23.

3.9K 297 11
                                    

Angin pantai berhembus begitu kencang, menghempas serta rambut perak Arletta yang tampak begitu indah menyilau karena cahaya matahari. Jalan di samping wanita itu tidak bisa menyembunyikan keterpukauannya. Matanya terus terpusat pada halaman lembut yang menari-nari di sekitarnya.

Sungguh ada dorongan untuk menyentuh helaian rambut itu. Aladin ingin merasakan sensasi lembut helaian surai perak yang begitu cantik di matanya. Benar saja, dorongan itu sampai membuat tangan Alaric tanpa sadar terulur. Jemarinya merasakan helaian lembut bak sutera itu. Tanpa sadar, sentuhan kecil itu membuat jantung Alaric terasa berdebar-debar.

Tepat ketika ia masih mengagumi kecantikan sosok wanita itu dari belakang, kedua mata alerik terpaku ketika tiba-tiba Arletta menoleh. Kedua mata mereka beradu pandang. Terdiam beberapa saat hingga dunia dan waktu terasa berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan keduanya beradu panjang dalam tatapan yang begitu dalam.

Sepasang manik legam bak malam milik Alaric menyelami sepasang crystal biru lautan. Sepasang manik yang begitu indah, seolah membuat Alaric tenggelam di dalamnya.

Tersadar dari lamunan, pria itu spontan menarik tangannya. Sengaja berdoa untuk mencairkan suasana yang terasa beku untuk sesaat. Alaric mencoba menenangkan debaran jantung yang menggila tak terkendali ini. Entah mengapa belakangan ini ia selalu merasakan debaran ketika berada di dekat Arletta. Aneh.

Bahkan Alaric sendiri tidak bisa mengidentifikasi perasaan apa yang ia rasakan ketika berada di dekat Arletta. Pria itu sengaja mengalihkan pandangan dari Arletta dan berjalan lebih dulu ke pinggir kapal. Tangan kekarnya mencengkeram pinggiran kapal sebagai tempat untuk meluapkan perasaan aneh Yang tiba-tiba meluap begitu saja.

"Wah!" decak kagum Arletta menyusul berdiri di samping Alaric.

Menyadari keberadaan wanita itu di sampingnya, Alaric menolehkan wajah. Ia sedikit menunduk karena tinggi badan Arletta hanya sebatas dadanya. Melihat betapa mundurnya tubuh itu dan tatapan kagum yang penuh dengan binar kebahagiaan membuat Alaric tanpa sadar menyunggingkan seulas senyum.

"Apakah itu pulau?" tanya Arletta begitu santai seolah lupa yang ada di sampingnya adalah seorang Duke. "Wah, indah sekali! Dari pantai, pulau-pulau kecil ini aku tidak pernah melihatnya."

Entah apa yang telah menyihirnya Arletta seorang benar-benar lupa bahwa dirinya sekarang bersama Alaric. Wanita itu lupa menggunakan aksen formal seperti yang biasanya ia lakukan.

Mendengar bagaimana cara Arletta berbicara Alaric tidak merasa tersinggung sama sekali. Justru perasaannya terasa semakin aneh saja. Ia merasakan ada ruang luas yang begitu hangat di dalam dirinya begitu melihat senyum Arletta yang begitu indah di matanya.

Cinta?

Entahlah, kata cinta terasa begitu asing bagi Alaric. Namun, pria itu begitu menikmati waktu yang ia habiskan bersama Arletta. Khususnya dalam posisi ini, ketika ia mengagumi, memandang dalam diam begitu indahnya wanita di hadapannya. Rambut perak yang pertama kali mencuri perhatiannya, senyuman yang selalu membuat Alaric tertegun, kebaikan hati yang begitu tulus dan bening, tetapi terkadang sulit dibedakan antara naif dan baik.

Apakah berlebihan jika Alaric mendefinisikan Arletta sebagai jelmaan malaikat?

Bum!

Kapal tiba-tiba bergoyang seperti menabrak sesuatu. Arleta yang sebelumnya tampak merentangkan tangan seraya memejamkan mata tersentak kaget. Kedua tangannya masing-masing memcengkeram pembatas besi dan lengan Alaric yang kokoh. Senyum di wajahnya langsung luntur berubah dengan ekspresi ke terkejutan. Spontan wanita itu langsung mendongak, membelalakkan mata.

"Duke, gawat! Sepertinya akan ada badai!" teriak seseorang dari arah belakang.

"Badai?" ulang Arletta merasa heran bukan main karena ia jelas-jelas melihat bahwa suasana hari ini tampak begitu cerah dengan langit biru yang membentang.

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang