3. Interest

26 5 0
                                    

Samira terlihat melambaikan tangan dengan senyum yang sangat cerah ke arah pintu masuk. Seorang gadis berambut panjang yang dijepit asal dengan lengan kemeja yang sudah digulung hingga siku. Arraya Anindya —nama gadis itu, ia tersenyum ketika melihat Samira.

Meski penampilan Raya sudah sangat berantakan; rambut yang dijepit asal-asalan, kemeja yang sudah kusut dengan lengan yang digulung sesiku, celana bahan berwarna cokelat yang juga sudah lecek, serta sandal jepit Swallow, Raya masih sukses membuat banyak mata memandang ke arah gadis itu ketika ia masuk. Raya dan magnet yang ia miliki selalu menjadi centre of attention di mana pun ia berada.

Raya memeluk Samira yang sudah sekian lama tidak bertemu dengannya karena Samira menghindari bertemu dengan teman-temannya yang sudah bekerja. Bagi Samira, hal itu sangat melelahkan batin dan pikirannya. Maka dari itu, Raya langsung memeluk Samira dengan erat sebab sudah enam bulan lebih mereka tak bersua.

Samira tertawa kecil sambil membalas pelukan Raya. Raya mengomeli Samira yang menurut Samira menggemaskan. "Sam, pokoknya lo jangan menghindar lagi. Lo tahu 'kan lo itu teman gue satu-satunya? Gue kesepian banget nggak ada lo, gue nggak bisa sambat ke lo juga," omel Raya.

Samira mengangguk. "Doain ya gue sanggup di kerjaan gue sekarang," kata Samira dengan berbisik.

"Iya. Pasti. Lo memang kerja di mana sih sekarang?" tanya Raya sembali melepas pelukan mereka dan duduk di sebelah Samira. Ia melepas tas menggantung di bahunya dan ia meletakkan itu di atas pangkuannya.

"Nanti. Kita pesan dulu baru cerita. Samira belum makan malam ini," sela Hanan yang membuat Raya terdiam. "Mau makan apa kalian?"

Samira menjawab dengan semangat, "Nasi uduk dan bebek bumbu hitam ekstra pedas!" Ya memang traktiran Samira hanyalah di warung tenda yang berjualan ayam dan bebek Madura. Itu tempat kesukaan mereka bertiga sejak Samira dan Raya masih kuliah.

Pertemanan mereka itu berawal dari Samira yang mengenal Hanan sejak kecil sebab dulu mereka bertetangga dan kedua orangtua mereka saling bersahabat. Hal itulah yang membuat Hanan bisa bersahabat dengan Samira yang berusia lebih muda dua tahun darinya. Kemudian ketika masuk SMA, Samira mengenalkan Raya kepada Hanan. Sejak saat itulah mereka jadi sering pergi dan main bertiga.

"Jangan ekstra pedas, Sam! Lambung lo bakalan kaget dan nanti jadi muntah-muntah lagi," nasihat Hanan yang membuat Samira merengutkan bibir. Samira merajuk, tetapi Hanan tetap menggeleng yang membuat Samira mengalah. "Baru mau masuk kerja, jadi lo jangan cari perkara ya," ucap Hanan.

Samira berdecih. "Ya, cari perkara mah kerjaan lo," ucap Samira dengan sinis. Samira menatap Raya dan mengadu, "Si Hanan sombong banget bawa-bawa kerjaannya mentang-mentang sudah resmi jadi pengacara."

Raya membulatkan mata. "Wah, iya? Congratulations ya, Han. Semoga berkah deh kerjaan lo," ucap Raya dengan senyuman.

Hanan mengangguk. "Thank you, Ray. Sorry belum sempat kabarin lo. Traktiran next time ya. Samsam juga belum ditraktir kok," kata Hanan yang kemudian dibalas anggukan oleh Raya.

Samira mengernyit, lalu menatap Raya dan Hanan bergantian. "Lho? Kalian juga nggak komunikasi selama ini?" tanya Samira yang dibalas gelengan oleh kedua orang itu. "Kenapa?" tanya Samira yang tidak mengerti. Ia pikir, meskipun Samira menghindar dari bertemu dengan Raya pun Raya tetap memiliki Hanan sebagai tempat keluh kesah.

Raya menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sementara Hanan menjawab, "Karena nggak ada yang mau gue obrolin sama Raya." Lalu Hanan bangkit dan bertanya kepada Raya, "Ray, lo mau pesan apa?"

Raya tersenyum tipis. "Ayam bumbu hitam pedas biasa dan nasi uduk ya," jawab Raya.

Hanan mengangguk. "Minum es jeruk semua 'kan?" tanya Hanan memastikan sebelum ia berjalan ke arah penjual.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 29 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pink BluemsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang