🌸🌸🌸

124 17 0
                                    

Baginya yang telah hidup sebatang kara sejak kecil, Soraru adalah sosok yang takkan bisa di gantikan oleh apapun dan siapapun untuknya. Pertemuan mereka hari itupun menjadi sebuah hari paling berharga untuknya. Karena itu, ia yang tidak memiliki apapun hanya bisa berjuang dan berjuang. Entah itu dalam belajar, kerja sambilan, apapun akan ia lakukan agar bisa melangkah seiras dengan cahaya hidupnya itu.

Mafu tidak memiliki orang tua. Sejak bayi ia sudah di buang ke panti asuhan. Setelah ia mengerti situasi hidupnya, Mafu hanya memikirkan cara untuk bertahan hidup. Lulus sekolah dasar dengan baik, ia masuk SMP dengan jalur beasiswa dan keterampilannya dalam ekskul musik. Dari prestasinya mengikuti lomba-lomba, ia berhasil masuk SMA yang sama dengan Soraru lewat jalur beasiswa dan jalur prestasi sehingga ia terlepas dari biaya.

Namun, untuk kesehariannya, tentu saja ia masih harus bekerja. Begitu memasuki ranah SMA, ia langsung melamar banyak part time agar uangnya bisa ia tabung. Apalagi setelah tahu Soraru akan lanjut kuliah, ia harus sudah mempersiapkan biaya dari jauh-jauh hari.

Setidaknya, walau setidaknya ia tak bisa menjadi satu-satunya dalam hidup Soraru, ia ingin terus bersama pujaan hatinya itu lebih lama lagi.

Meski begitu, Mafu sempat berharap bahwa Soraru juga memiliki perasaan yang sama dengannya.

“Berarti Soraru-san suka aku sebagai teman, gitu?”

“Tentu saja, memangnya apalagi?”

Seakan ada sesuatu yang hancur lebur, di susul tembok tinggi yang tiba-tiba hadir di antara keduanya. Seperti itulah yang Mafu rasakan saat mendengar jawaban Soraru.

Tapi ia jelas tak bisa menyalahkan siapapun. Soraru sama sekali tidak salah disini. Namun, mengatakan dirinya tidak terguncang adalah bohong. Terhenyak oleh wajah khawatir Soraru, Mafu yang sempat buyar langsung mengambil inisiatif.

Dia tidak boleh mengetahuinya.

“Kenapa?”

“...Mafu? Ada apa—“

“... padahal aku selalu memanggilmu Onii-chandengan imut!”

“—huh?”

Dibalik tangan yang menutup separuh wajahnya, ia menggigiti bibir bawahnya kuat-kuat. Menarik napas cepat, ia kembali melanjutkan bualannya. “Padahal aku sudah menganggap kamu sebagai kakakku! Kenapa aku hanya dianggap tema— ADUH!!”

“Rasakan itu, bocah sial!”

“Soraru-san! Jangan ditinggal, dong!”

“Bodo amat!!”

Mencengkram kakinya yang diinjak, Mafu tertunduk dan mengatur napasnya. Menahan sekuat mungkin air mata yang hampir menitik jatuh dari sudut matanya. Merasakan baik-baik rasa sakit di kakinya seolah sama dengan rasa sakit di hatinya.

Mendongakkan kepala, Mafu tertegun kala menemukan Soraru yang berdiri di belakang para penyeberang jalan. Ia yang semula bergegas bangun, mengurungkan niat untuk menyusul.

Aah, dia pasti akan menyebrang lebih dulu. Pikirnya.

Namun, melihat Soraru tetap diam di tempat selagi orang-orang bergegas menyebrang membuat sekujur tubuhnya meremang. Dan dengan langkah cepat meski terseok, ia menyusul dan mengulurkan tangan.

Tidak apa. Aku baik-baik saja. Selama kamu bahagia, aku akan terus mengikutimu.

Berhasil meraih tangan Soraru, Mafu meringis pelan. “Aduh ... gila, sakit banget kakiku!”

Necrosis Cardia : Memoar  ||  MafuSora [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang