******
Suara-suara yang begitu mengganggu. Celotehan, pijakan kaki yang berderap menaiki tangga, derik pelan pintu yang terbuka dan..
"Rindalu, cepat mandi atau kau berangkat jalan kaki!"
Teriak Nitya sembari menutup pintu kamar Rindalu keras, lalu terdengar berlari menuruni tangga sambil berteriak memanggil seseorang.
Rindalu bergerak pelan, menggeliat sesekali, sambil perlahan membuka matanya.
"Sudah kuduga," Ia menghela nafas panjang. "Hari senin memang sangat menyebalkan." Batinnya kesal.
Rindalu tampak malas bergerak. Jangankan pergi ke kamar mandi, untuk menggerakkan jari-jari kakinya saja saat ini baginya terasa begitu malas.
Kenyamanan ini, sangat mubazir untuk tidak di teruskan.
Rindalu mengerjapkan matanya beberapa kali lalu menguap sekali, dan seperti yang sudah di duga diapun kembali terpejam setelahnya,
Sampai..
Rindalu merasakan seperti ada sebuah hantaman yang menghantam tepat di bagian punggungnya dan membuatnya terlempar dari tempat tidur dengan badan terlentang.
Belum genap nyawa Rindalu tersadar sembari merasakan rasa sakit di punggungnya, di depannya kini sudah muncul lagi Nitya dengan muka horor sambil berteriak-teriak kesetanan.
Rupanya Nitya baru saja menendangnya sampai terpental dari tempat tidur.
"Kau teman tak tau diri !" Omel Nitya kesal. "Bisa-bisanya setiap pagi kau jadi biang kerok bikin kita terlambat!!" kata Nitya begitu sewot tapi cuma di balas Rindalu dengan nyengir dan sesekali meringis kesakitan.
"Hari ini festival budaya di sekolah. Apa kau lupa? Aku panitianya !!" Omel Nitya lagi dengan begitu kesal. "Andai saja aku tak punya tanggungan orang lelet dan malas mandi sepertimu aku pasti... "
Seketika Nitya menghentikan omelannya. ia dengan tajam menatap Rindalu yang sekarang ini ternyata sudah kembali terpejam dengan posisi tidur tidak karuan di depannya.
Nitya menghela nafas, dan..
"Ah.. Whatever," katanya tampak pasrah lalu berbalik dan meninggalkan Rindalu yang kini tengah terpejam disana.
Sedetik berlalu. Semenit. Sepuluh menit dan..
Terasa ada yang membelai kepalanya dengan lembut. Rindalu bergerak pelan dan kemudian membuka matanya.
Ada sosok yang berkilau di depannya. Sosok yang tak begitu jelas. Mata Rindalu hanya bisa menangkap pendaran cahaya berkeliau bergerak-gerak pelan di depannya.
"Aku tak apa-apa," kata Rindalu pelan seraya bangkit dan kembali rebahan di tempat tidurnya. "...Aku hanya malas berangkat ke sekolah."
Rindalu mengeliat sembari menatap pendaran cahaya tersebut lama. Tak lama setelah itu, ia kemudian mencoba mengingat-ingat sudah berapa lama ia seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
La Luten
FantasyCinta beda kasta itu biasa, cinta beda usiapun juga biasa. Cinta beda keyakinan ⁉️ Walau mungkin itu tidak biasa, tapi aku yakin.. kalian pasti pernah mendengar atau beberapa kali melihatnya. Lalu bagaimana dengan Cinta beda dunia ⁉️ Beda Alam ⁉️...