prolog

257 17 5
                                    

🎵 Naif - Nanar 🎵

• • • R e d a • • •

Sudah tidak ada yang bisa diharapkan. Semuanya sudah telanjur hancur lebur. Yang tersisa dari semuanya hanyalah luka yang semakin melebar di setiap bertambahnya putaran jarum detik yang semakin lama menjelma menjadi jam.

Air mata luruh begitu saja dari kedua bola matanya. Iris matanya yang berwarna cokelat itu terpejam. Membiarkan sesak itu bergumul, bercengkrama, sebelum meledak dalam bentuk keputusasaan. Tangan kanannya melayang, lalu membentuk kepalan saat menghantam dadanya. Dalam sedu sedan, dia memukul dadanya, menyalahkan diri sendiri atas segala yang terjadi.

“Aku menyedihkan, tidak berguna, tidak pantas dicintai, tidak pantas bahagia,” katanya penuh kepiluan, seraya semakin kuat memukul dadanya dengan kepalan tangan kanannya.

Sementara itu, langit seakan ikut merasakan duka. Perlahan tetes hujan turun menyapa bentala. Menemani gadis bersurai hitam yang panjangnya sepunggung itu. Dia sama sekali tidak ingin beranjak pergi. Dia membiarkan hujan menemaninya, dan memeluknya dalam dingin sebelum semuanya benar-benar berakhir.

Di malam yang kelabu ini, Alesha telah kehilangan segalanya. Dia kehilangan keseimbangan untuk tetap kukuh berdiri di atas bentala yang jauh dari kata nirmala. Dia telah menyerah, mengaku kalah pada semesta.

Angin berembus dengan pongah. Menerbangkan rambut Alesha yang dia biarkan terurai. Sebelum akhirnya rambutnya tak lagi mampu untuk sekadar terbang mengikuti arah angin, karena sudah telanjur dilahap basahnya air hujan.

Sudah tidak ada yang bisa Alesha lakukan lagi. Semuanya sudah telanjur tercerai-berai. Tidak ada lagi yang bisa dipertahankan. Dia telah kehilangan banyak hal dalam hidupnya.

Fakta menyakitkan seakan tidak pernah berhenti untuk datang ke dalam kehidupannya. Duri-duri luka tertancap tepat di seluruh bagian ulu hatinya, tanpa celah.

Alesha menggelengkan kepalanya keras-keras. Bayang-bayang menyakitkan kembali datang menghampiri tanpa permisi, menghantam benaknya tanpa ampun. Membuat dirinya semakin berkali-kali lipat membenci dirinya, takdirnya, juga hidupnya. Malam ini adalah titik kehancurannya setelah selama ini dia mencoba bertahan dan percaya pada takdirnya. Kini, kepercayaan itu telah sepenuhnya runtuh tanpa sisa.

Alesha memejamkan matanya selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia berniat untuk benar-benar mengakhiri segala rasa sakitnya.

Namun, pada malam di mana Alesha merasa telah kehilangan segalanya, adalah malam yang justru membuatnya menemukan cahaya yang menerangi kegelapan yang selama ini mengungkungnya.

“Sebagaimana hujan yang akan reda, yang gelap akan berjumpa terang, yang gelisah akan disapa tenang, dan yang lara akan berujung bahagia.” Adalah apa yang dikatakan pada Alesha oleh seorang cowok yang memiliki iris mata segelap malam yang kelam. Nama cowok itu tak lain adalah Aksara Birumanji.

 Nama cowok itu tak lain adalah Aksara Birumanji

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • • R E D A • • •

Halo selamat datang di cerita baru saya, semoga kalian betah membaca sampai akhir ya 🤗

Cerita ini genrenya teenfict angst yang tentu akan cukup berat, tapi tenang, tentu saja akan ada happy-happynya kok biar nggak spaneng hehew

Semoga bisa setia mengikuti kisah hidup Alesha, Aksara dan Ganda ya 🫶🏻

See u in the next chapters!!

Salam hangat,
winmoonchild

RedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang