Kami berhenti berlari sampai di tengah alun-alun. Tidak ada siapapun, kecuali kami berdua yang punya pikiran tidak waras untuk berada di tengah hujan deras saat ini.
Tanpa sadar aku tersenyum saat melihat dia merentangkan kedua tangannya dan mendongakan kepalanya ke atas dengan memejamkan matanya. Dia seolah menikmati setiap tetes-tetes hujan yang menyentuh tubuhnya.
Pernahkah kamu merasa dunia di sekitarmu memutari dirimu yang sedang terpaku dengan sesuatu. Begitulah yang aku rasakan saat ini. Seakan dia adalah satu-satunya pusat pusaran dunia, sehingga matamu tak bisa lepas darinya tanpa berkedip.
"Ternyata sesekali hujan-hujanan kayak gini menyenangkan juga ya!" Ucapnya berteriak. Suara hujan deras saat ini memang sangat mendominasi. Dan syukurlah dia bersuara, sehingga aku bisa terlepas dari hipnotisnya.
"Apa kamu udah gila?" Tanyaku yang juga berteriak.
"Bukannya tadi kamu juga mau hujan-hujanan?" Dia bertanya kembali padaku. Tenggorokanku terasa kering, aku menelan ludah menatap wajahnya saat ini. Air hujan mengalir di setiap lekuk wajahnya melewati bulu matanya yang panjang, berjatuhan menyentuh hidungnya yang tinggi, dan membasahi bibirnya yang tebal berwarna merah muda yang sedikit pucat. Dia hampir menghipnotisku—lagi—dengan pesona wajahnya.
Ya, perempuan mana yang tidak akan meleleh menyaksikan pemandangan seperti itu di hadapannya. Entahlah, saat ini aku merasa seperti dia memiliki kharisma yang tak bisa disangkal. Aku berusaha mencoba mengendalikan diriku, dan bersikap seolah aku tak tertarik dengan pesonanya yang maha dasyat itu!
"Itu kan tadi! Sekarang coba lihat! Baju dan kerudungku basah semua! Tas aku juga basah! Ada camera dan ponsel di dalamnya, kalau rusak gimana?!" Teriak-ku menyalahkannya. Yah, aku sedikit menyesal juga sekarang setelah aku sadar, aku harus bagaimana setelah ini?
Aku juga mulai menggigil kedinginan. Aku menggigit bibir bawahku yang sudah bergetar. Kusilangkan kedua tanganku erat diatas perutku untuk menahan hawa dingin yang sudah menyeruak ke dalam tubuhku.
Dia terlihat berpikir, mungkin dia juga baru menyadari apa yang telah dia lakukan ini memang sedikit gila! "Kamu tunggu aku di Masjid, nanti aku akan kembali lagi!" Ucapnya kemudian.
Belum sempat aku ingin memprotesnya, dia sudah berlalu begitu saja meninggalkan aku! Aku masih berdiam diri melihatnya yang berlari menjauh dariku sampai sosoknya menghilang dari pandanganku.
Brengsek! Apa dia mau melarikan diri dan meninggalkan aku sendiri seperti ini?
*****
Sudah 15 menit aku menunggu orang itu, dia tidak juga terlihat batang hidungnya! Aku yang sudah menggigil kedinginan, hanya bisa mencoba menahan hawa dingin yang hampir membuat tubuhku membeku. Hujan juga sudah mulai mereda, tidak lagi sederas tadi. Aku ingin menghubungi Tina untuk menjemputku, tetapi ponselku mati karena basah terkena rembesan air hujan dalam tasku.
Aku merasa lega saat kulihat sosok seseorang yang tak lain adalah Tina berjalan cepat menghampiriku dengan membawa payung. Kecemasanku langsung hilang seketika melihat sosoknya yang terlihat begitu cemas melihatku.
"Astaga Nisa, kok bisa basah kuyup begini?" Tanya Tina yang langsung memberikan jaket yang dikenakannya padaku. "Ponselnya kok gak bisa di hubungi?" Sambungnya lagi dengan nada suara yang terdengar khawatir.
"Iya, Ponselku mati. Ceritanya nanti aja deh ya, aku udah kedinginan nih." Ucapku menahan gemetar.
Tina langsung merangkul bahuku, dan kami berjalan meninggalkan alun-alun menuju mobil Doni yang sudah menunggu kami di parkiran.
Saat mobil mulai berjalan pergi, aku melihat orang itu keluar dari salah satu toko distro di dekat alun-alun. Dia sudah berganti pakaian, dengan membawa payung dan sebuah kantong belanja di tangannya. Aku terus memperhatikannya yang sedikit berlari ke arah masuk alun-alun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita Dalam Dunia Pelangi
RomanceIni adalah sebuah kisah tentang kita yang berada dalam dunia pelangi. Kisah seorang fujoshi bernama Nisa yang jatuh cinta terhadap teman gay-nya di dunia maya. Dan tentang seorang lelaki bernama Ferdy yang menyembunyikan jati dirinya yang seorang...