50. Sang Aktor Konspirasi

978 61 0
                                    

TYPO BERSEBARAN!!!

***

Ada banyak konspirasi yang ada di dunia ini. Khususnya sesuatu rencana yang bisa dilakukan oleh orang-orang dengan kedudukan tinggi demi mencapai tujuan mereka. Tentu atas dasar keuntungan belaka.

Begitupun dengan apa yang dilakukan oleh William. Pria itu mengamuk sebesar-besarnya karena kemenangan yang telah ia rayakan sedini mungkin itu ternyata harus hancur karena ternyata al-arik yang ia pikir telah mati itu masih hidup. Yang lebih menyebalkan lagi adalah pria itu datang dengan pasukan elit yang berusaha ia rebut mati-matian.

"Bagaimana mungkin dia bisa kembali hidup jika benar-benar sudah mati, hah?! Sebenarnya yang kalian lakukan itu apa saja?!" murka William membanting segala benda yang ia temui hingga menjadi serpihan yang berserakan di atas lantai.

Diego, jelas menjadi sasaran empuk dari kemarahan William yang nyaris tak terkendali. Meski ia tampak diam saja menerima pukulan serta tendangan penuh amarah dari William. Bukan berarti ia tidak memiliki persiapan apapun. Diego mengetahui jelas bahwa selalu ada kemungkinan-kemungkinan dalam setiap rencananya baik itu gagal maupun berhasil. Sehingga tanpa diminta, ia pun pasti menyusun banyak siasat untuk mencapai tujuannya.

Ramosha yang jiwanya berada di tubuh Veronica, wanita yang terlambat dicintai William hanya bisa diam di ujung ruangan. Tentu saja dia sedang berakting menyerupai sifat dari sosok kesayangan William itu. Si gadis cantik yang sangat anggun dan lemah lembut. Meski jauh di lubuk hatinya Ramosha benar-benar muak ingin muntah.

Lagi pula sih Alaric itu sebenarnya memiliki nyawa berapa sehingga sudah berusaha dibunuh pun tidak mati-mati. Alih-alih mati dia malah datang kembali dengan pasukan yang begitu besar. Jelas aja kemunculannya itu membuat William begitu marah karena rencananya gagal total.

Dalam skenario yang telah mereka buat hanya tinggal menunggu kematian sang raja sehingga tahta langsung turun kepada William. Sebenarnya Diego telah menyarankan untuk langsung membunuh raja langsung agar tahta dengan mudahnya jatuh ke tangan Sang putra mahkota. Namun karena dendam pribadi yang dimiliki Wiliam membuat dia itu gelap mata sehingga membuatnya berambisi untuk menyiksa Ayah kandungnya itu lebih dahulu sebelum kematiannya.

Apalagi ditambah dengan kematian Alaric seperti yang dikatakan Diego membuat William menjadi semakin liar saja dalam membuat segala keputusan. Dan hari ini dia itu hanya bisa menyesali putusannya karena tidak memilih langsung untuk membunuh Sang ayah.

"Yang Mulia, Anda tidak bisa menyalahkan Diego begitu saja. Bagaimanapun juga Diego melaporkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang dia lihat. Barangkali ini bukan kesalahan Diego melainkan memang Alaric yang terlalu cerdas sehingga mampu mengelabui kita semua." Veronica angkat bicara.

"Diam, Veronica! Aku tidak ingin berbicara kasat kepadamu," tegas William masih berusaha mengatur nafas untuk menormalkan emosinya sendiri.

"Si anak yatim itu, semua keterlaluan kesombongannya sehingga mempermalukan kita di depan umum. Dia bersikap sekolah dia adalah penguasa dari segalanya. Yang Mulia, bahkan Duke Wilton telah menginjak harga diri Anda di depan umum. Dengan membawa pasukan militer sebanyak itu bukankah itu sama artinya dengan mencoba memberontak kepada Anda," ucap Baron Davies mengeluarkan unek-uneknya.

Sialnya sosok yang ia hina itu adalah calon menantunya sendiri. Pria tua itu merasa sangat kesal karena anak yang sangat ia benci malah jatuh di pelukan pria yang paling berbahaya di negeri itu. Musuh bagi mereka semua karena menjadi penghambat dalam usaha mereka.

"Diamlah, Baron Davies. Ucapanmu hanya membuat Yang Mulia menjadi semakin pusing. Daripada kau banyak mengeluh lebih baik kau urus saja calon menantumu itu yang tidak tahu diri. Aku jadi curiga bahwa kau juga masuk ke dalam kelompok mereka." Marquess Allen Burton berkata dengan sinis.

Pria berusia tiga puluh tahunan itu jelas tidak akan pernah lupa bagaimana Arletta mempermalukannya di acara pertunangan mereka. Seandainya bukan terhalang Alaric mungkin wanita itu kini telah tinggal nama saja. Memangnya seberapa cantik dia? Dia hanyalah wanita dengan wajah cantik tetapi tubuh yang hancur. Sampah yang dibuang keluarga Davies kepadanya.

Sejujurnya Marquess Allen Burton masih memiliki dendam kesumat kepada Baron Davies. Tentu karena pria itu masih merasa harga dirinya diinjak-injak di depan umum oleh anak sang Baron. Terlebih ketika belakangan kalian tahu jika Arletta diperlakukan tidak baik oleh keluarganya. Dan tubuh wanita itu yang dipenuhi oleh luka atas siksaan keluarganya.

Mengingat dirinya adalah biaya hidup orang yang menyukai wanita cantik. Wanita seperti Arletta bukanlah tipenya. Masih ada banyak wanita-wanita cantik di luar sana yang bisa ia coba sana-sini. Ia punya kekuasaan punya harta melimpah dan istri utama serta selir yang bisa dihitung jari.

Di antara semua kekuasaannya itu hanya Arletta yang berani menjatuhkan harga dirinya. Allen sendiri tidak tahu bagaimana ia bisa kecolongan sehingga Arletta ternyata memiliki hubungan dengan Alaric tanpa sepengetahuannya. Jangankan dia yang dahulu sebagai calon suami, keluarganya saja tidak tahu sejak kapan Areta pernah memiliki hubungan dengan Alaric.

Bahkan mereka kompak mengatakan bahwa Arletta tidak pernah bertemu Alaric sebelumnya. Tidak ada yang tahu bagaimana sepasang kekasih itu bisa bersatu padahal memiliki dunia yang teramat berbeda. Alaric sang Duke yang memiliki kekuasaan besar serta harta yang tak terhingga sementara Arletta hanya anak haram yang tidak diinginkan keluarganya.

Di tengah suasana yang sangat panas itu. Diego pun angkat bicara.

"Sebelumnya saya minta maaf yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Putra Mahkota. Saya tidak akan membela diri atas kelalaian hamba mengabdikan diri kepada Yang Mulia. Hanya saja yang berusaha tegaskan adalah Yang Mulia tidak perlu bisa mengenai kesetiaan saya kepada Anda. Untuk menebus kesalahan saya, saya akan mengusahakan rencana pembalasan lebih besar."

Dengan wajah ogah-ogahan, William menatap sinis ke arah Diego.

"Buktikan ucapanmu bukan hanya omong kosong!"

"Baik, Yang Mulia."

Di tengah perkumpulan orang-orang yang menjadi bagian dari konspirasi terbesar dalam sejarah kerajaan Imaginary itu. Perkumpulan mereka sedikit terganggu karena kedatangan seorang pelayan yang datang dengan tergopoh-gopoh.

"Hormat hamba, Yang Mulia," ucap sosok pelayan itu ketakutan.

"Apa yang terjadi padamu sehingga membuatmu datang dengan tergopoh-gopoh seperti ini?" tanya William mulai merasa curiga bahwa yang dibawanya adalah berita buruk lagi.

"Sa-saya disuruh oleh Lady Arletta untuk menyampaikan bahwa Lady memiliki wewenang untuk menyelidiki kasus penyakit yang menimpa raja. Hal ini karena beliau mendapatkan plakat militer dari Duke Wilton untuk memegang benda penyelidikan kasus penyakit raja."

"Apa kau bilang?!" murka William langsung menatap sengit ke arah Baron Davies.

Dengan segera emosi yang meletup sampai ke ubun-ubun William berjalan ke arah pria tua itu lalu langsung memukulinya hingga membuat sosoknya tak berdaya. Hanya suara minta ampun yang keluar dari mulutnya. William yang sudah terlanjur kesetanan semakin dibuat kesal.

"Jadi, selama ini apa yang kau ajarkan kepada putrimu yang menjadi alat tidak berguna itu?!"

I Choose The Villain DukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang