Dilorong sepi rumah sakit, nampak seorang pemuda berusia 16tahun duduk termenung di kursi tunggu rumah sakit.Kedua tangannya saling meremat satu sama lain, pikirannya penuh akan satu hal buruk yang mungkin saja terjadi.
'semoga hasil tes nya baik-baik aja, aku mohon'
Lalu tatapannya beralih pada gelang khas RS yang melingkar di tangannya, gelang yang menandakan bahwa ia 'spesial'.
"Masak iya udah punya asma terus 'monster' itu balik lagi ke tubuh Vano, kan serem, aku gamau kalau harus disuruh nahan sakit lagi waktu kemo" lirihnya
Ceklek~
Pintu ruangan di depan nya akhirnya terbuka, menampilkan dua sosok pria, yang satu masih mengenakan jas kantor nya serta yang satu lengkap mengenakan baju dinas nya sebagai seorang dokter.
"Aku lanjut visit pasien dulu bang, jelasin ke Vano perlahan saja", ucap Adam menepuk pelan bahu Pram lalu berlalu dari sana
"Tunggu om! Bagaimana hasilnya? Jelasin ke Vano dulu!" Cegah sang Vano memegang erat jas dokter Adam
Tuan Aldebaran tersenyum tipis, ia meraih tangan yang mencengkram jas adiknya itu.
"Biar ayah jelasin, Omnya biar lanjut kerja lagi ya nak"
Lalu dengan itu Adam melanjutkan langkahnya untuk menjauh dari sana, tanpa keduanya sadari mata Adam memerah menahan tangis yang bisa saja pecah jika ia terus berhadapan dengan anak yang bernama Vano, keponakan kesayangan nya.
Pramudya mengelus lembut surai sang anak sebelum akhirnya menunduk, mencoba menyamakan posisi sang anak agar sejajar dengan dirinya.
"Vano... dengarkan ayah, Vano mau ya berjuang lagi nak?" Ucap sang ayah sambil menahan satu titik air mata yang mungkin sebentar lagi akan terjatuh.
"Ma-maksud ayah? tunggu! hasil tes nya baik kan yah? beritahu Vano!"
"Yah jelasih yah jangan diem aja! 'Monsternya' nggak kembali lagi kan yah?!" Sentak Vano sambil mengguncang badan sang ayah.
Tak kuasa melihat putra nya makin histeris, Pram memeluk erat tubuh ringkih sang putra. Air mata tak lagi dapat ia bendung, dalam dekapan nya sang anak masih terus meronta.
"Yah Vano gamau yah! GAMAU SAKIT LAGI HIKS!"
"Vano tenang dulu nak nafas yang benar nanti sesak, istighfar nak istighfar, kamu kuat, ada ayah juga disini sstttt...."
Pram semakin mengeratkan pelukannya sambil terus berusaha membisikkan kata-kata penenang
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Beberapa waktu lalu....
"Kanker yang dulu kembali lagi ke tubuh Vano bang! bahkan sudah mencapai stadium dua! Bagaimana bisa abang lalai dalam mengawasi kesehatan putra abang sendiri?!"
Adam menekan segala kata, ia tidak ingin berteriak dan membuat Devano yang ada di luar ruangan panik atau khawatir.
"Ak-aku... Ta-tapi dulu kau bilang putraku sudah dinyatakan sembuh bahkan berhasil melawan sel sialan itu!", elak Pramudya
"Kau berlagak bodoh atau apa?! Mbak Karin, mendiang istri abang meninggal akibat kanker itu juga, Vano mewarisi penyakit sialan itu, jadi tidak menutup kemungkinan sel itu tidak akan muncul kembali di tubuhnya! Ini bukan penyakit sepele bang"
Pramudya menunduk, ia memijit pelipisnya yang terasa pusing. Membayangkan anaknya akan berjuang mati-matian kembali melawan penyakit membuat hatinya berdenyut nyeri.
"Sesibuk itu abang dengan urusan kantor, sampai-sampai kesehatan anak sendiri aja nggak tau, iya?!" Marah Adam
Pramudya semakin menunduk, Ia bahkan tak bisa membayangkan lagi, bagaimana dulu anaknya yang selalu menangis kesakitan di usia yang masih muda demi terus menjalani kemoterapi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Vano menatap kosong jalanan luar, nasal canula yang tersambung pada oxygen bag kini bertengger manis di hidungnya, ia dan ayahnya kini sedang dalam perjalanan pulang setelah sesaknya sempat kambuh beberapa menit yang lalu akibat terlalu lama menangis.
"Vano sayang, mau makan malam dirumah atau kita mencari restoran saja hm?", Pram mencoba menarik perhatian sang putra yang mash diam.
"Vano?", panggil Pram sedikit mengencangkan suaranya
Vano menoleh pada sang ayah perlahan, mata anak itu berkaca-kaca. Pram sendiri bisa melihat sorot ketakutan dan kegelisahan didalam manik sang anak.
Ia menepikan mobilnya sejenak.
Ditangkupnya kedua pipi gembil sang anak,
"Wanna say something? keluarkan, jangan dipendam, ada ayah disini"
Namun sang anak malah menangis, diiringi isakan kecil ia berkata
"Vano takut yah, Vano takut harus ngrasain sakit yang teramat sangat itu lagi, Vano hiks takut mati yah"
Deg~
Ayah mana yang tidak sakit hati saat putra kesayangannya berkata demikian,
"Sttt ngomong apa kamu ini, anak ayah itu kuat, kita hadapi ini sama-sama ya nak, ayah tidak tau sesakit apa yang kamu rasakan, tapi kamu hebat bisa menahannya, ingat dulu kamu sudah pernah mengalahkan nya bukan? ayah yakin kali ini kamu pasti bisa kembali berjuang lagi nak"
"hiks ayah..."
"iya sayang?"
"mau es krim:)"
Aldebaran terkekeh pelan, anaknya ini benar-benar... Tapi satu hal yang Al sudah pahami dari sifat anaknya, meskipun diluar terlihat ceria dan lucu, nyatanya anak itu selalu tertutup terhadap segala masalah yang menimpa nya, tanpa mau membuka diri kepada dirinya yang notabenenya adalah ayahnya sendiri.
Salahnya juga yang terkadang lupa waktu dalam bekerja, sebut saja ia workaholic, tapi ini semua ia lakukan dengan alasan untuk masa depan Vano.
Jika ia punya uang banyak, ia bisa membahagiakan sang anak bukan?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.TBC~
Aku hadir dengan cerita baru, yang pasti bakal penuh bawang :)
So are you ready? Berpetualang bersama tokoh utama kita DEVANO 🌚
Mohon Bantuan Vote dan Komen nya ya agar aku makin semangat upload ❤️🤸
KAMU SEDANG MEMBACA
DEVANO PRAMUDYA
FanfictionHanya kisah sang remaja tangguh bersama ayahnya, melawan kanker yang menggerogoti tubuhnya. Dihadapkan oleh rasa sakit dan bayang-bayang kematian, namun tak membuatnya patah semangat untuk sembuh karena akan selalu ada ayah yang mendukung dan selalu...