Chapter III

16 0 0
                                    

Simbok adalah salah satu cermin yang kujaga tetap bersih dan selalu kusandingkan dengan hal-hal baik dunia.
Ketika aku menulis ini banyak ketakutan yang menjalar disudut malam yang kulewati kemarin, dan setiap aku teringat akan hal itu aku menulis apapun yang terjadi hari ini.

-Aku mendengar segala macam kata beliau, mulai dari menunjukkan letak ari-ari ku dulu dikuburkan, warisan, dan lagi soal bapak.
-Aku memotong tahu, simbok ngomel karena perapian tak kunjung hidup.
-Makan siang yang diakhiri nostalgia yang katanya aku dulu selalu digendong kemanapun simbok pergi.

Dari sekian banyak kebaikan yang beliau lahirkan, aku hanya menakutkan satu hal,
Aku.. takut.. mati.. sendirian.

Semoga aku bisa menulis lebih banyak tentang simbok, untuk merawat kenangan baik, dan menyemai nilai hidup yang simbok turunkan.

Dengan demikian aku menarik kesimpulan bahwa perpisahan adalah satu dari sekian banyaknya kebrengsekkan yang dunia berikan, sialnya lagi perpisahan itu mutlak dan aku takut menemuinya.

Kesepian simbok melahap setiap bunyi hewan malam disekitar pekarangan rumahnya, meringkuk sendiri dipukul delapan malam, dan terbangun dipukul 3 pagi.
Tak pernah terelakkan barang seharipun, lagi dan lagi.

Chapter IIITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang