1 - Mirror, Mirror On The Wall

4 1 0
                                    

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah yang paling cantik?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang paling hebat ?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang paling disukai semua orang?"

"Aileen" 

Aileen, gadis itu akhirnya merebahkan dirinya di kasur seberang stand mirror yang terpasang di kamarnya. Kakinya yang mengayun-ayun masih tercetak jelas di cermin. Senyumannya kian melebar ketika mengangkat tinggi-tinggi benda berkilau yang sebelumnya dipeluk erat olehnya itu. Sebuah piala kejuaran belerina tingkat nasional. Tentu saja itu sangat berharga, piala itu menjadi tiket VIP bagi dirinya untuk melangkah ke kanca internasional. Alieen mulai berguling-guling membayangkan betapa menyenangkan jika ia bisa mengikuti kejuaraan tersebut di negara asalnya, Italia.

"Aileen, ayo turun.." seru Mama Aileen samar-samar dari luar kamar. Hampir saja ia melupakan acara makan-makan perayaan kemenangan dirinya.

Aileen mulai berganti baju, melepaskan kostum yang sudah seperti bagian dari dirinya dan menyimpan baik-baik sepatu balet layaknya pusaka yang amat berharga. Aileen sedang menuruni anak tangga ketika sayup-sayup mendengar suara tawa dan pujian-pujian akan dirinya. Rupanya beberapa teman Mamanya hadir dalam perayaan ini.

Aileen turun dengan agak malu-malu apalagi saat semua orang langsung menyambutnya dengan kelimat 'Oh ini dia yang baru saja memenangkan kejuraan nasional?' atau 'Oh ini balerina kita yang paling berbakat?' lalu semua orang tertawa.

Aileen duduk di kursi yang ada dan ikut menikmati jamuan. Beberapa kali ia ditanyai tentang bagaimana dia bisa menyukai balet, kapan mulai berkeinginan berlatih balet dan pertanyaan-pertanyaan sejenis yang kemudian mengarah pada sanjungan dirinya yang entah mengapa justru membuatnya semakin menunduk malu. 

Acara perayaan ini semakin lama semakin khitmad, percakapan sudah semakin melebar mebahas ini dan itu. Beberapa piring juga mulai kosong menyisahkan remahan makanan dan kuah tanpa isi. Aileen beranjak membantu Mamanya membereskan. Membawa piring-piring kosong ke dapur. Ketika ia hendak kembali ke meja makan, saat itulah ia mendengar sesuatu yang membuat badannya begetar.

"Memang kalau sudah jadi juara balerina dapat apa sih?" orang pertama berkata.

"Nggak tau tuh, memang prospek kerja balerina bagus?" timpal orang kedua.

"Bagus gimana, orang cuma penari kan. Paling ya gitu-gitu aja." sahut orang ketiga.

Aileen merasakan telinganya memanas. Ia sudah tidak bisa lagi duduk diantara mereka dan beramah tamah seperti sebelumnya. Aileen berlari ke kamarnya dan menatap cermin.

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah yang paling cantik?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang paling hebat ?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang paling disukai semua orang?"

"Aileen" 

Benar, Aileen tetaplah orang yang dimaksud cermin itu.

***

Hitungan demi hitungan dilewati, ketukan demi ketukan telah dikuasai. Aileen beberapa kali mengusap peluh di dahinya. Hari ini ia mulai berlatih untuk tingkat kejuaraan internasional yang sebelumnya telah disinggung. Tepat sepulang sekolah, Aileen datang ke sanggar tari tempat ia menempa bakatnya selama ini.

"Bagus sekali Aileen, perkembanganmu sangat bagus, jika kamu bisa tetap meningkat secara stabil sampai ajang balerina nanti, kamu pasti bisa memenangkannya." seru coach ballet Aileen. Sedang Aileen mengangguk dan tersenyum.

Ucapan coach barusan, itu artinya kemampuan Aileen yang sekarang agaknya masih belum cukup untuk bersaing di ranah internasional.

Aileen terus berlatih. Ia datang saat lampu studio tari masih padam sampai cahaya terakhir lampu dipadamkan kembali. Aileen makan dengan baik, tidur dengan baik, dan belajar dengan baik. Semua berjalan penuh progress hingga rasa-rasanya ia telah memenangkan kejuaraan balerina tingkat internasional.

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah yang paling rajin berlatih?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah balerina paling hebat?"

"Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang akan memenangkan ajang balerina tingkat internasional?"

"Aileen" 

Dengan anggukan kepala yang mantap, Aileen percaya jika dia mampu dan akan memenangkan kejuaraan tersebut. Namun, disaat keyakinan itu melambung tinggi, tiba-tiba saja ingatan Aileen kembali pada percakapan teman-teman ibunya saat perayaan kemarin malam. Kata-kata itu menghujam keras dadanya. Bercampur dengan kalimat ketidakpuasan yang dilontarkan coah atas progress latihannya. Aileen mencoba menatap dirinya pada pantulan cermin dihadapannya, tapi semuanya buram. Air mata telah menghalangi pandangannya. Aileen mengusap dengan kasar tapi seolah semakin deras, air mata itu tetap membuatnya tidak bisa menatap dengan jelas.

Apakah ia bukan balerina yang hebat? Apakah salah jika ia bermimpi menjadi balerina? Dan, apakah menjadi balerina seburuk itu? Pikiran itu langsung memenuhi pikiran Aileen, membuat rasa rendah diri merayapinya. Seluruh perjuangan dan pujian setinggi langit yang pernah diterimanya luruh menjadi fatamorgana. Hanya terasa seperti ilusi yang tidak pernah nyata.

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah yang paling rajin berlatih?"

"Yang pasti bukan Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah balerina paling hebat?"

"Yang pasti bukan Aileen"

"Mirror, mirror on the wall. Siapakah orang yang akan memenangkan ajang balerina tingkat internasional?"

"Yang pasti bukan Aileen" 

Dari pantulan cermin itu Aileen terlihat terduduk meremas rambutnya. Matanya merah penuh air mata. Perasaannya tenggelam dalam pusaran tak kasat mata. Lalu ia berdiri dengan penampilan yang masih sama, jari telunjuknya teracung kedepan, tepat pada pantulan dirinya di cermin.

"Kamu siapa? Beraninya kamu seperti itu padaku?" todong Aileen.

Pantulan dalam cermin itu tidak berubah, tapi berkata,

"Aku adalah Aileen"

"Tidaaaak!!" jerit Aileen.

"Aku adalah dirimu"

"Bukaaan, kau bukan aku." teriak Aileen dan melempar vas di nakas samping tempat tidurnya pada cermin dihadapannya. Cermin itu pecah dan membuat wajah Aileen tercetak pada setiap pecahan kacanya. Semuanya berkata pada Aileen,

"Kami adalah kamu, Aileen"

"Tidak, kalian bukanlah akuuu" tolak Aileen.

"Itu benar Aileen, aku adalah dirimu dan yang saat ini sedang bicara adalah keraguan di dalam dirimu." ucap pantulan Aileen pada pecahan kaca yang paling besar.

-the end-

© Wed, 24 Jan 2024

Sisi Gelap Sebuah Perasaan : Antologi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang