Note 2: Abu-Abu

2 0 0
                                    


Di suatu tempat...

Lelaki misterius berparas tampan itu kini sedang menyemir rambutnya di toilet umum di dekat kampungnya. Setelah mengirimi sejumlah uang yang dia dapatkan dari bosnya Pablo, dia memasukkan uang kertas tebal itu di dalam amplop bewarna coklat untuk diletakkan di kotak pos kampung halamannya. Dia melakukannya secara hati-hati, berusaha untuk tidak terlihat mencolok.

Joe tahu ayahnya akan menjaga ibunya yang linglung itu ketika dia tidak ada untuk menempuh beasiswa S2 Hukum di Amerika. Ironisnya pembelajaran Hukum Internasionalnya dengan mudahnya ia langgar karena benda bernama uang yang membuat hatinya menjadi tamak. Joe mengaca di cermin, meraba rambut semiran coklatnya yang baru.

Untungnya mantan pacar Joe pintar dengan urusan semir dan makeup, cat semir yang dia tinggalkan di asramanya cukup berguna. Namun, Joe tahu dia tidak bisa kembali ke tempat perkuliahannya setelah apa yang dia lakukan dengan Pablo. Lelaki itu mengambil pekerjaan illegal untuk membayar uang pengobatan ibunya.

Tentunya dia melakukan ini diam-diam, tanpa sepengetahuan teman kuliah dan mantan pacarnya. Joe dapat membayangkan ekspresi kecewa mereka ketika mereka mengetahui bahwa teman mereka selama ini bekerja illegal. Rencananya terpaksa berubah ketika Pablo tertangkap oleh kepolisian Amerika.

Joe membawa lari virus di ransel hijau yang ia gendong di bahu sebelah kirinya dari tangan Pablo. Karena atasannya tertangkap, Joe bermaksud untuk menjual virusnya di black market. Tetapi sebelum mengeksekusikan rencananya, ia harus lari dari radar polisi. Namun, kenyataannya rencananya tidak berjalan mulus

Lelaki itu meletakkan kedua tangannya di kedua sisi wastafel. Memikirkan jalan keluar terbaik baginya agar tidak bertemu dengan polisi. Namun, dia masih terbayang ekspresi wajah ibunya ketika dia bertemu dengannya.

*    *    *

Lima jam yang lalu...

"Selamat datang, anda siapa?" ibunya bertanya dengan polosnya kepada Joe. "Mencari siapa ya?".

Ketika dia masih kecil ibunya pasti menyapanya dengan ramah, menyambutnya di rumah dengan ucapan khasnya.

"Sudah pulang, nak? Bagaimana sekolah?" ibunya menyambut dengan senyum ramah.

Tetapi kalimat yang terlontar dari mulutnya barusan, menyayat hati Joe di dalam waktu sekejap.

Ibunya yang tersenyum tanpa dosa, menyapanya lewat gerbang ketika dia mengunjungi kampung halamannya untuk terakhir kalinya. Lelaki itu hanya melambaikan tangannya dengan lemas, mengetahui kondisi sesungguhnya ibunya. Walaupun dia sudah meninggalkan kampung halamannya selama empat tahun, tidak banyak yang berubah.

Hari sudah sore, dan dia harus bergerak cepat sebelum ada seseorang menyadari keberadaannya di kampung halamannya. Namun, dia ingin melihat orangtuanya untuk yang terakhir kalinya. Ibunya hanya menaikkan alisnya, kebingungan dengan sosok pemuda melankolis yang tiba-tiba menangis di depan pagar rumahnya.

"Permisi, ada apa ya?" Ibunya bertanya. "Apakah ada sesuatu yang bisa saya bantu?".

Joe menggelengkan kepalanya, matanya terpaku dengan lahan tanamannya masih terawat, bunga matahari yang dia rawat masih berdiri tegak di dekat pagar rumah. Ada tali yang terikat di dahan bunga itu, kemungkinan besar untuk mencegah bunga matahari itu terbang apabila terkena badai.

Umumnya, seorang anak akan merasa sangat bahagia ketika melihat orangtuanya lagi setelah berpisah selama bertahun-tahun.

Joe berdiri terpaku di depan rumahnya, takut ibunya akan memarahinya atau bahkan melaporkannya ke polisi. Tetapi, melihat penyakit itu mulai menggerogoti otaknya. SIbunya sudah tidak mengingat Joe lagi, anak tunggal satu-satunya dilupakan begitu saja bagaikan hembusan angin.

XanthousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang