Matahari sudah hampir terbenam. Minimnya aktivitas membuat hari terasa panjang bagi banyak orang, tak terkecuali Eula.
"Sudah petang, Eula. Kenapa masih di sini?" tanya Jean, kepala polisi tempat Eula bertugas.
"A-aku ... menunggu seseorang. Dia akan segera datang."
"Ah ... baiklah! Apa perlu aku temani? Siapa tahu aku bisa melihat wajah orang beruntung itu," goda Jean.
Pipi Eula memerah. Jean sampai terkejut melihat ekspresi yang sangat jarang ini. Karena baik di kantor maupun ketika sedang tugas lapangan, Eula adalah wanita yang terkesan sangat dingin dan tak pandang bulu. Orang-orang bahkan memilih untuk tidak memulai percakapan dengannya, jikalau tidak berurusan dengan pekerjaan.
Meski begitu, Eula bukanlah pribadi yang menutup diri. Dia hanya memilih untuk diam daripada salah bicara. Bijak, penuh perhitungan, dan ramah. Ditambah, wajahnya yang cantik dengan penampilan elegan namun tidak terkesan dipaksakan.
"T-terimakasih, Jean! Tapi, aku serius. Aku hanya perlu menunggu sebentar lagi. Jadi, silakan!"
Eula sedikit menunduk dan enggan menunjukkan wajahnya yang sudah merah padam itu. Jean pun terkekeh lantaran melihat anak buahnya salah tingkah. Kemudian, Jean pun pulang lebih dulu dengan skuternya dan meninggalkan Eula yang duduk di halte bus di sebrang kantor kepolisian kota Mondatadt.
***
Satu jam pun berlalu. Jalanan kota sudah lumayan sepi. Bahkan bus terakhir hari itu sudah berangkat. Kini, Eula benar-benar sendirian menunggu seseorang yang sudah berjanji padanya, namun tak kunjung datang. Eula sudah puluhan kali melihat gawainya, berharap seseorang itu membalas pesannya. Alih-alih membalas, orang itu sama sekali tidak membaca pesannya.
"Apa dia lupa?" monolognya sembari tersenyum. Dia juga nampak mengembuskan napas berat. "Huh ... sepertinya aku akan merayakan hari ini sendirian lagi."
Eula yang tegar hatinya, memilih untuk menyerah dan berjalan pulang. Menyusuri dinginnya malam sendirian, sekali lagi.
Sebelum pulang, dia memutuskan untuk mampir ke Angel Share. Bar kecil di tengah kota yang dikelola oleh kerabat kenalannya. Eula sudah sering pergi ke sana untuk minum setidaknya tiga gelas anggur. Namun karena hari itu spesial, dia ingin sesuatu yang lebih.
Ketika membuka pintu, Eula melihat pemandangan yang tidak biasa. Seorang wanita dengan rambut coklat terang diikat ekor kuda, mengenakan pakaian yang sama dengannya, sedang duduk manis menatap sang pengelola, Diluc. Eula pun langsung tersenyum jahil dan duduk di sebelah wanita itu.
"Sepertinya aku yang lebih dulu mengetahui identitas 'seseorang' itu, Jean."
Wanita itu sedikit tersentak. Dia sungguh tidak menyangka akan bertemu bawahannya di tempat itu, apalagi dalam keadaan yang seperti itu.
"T-tidak! I-ini hanya-"
Belum selesai bicara, Diluc memotong pembicaraan Jean dan memilih untuk menjelaskannya sendiri kepada salah satu pelanggan setianya.
"Kamu datang tepat waktu, Eula! Karena kalian satu tempat kerja, kurasa aku tidak perlu memperkenalkan dirinya."
"T-tuan Diluc!" Jean berusaha menahan diri. Namun wajahnya yang memerah tidak bisa dia kendalikan.
"Wah ... wah! Apa hubungan kalian?" tanya Eula penasaran.
"Kami berpacaran. Sudah 2 bulan," jawab Diluc penuh percaya diri.
Saat itu, Jean hanya bisa menutup wajahnya karena malu. Eula pun membalas kekehan yang diterimanya di sore hari.
"Hahaha! Selamat ya, Ibu Bos! Lain kali beri tahu bawahanmu! Supaya kita bisa memahami penyebab dari perubahan sifatmu."
Diluc pun menjadi penasaran, apa yang terjadi pada kekasihnya. "Berubah? Seperti apa itu Eula?"
"Banyak sekali! Akhir-akhir ini-"
"Stop! Sudah!" Jean mencegah dengan menutup mulut Eula. "Jangan! Kumohon!"
"Kenapa, Sayang? Aku penasaran."
"Oh? Sudah panggil Sayang nih?"
Jean semakin malu dibuatnya. Wajahnya itu sudah berubah merah padam. Dia benar-benar malu, baik di depan Diluc maupun Eula.
"Yah ... aku ikut senang. Semoga kalian langgeng ya!" ucap Eula pada keduanya.
"Sama-sama, Eula!" balas Diluc. Sedang Jean sudah tidak mampu berkata-kata lagi. "Ah, iya! Pesananmu."
Diluc masuk ke dapurnya untuk membawakan pesanan Eula. Dia juga tampak membungkus beberapa potong kue lalu memberikannya pada Eula.
"Ini dia! Anggur 6 bulan pesananmu. Juga dua potong cheesecake."
"Terimakasih, Diluc!"
"Sama-sama! Tapi ngomong-ngomong, untuk apa kamu membeli-"
Sebelum Diluc selesai, Jean menyadari bahwa Diluc mungkin saja merusak suasana hati Eula. Dia seketika bangkit dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Jangan habiskan semalam, Eula! Ingat bahwa kamu tidak kuat dengan alkohol!" ujar Jean memberi peringatan.
"Ah ... tidak juga, Jean. Aku hanya ... ingin hari ini lebih spesial. Jadi, mungkin aku akan minum setengah," jawab Eula dengan senyum tipis.
Eula kemudian mengambil gawainya, menyelesaikan pembayaran dengan uang digital dan segera pergi. Baik Jean dan juga Diluc merasa aneh dengan Eula. Keduanya berharap, wanita itu baik-baik saja.
***
Eula berhenti sejenak di depan unit apartemennya, memandang kosong pintu itu. Namun tak lama setelahnya, air matanya turun dan membasahi pipinya. Dia merasa sedih lantaran harus menerima kenyataan bahwa dia kembali merayakan hari ulang tahunnya sendirian.
Walah sebenarnya dia melakukan itu hampir setiap tahun, entah kenapa hari itu berbeda baginya. Bahkan setelah memiliki seorang kekasih, dia masih merasa sendirian. Membeli sebotol anggur berumur dan memakan dua potong kue seperti orang bodoh. Tak ada yang bisa diajak berbagi kebahagiaan di hari istimewanya.
Setelah beberapa lama, tangisannya itu berhenti. Terimakasih pada petugas kebersihan yang membantu menenangkannya. Sebelum membuka pintu, Eula menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Dia menguatkan hatinya sebelum memasuki unit.
Tepat setelah seluruh tubuhnya masuk, lampu tiba-tiba menyala dan menerangi unitnya. Seorang pria tinggi berkulit sawo matang dan mengenakan setelan jas berdiri, menyambut Eula yang baru saja datang. Kejutan kecil yang sepertinya memang sudah direncanakan oleh pria itu. Eula pun kembali menitikkan air matanya, namun kali ini dia terharu.
"Bedebah! Seharusnya aku tidak langsung percaya ketika kamu bilang akan pergi menjemputku!" gerutu Eula sembari tersenyum dan sedikit menangis.
"Maaf, aku bukan pria romantis yang bisa memberimu banyak loves language. Aku hanya akuntan yang punya cinta."
Eula langsung meletakkan bawaannya ke lantai lalu bergegas menghampiri pria yang merupakan kekasihnya itu dan memeluk erat tubuhnya. Pria itu juga membalas pelukan Eula dan mencium kening kekasihnya.
"Selamat ulang tahun, Eula Lawrance! Aku mencintaimu!"
"Selamat ulang tahun juga untukmu, Gilsky! Aku juga mencintaimu!"
Keduanya kemudian melanjutkan perayaan ulang tahun mereka berdua dengan makan malam bersama. Eula sangat menyukai masakan kekasihnya. Diakhiri dengan keduanya menonton film bersama. Eula menyandarkan kepalanya di bahu kekasihnya. Sungguh hari ulang tahun yang sangat sempurna. Eula berdoa, semoga malam itu tidak segera berlalu sehingga dia bisa menikmati setiap detik waktu bahagia bersama kekasihnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Koleksi zgilsky
Random[Kebahagiaan dalam Satu Kali Duduk] Antalogi cerpen zgilsky yang ditulis kala zgilsky sedang malas melanjutkan proyek utama. Menangkal rasa bosan menulis dengan menulis. Karena jika diibaratkan naik sepeda, tidak ada korelasinya. Antalogi berisi cer...