BAB 1. Negosiasi

1 0 0
                                    


Di sebuah gedung pencakar langit yang cukup tinggi, tepatnya di ruangan Presdir sebuah perusahaan besar tengah terjadi negosiasi pelik.

Dua pria berbeda usia itu duduk saling berhadapan yang hanya dibatasi sebuah meja besar. Keduanya terlibat perbincangan serius.

“Seratus juta jika kamu berhasil membuatnya cacat. Lima ratus juta jika kamu berhasil melenyapkan nyawanya!” ucap Reno, pria paruh baya sembari meletakkan dua koper berwarna perak di atas meja.

Pria itu membuka kopernya, dan menyodorkan pada Jourrel Alvaro. Lelaki muda misterius yang selalu berhubungan dengan orang-orang besar, yang selalu menggunakan trik-trik kotor untuk menumbangkan lawannya.

Jourrel yang sedari tadi menyandarkan punggungnya santai, kini beranjak. Tangannya meraih satu bendel uang sepuluh juta dan mengibaskannya.

“Hmmm!” Jourrel hanya bergumam, memeriksa bendel yang lainnya diiringi dengusan napas kasar.

Pekerjaan utamanya adalah menjadi pencabut nyawa untuk orang-orang yang menjadi target seseorang. Bayaran yang tinggi sering ia dapatkan karena selalu memuaskan kliennya.

Jourrel selalu bekerja sendiri, tanpa mau dibantu siapa pun. Karena menurutnya, justru akan menyulitkan pekerjaannya jika bersama orang lain.

Dia selalu bisa melakukan dengan bersih, bahkan pandai mengelabuhi aparat penegak hukum. Sehingga selalu lolos dalam perburuan.

Jourrel mempunyai banyak identitas, bukan hal yang sulit karena dia memiliki relasi yang bagus dengan orang-orang dalam. Sehingga memudahkannya untuk melarikan diri.

“Semua informasi sudah saya kirim ke email kamu!” tegas Reno tertawa smirk.

Jourrel segera mengambil ponselnya, memeriksa calon target yang akan ia habisi kali ini. Seorang wanita dengan paras kebulean, berambut ikal dan bermanik biru, sangat cantik.

"Apa motifmu kali ini?" tanya Jourrel masih menatap foto gadis cantik itu.

"Dia selalu berhasil mengambil klienku! Anak ingusan tetapi sudah berani merebut para klienku! Minimal cacat tangannya, biar nggak bisa membuat arsitektur lagi!" dengus pria tua itu.

'Ck! Dasar tua bangka! Sudah pasti orang-orang akan lebih memilih yang lebih kreatif, inovatif dan fresh graduate. Bisanya bersaing dengan cara kotor!' umpat Jourrel dalam hatinya.

Salah satu alisnya terangkat, “Haih, sepertinya target kali ini cukup berat. Tambah lagi! Kalau tidak, aku tidak mau melakukannya!” ucap Jourrel mendengkus.

“Biasanya juga segitu? Kenapa sekarang minta tambah?” sanggah Reno menolaknya tegas.

“Semakin tinggi tingkat kesulitan dan tingkat bahayanya, akan semakin besar juga bayarannya!” tandas Jourrel berdiri, sedikit mencondongkan tubuh, hingga wajah tampannya begitu dekat dengan Reno.

Sebenarnya Jourrel belum terlalu mengenal targetnya. Ia hanya menebak saja, jika targetnya bukan dari kalangan biasa hanya melihat dari paras cantik, bahkan berparas kebulean gadis itu. Feelingnya jarang sekali meleset.

Jourrel merupakan seorang pemuda yang tampan, terlihat sangat kalem. Namun, dibalik itu semua, sebenarnya begitu mematikan. Begitulah perangai lelaki muda itu. Tidak akan ada yang menyangka jika dia adalah pembunuh bayaran.

Apalagi, dia selalu membalut rapat wajah dan seluruh tubuh ketika melakukan eksekusi. Hanya menyisakan mata elangnya untuk memindai target.

Jourrel berdiri tegak, mengibaskan jas hitamnya yang sedikit kusut, “Baiklah, jika tidak sanggup, aku pamit dulu!” ucapnya berbalik dan melenggang pergi.

“Tunggu!” Reno menghentikannya dengan cepat.

Senyum seringai kini terbit di bibir Jourrel. Ia sudah yakin, apa pun yang diucapkannya pasti akan dituruti. Karena Jourrel sudah lama mengenal Reno. Pria tua itu begitu ambisius dan menghalalkan segala cara untuk menggapai keinginannya.

Reno melenggang menghampiri Jourrel, “Lima ratus juta sebagai uang muka. Sisanya akan saya berikan setelah kamu berhasil mengeksekusinya!” ucap Reno berdiri di belakang Jourrel.

Pria muda itu berbalik, menyembunyikan kedua tangan di saku celana. “Harus ada hitam di atas putih. Silakan siapkan dulu, aku kembali lagi besok! Dan lagi, berikan aku cek saja. Aku tidak mau dalam bentuk uang!” ucap Jourrel mengedipkan sebelah matanya lalu benar-benar meninggalkan ruangan itu.

Keluar dari perusahaan tersebut, Jourrel segera menghampiri motor sport yang selalu setia menemani perjalanannya. Helm full face  setia melindungi kepalanya, lalu segera menyalakan motor tersebut dan melajukannya dengan kecepatan tinggi.

Jourrel berhenti di sebuah restaurant mewah. Melenggang masuk untuk sekedar meneguk segelas kopi. Ia duduk di sudut resto, mengacak rambut sesekali bersiul santai.

Tidak semua orang bisa melihatnya di sudut tempat itu. Namun ia dapat mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan.

Sebatang rokok kini mulai tersulut dan diapit dua jarinya. Asap pun mulai mengepul di udara. Punggungnya bersandar dengan santai.

Sembari menunggu pesanan, Jourrel meraih kembali ponsel canggihnya, merunut dengan benar bagaimana calon targetnya. Namun yang ia tahu, gadis itu adalah seorang arsitek muda yang sudah terkenal di kalangan pebisnis atas.

Diusianya yang masih belia, Cheryl memang  sudah memiliki banyak sekali relasi kerja. Sehingga tak jarang rivalnya ingin menjatuhkannya, bahkan ada yang tak segan ingin membunuhnya.

“Cheryl Anastasia, hmmm nama yang cantik. Wajah yang rupawan. Sayangnya, aku harus menghentikan detak jantungmu,” gumam Jourrel tersenyum misterius.

Jourrel kembali menyulut rokoknya yang sudah padam. Kedua lengannya menyiku, dan fokus dengan rokok tersebut.

Namun, tiba-tiba gerakannya terhenti ketika matanya menangkap calon targetnya yang tampak antusias berbicara dengan pria di seberangnya, sesekali tertawa yang semakin menambah keanggunan gadis itu.

Bersambung~

Pria Bayaran dan Gadia MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang