Jisoo merasa muram malam ini, entah kenapa dia sedang ingin menghajar seseorang atau kalau perlu membunuh seseorang, malam ini dia datang ke club bukan untuk bersenang senang tetapi untuk mencari masalah.
Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu karena Jisoo menguasai beberapa keahlian bela diri, tetapi ketika kau punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan orang lain melakukan segala sesuatu untukmu.
Pemilik club sendiri yang menyambutnya. Tentu saja mengingat betapa besar hutangnya kepada Jisoo.
Dengan tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP terbaik."Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda,"
gumam si pemilik club dengan nada menjilat.Jisoo menatap sekeliling dengan tak berminat, menatap semua perempuan disana yang hampir-hampir seperti semut mengelilinginya dengan tatapan berharap untuk dipilih terlalu murahan, gumamnya dalam hati, semua manusia di dunia ini murahan dan penjilat.
Jisoo memutuskan untuk tidak memilih siapapun, ketika tatapan matanya terpaku pada perempuan itu, perempuan yang tampak salah tempat di club malam mewah ini, mengenakan baju luar biasa seksi, tetapi tampak tidak nyaman di dalamnya.
Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirnya,
"Aku mau dia," gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.
"Aku mau dia."
Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang, tetapi gaungnya terdengar keseluruh ruangan, entah kenapa suara hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Jennie yang merasakan semua tatapan tertuju padanya. pada dirinya yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya sendiri.
Dengan gugup Jennie menegakkan tubuhnya, berusaha membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku pada mata itu, mata coklat pucat sehingga nyaris bening, menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.
"Cepat kesana, dia menginginkanmu," ucap si pemilik club berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut kalau Jennie tidak cepat-cepat menuruti keinginan Jisoo, akan berakibat fatal. Jennie mengernyit pada Jisoo, mencoba menantang mata laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam tanpa ekspresi.
"Apakah... apakah.." Jennie berdehem karena suaranya begitu serak, "Apakah anda ingin dibawakan minuman?" Jisoo hanya menatapnya beberapa saat yang menegangkan, lalu menganggukan kepalanya.
" , minumanku yang biasa"
Secepat kilat sang bertender meracik minuman kesukaan Jisoo, minuman yang biasa. Tangan Jennie gemetar ketika menerima nampan minuman itu. Sedikit lagi lagi. . . . gumamnya mencoba menyemangati dirinya sendiri. sedikit lagi dan semua dendammu akan terbalaskan.... sedikit lagi. Jennie mengucapkan kata-kata itu bagaikan doa, dengan langkah gemetar dia mendekati Jisoo yang duduk bagaikan sang raja, menunggunya.
Diletakkannya gelas itu di meja depan Jisoo, semoga kau lekas meminumnya dan lekas mati. Doa Jennie dalam hati.
Tetapi sepertinya Tuhan masih menginginkan Jisoo hidup, karena lelaki itu terlihat tidak tertarik untuk menyentuh minumannya. Matanya malahan tertuju pada Jennie dan memandangnya tajam.
"Duduk," Jisoo menyentikkan jarinya. Melirik tempat di sebelahnya.
Sekujur tubuh Jennie mengejang menerima perintah yang begitu arogan tanpa sadar matanya memancarkan kebencian, siapa lelaki ini beraninya memerintahnya seperti ini?
Ketika Jennie termenung, seorang waitress lain dengan gugup mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Jisoo, Sehingga dengan terpaksa Jennie duduk disebelah Jisoo.