya nih. Semoga suka ya!, jangan lupa komen dan vote ceritanya. Trimakasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 06, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Geek Girl and Her LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang