Bagian 1

8 0 0
                                    

"Nah itu dia si Aresha" ucap Dino yang lekas meninggalkan gerbang utama Kampus menuju parkiran motor
"Wey diem aja, Mas. Lagi ngajor ya?" saut Dino
"Haha apaan ngajor, Mas?" balas Aresha
"Ngayal Jorok haha" lanjut Dino
"Haha gila" ucap Aresha

Dino orang pertama yang dikenal di kampusnya. Beruntung dia bertemu Dino. Jika tidak. Mungkin dia tidak mendapat teman akibat sifatnya yang sedikit pemalu terhadap orang-orang baru.

"Geser yuk, Mas" ajak Dino
"Ke mana, Mas?" jawab Aresha
"Ke kantin nemuin temen gua, Mas" lanjut Dino
"Siapa namanya, Mas?" Aresha penasaran
"Udah ayo ikut aja, gua lupa" tegas Dino
Aresha membuntuti Dino dari belakang. Sambil terheran-heran siapa orang yang ingin ditemuinya.

Aresha, teman-teman memanggilannya. Lengkapnya Aresha Putra Prasetya. Lelaki kelahiran Jawa yang tumbuh besar dan sudah lama menetap di Ibu kota Jakarta. Ya, nama itu pengharapan do'a dari orang tuanya agar kelak menjadi lelaki yang kuat, setia, dan agar selalu menepati janji. Terhadap pasangannya, terhadap siapapun, dan apapun itu.

Pemalu, dan pendiam, Jaim atau Jaga image. Pikir orang-orang yang baru mengenal dia sedetik. Aslinya bukan. Tidak seperti apa yang dipikirkan orang-orang. Kau akan menemui sifat aslinya jika sabar membaca kata perkata, kalimat perkalimat, paragraf perparagraf, dan bab perbab dalam tulisan ini.

***

"Woy, Mas" Teriak Dino
"Weh, Mas Dino, gila kali teriak depan kuping" gerutu Maul
"Ini temen gua, Aresha" memperkenal kepada Maul
"Maulana Ibrahim, Mas. Panggilannya Maul" mengulurkan tangannya
"Aresha Putra Prasetya, Mas. Bisa dipanggil Aresha" balas salaman Maul
"Anak kampus sini juga, Mas?" tanya Maul
"Bukan, anak kampus sebelah haha" jawab Aresha sedikit bercanda
"Emang di sebalah kampus ini ada kampus lain ya, mas? Tanya Maul
"Haha ngga ada lah. Bercanda saya mas haha" balas Aresha "Saya juga kuliah di sini, sama masih semester satu" lanjut Aresha
"Yeh mas udah serius-serius juga saya" dumal Dino
"Jangan serius-serius, mas, nanti bubar" ucap Aresha
"Hahaha iya-iya, mas. Jurusan apa, Mas?" tanya Maul lagi
"Blok M - Mampang, Mas"
"Yah kan bercanda lagi, Mas" jawab Maul sedikit kesal
"Haha bercanda, Mas. Jurusan Teknik Mesin, Mas" balas Aresha.
"Oh sama dong, kaya Saya sama Mas Dino" jawab Maul lagi.
"Haha iya, Mas" jawab singkat Aresha

Kemudian hening tak ada obrolan. Terpaku pada layar handphone-nya masing-masing. Dilahir-kan oleh manusia, diasuh oleh sosial media. Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Begitulah kata-kata yang pernah aku baca. Dan itu memang benar. Saat ini sosial media seperti baby sister. Dan juga seperti tinggal di hutan jika handphone tidak ada di tangan.

"Eh, udah jam 2 siang nih. Masuk yuk. Dosen udah ada di kelas" dipecah keheningan oleh Dino
"Ayo, Mas" sahut Maul dan Aresha

Berjalan meninggalkan kantin yang mulai sepi. Sebagian mahasiswa sudah masuk dalam ruangan untuk mengikuti pelajaran. Sebagian lagi asyik merokok sambil bermain game. Entah apa yang ada di pikiran mereka. Waktu kuliah dipakai bermain game. Setelah wisuda, sulit mendapatkan pekerjaan lalu menyalahkan keadaan. Bahkan Pemerintah pun ikut disalahkan. Apa mungkin mereka mempunyai orang dalam atau kenalan di sebuah perusahaan. Sebab di Negeri ini katanya, jika mempunyai orang dalam atau kenalan bisa mudah mendapatkan pekerjaan. Ya mungkin saja mereka punya.

***

"Eh sini dulu aja, temen gua 2 orang sama jurusannya kaya kita, lagi di parkiran, mereka pada mau ke sini" Dino memberi tahu sembari duduk di tepian gardu PLN.
"Yeh tadi ngajakin masuk, Mas. Sekarang malah nyender di sini. Tau gitu mending di kantin dulu ngopi" Jawab Maul sambil menggerutu.
Sedangkan Aresha hanya mengikuti saja apa yang dilakukan Dino tanpa membantah. Ya mungkin dia kaku kaya kanebo yang sudah lama tidak dipakai, kepada orang yang baru dia kenal.

"Nah ini temen gua" memperkenalkan Reski dan Ucup yang baru saja sampai di gardu PLN
"Reski, Mang. Panggil aja Acong" Pantas saja orang memanggilnya Acong. Wajahnya seperti keturunan chines. Tapi apa dia keturunan chines. Tak penting, ini kan tentang Aresha. Bukan tentang si Acong haha
"Yusuf, Mang. Biasa dipanggil Ucup hehe"
"Maulana Ibrahim, Mas" jawab Maul
"Aresha Putra Prasetya, Mas. Panggil aja Aresha" jawab Aresha

Dapat teman baru lagi, dapat kisah baru lagi, dapat cerita baru lagi, dan beradaptasi lagi di lingkungan yang baru. Beruntung bukan, bertemu Dino. Banyak menambah teman, dan akan banyak menambah pengalaman. Mereka asyik pada obrolan-obrolan tentang pertemuan yang pertama kali, tapi Aresha, diam hanya mendengerkan ucapan-ucapan mereka berempat.

Akhirnya mereka beranjak menuju ruangan kelas setelah 45 menit ngobrol-ngobrol untuk saling mengenal satu sama lain di Gardu PLN.

***

Aresha, Mahasiswa baru di Kampus yang berada di kota Jakarta. Mengambil jurusan Teknik Mesin di fakultas Teknik Industri. Entah kenapa dia bisa mengambil jurusan itu. Katanya dia, dia seperti keceplosan waktu pertama kali mendaftar di Kampus tersebut. Jadi ketika pendaftaran dia ditanya "Mau ngambil jurusan apa, Mas?"
"Eeee jurusan Teknik Mesin, Bu" jawab Aresha
"Yakin teknik mesin, Mas?"
Seperti petir menyambar dia langsung menjawab "Iya, Bu" tanpa difikir-fikir dulu. Gegabah, ceroboh entah apa yang akan terjadi nantinya kepada Aresha.

Oh iya, Aresha mengambil kuliah kelas karyawan. Dia bekerja di Restoran cepat saji di daerah Jawa Barat. Pekerjaan yang jauh dari kata Teknik Mesin. Tidak nyambung bukan. Bekerja di perusahaan yang lebih dominan kepada makanan dan minuman. Tapi, kuliah mengambil jurusan Teknik Mesin, yang jurusan ini lebih dominan ke tentang gambar teknik, pengelasan, dan memperbaiki mesin.
Nasi sudah menjadi bubur. Begitulah kata pepatah. Aresha belum memikirkan untuk putar balik mengambil jalan lain dan terus melanjutkan.

***

Setibanya di depan ruangan. Maul membuka pintu dan masuk ke ruangan kelas yang diikuti teman-temannya dan beserta Aresha yang membuntuti paling belakang.

"Siang, Pak" salam mereka berlima
"Siang" jawab Pak Dosen
"Kenapa kalian bisa telat?" lanjut Pak Dosen
"Eeee ini, Pak, abis dari kantin. Abis makan" jawab Maul
"Ya sudah, sebelum duduk. Kenalkan diri kalian masing-masing ke teman-teman" Perintah Pak dosen. Dino orang yang pertama kali membuka perkenalan itu kepada teman-temannya.
"Saya Muhammad Dino"
"Kalo malem Dini" sahut maul
Serentak satu ruangan tertawa. "Sssst, Diam" Pak Dosen mencoba menenangkan isi ruangan
"Saya Maulana Ibrahim. Panggilan saya Maul, kalo Baim takut ke imutan"
Lagi, satu ruangan tertawa. Dengan perawakan yang tinggi dan besar, nggak cocoklah dipanggil Baim. Jelas satu ruangan tertawa. Ya, Maul memang suka bercanda. Asal nyeletuk. Tapi celutukannya membuat orang-orang suka tertawa.
"Saya Reski, Panggil aja Acong"
"Nah ini dia, Cina yang ngga punya toko" celetuk Maul memotong pembicaraan si Acong.
Lagi-lagi satu ruangan dibuat tertawa. "Sssstt diam" Pak dosen menenangkan kembali isi ruangan
"Saya Yusuf, panggilannya Ucup" ucap Ucup
Sekarang giliran Aresha yang memperkenalkan diri kepada teman-temannya
"Eeee kenalkan saya Aresha Putra Prasetya. Bisa dipanggil Aresha" Aresha memperkenalkan diri. Dan pandangan Aresha tertuju pada seorang wanita berkerudung berwarna crem. Namun lekas ia buang jauh-jauh pandangannya. Takut wanita itu tahu kalau dia sedang memandangi-nya.

Setelah memperkenalkan dirinya masing-masing, mereka mencari tempat duduknya. Dino dan Ucup duduk di barisan depan. Sedangkan Maul, Acong, dan Aresha duduk di barisan belakang. Dino dan Ucup sibuk mendengarkan ceramah Pak Dosen. Acong sibuk dengan gamenya, Maul tidur pulas menikmati mimpi yang tak pernah dirasakan di duniawi. Aresha? Dia terlamun melihat mahasiswi cantik yang duduk di barisan depan itu. Bertanya-tanya. Siapa dia? Bidadari kah? Apa malaikat? Ah tak penting dia bidadari atau malaikat. Intinya sungguh indah ciptaan Tuhan yang satu ini.

"Tuhan? Apa Bidadari dapat terlihat? Dan apa malaikat juga dapat terlihat dan punya sayap? Beritahu aku, Tuhan, siapa dia. Matanya yang bulat sempurna seperti bulan purnama. Lekuk senyumnya seperti pelangi yang memiliki banyak warna. Wajahnya yang seperti tempat paling nyaman untuk berteduh"

****

"Mas?" Bagus menepuk bahu Aresha membuyarkan lamunan Aresha
"Eh iya, Mas" Aresha membalas dengan senyum
"Bengong aja, Mas. Lagi mikirin siapa sih?"
"Eeh engga, Mas, engga. Enak aja, Mas, ngelamun hehe"
"Oh iya, saya Bagus Setyoadi. Panggilannya Bagus, Mas"
"Aresha Putra Prasetya, Mas. Bisa dipanggil Aresha"
"Wih, hampir sama ya, Mas, nama kita" ujar Bagus
"Haha iya, Mas"
"Tinggal di mana, Mas?"
"Di atas bumi, di bawah langit, Mas"
"Hahaha serius elah, Mas"
"Di deket sini, Mas"
"Wih deket sama saya dong. Saya tinggal di mes, di jalan Kapitan, Mas"
"Haha iya, Mas" jawab singkat Aresha

Lagi-lagi terhenti tanpa obrolan. Jika Bagus tak mengajaknya berkenalan. Mungkin, Aresha tak kenal siapa yang sedari tadi duduk di sebelahnya. Ya, mungkin tak bisa dihilangkan sifatnya yang sedikit pemalu itu terhadap orang-orang di lingkungan yang baru. Dia sudah mencoba untuk bersifat mudah beradaptasi terhadap orang-orang di lingkungannya yang baru. Namun dia selalu gagal. Sepertinya dia butuh waktu untuk beradaptasi.

Sifat manusia memang tidak bisa dipukul rata. Jika kita memukul rata, dunia hanya memiliki satu warna. Tak ada warna merah, biru, hijau, jingga, dan lainnya. Mungkin hanya ada abu-abu, atau hitam, atau putih. Dan tak ada yang namanya senja.

Bisa jadi dunia-nya Aresha hanya memiliki satu warna. Abu-abu? Hitam? Putih? Belum diketahui sampai kini. Dan jika diberi tahu sekarang. Mungkin, dan bisa jadi. Tulisan ini akan berhenti di paragraf ini. Dan akan menjadi sebuah tanda tanya besar seperti apa kelanjutannya.

***

Sedang asyik dengan ponselnya. Tak sadar mata kuliah pertama telah usai dan waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Diajak Aresha ke kantin oleh Dino, Maul, Acong, Ucup, dan Bagus yang diikuti Valdi. Teman satu mesnya Bagus.
"Ke kantin yuk, Mas" ajak mereka berlima
"Ayo" Aresha menerima ajakan mereka

Kantin terlihat ramai. Hanya tersisa satu meja kosong yang panjang. Dan segera mereka tempati.

"Mau makan apa kalian?" Ucap Bagus
"Nasi padang, Mas" jawab Maul
"Somay aja saya, Mang" ucap Acong
"Eee sama dah kaya Acong" sahut Ucup
"Gua ngopi ajalah" timpal Dino
"Nasi goreng saya ya, Mas" sahut Valdi
"Gua pesenin mie sama telur setengah mateng aja ya, Mas" ucap Aresha

Bagus beranjak memesan makanan yang sudah disebutkan oleh teman-temannya tadi. Dan mereka berempat ngobrol dan tertawa-tawa. Aresha hanya memperhatikan, tak banyak bicara. Jangan heran, dia memang seperti itu terhadap orang-orang yang baru dikenalnya.

Seketika seperti ketiban durian. Ya, bidadari itu lewat persis di depannya dengan senyum manis yang menempel di wajahnya.

"Tuhan? Rencana apalagi yang Kau buat?" ucap Aresha dalam hati

"Ada bidadari jatuh di kampus ini. Belum diketahui siapa namanya. Berharap hanya aku yang melihat, dan tak ada lagi orang lain yang tahu keberadaannya di tempat ini. Dia seperti dewi-dewi pada cerita di zaman Yunani kuno. Tapi menurutku, dia lebih dari dewi-dewi di zaman Yunani kuno itu. Bulu-bulu lentik yang menghiasi matanya seperti ornamen yang dibuat oleh seniman yang mahakarya. Senyum manisnya terpahat begitu sempurna. Jejak langkah kakinya seperti mengajak aku pada kepulangan"

Buyar seketika lamunan Aresha setelah mie pesanannya tiba. Mie goreng dan telur setengah matang. Makanan favorite dia sejak kecil. Mungkin makanan favorite anak kost juga, disetiap akhir bulan. Mungkin, makanan sejuta umat juga. Ah entah makanan favorite siapa. Yang jelas lebih nikmat jika dimakan bersama, sepiring berdua dengan orang yang dicinta.

***

Setelah mereka selesai makan. Waktu sudah menunjukan pukul 16:30 sore. Mereka langsung bergegas menuju ke ruangan untuk mengikuti mata kuliah selanjutnya.
Seperti biasa, Aresha selalu duduk dibarisan belakang. Di samping kirinya ada Bagus yang sedang mendengarkan ceramah Pak Dosen. Di sisi kanannya ada Acong yang selalu asyik dengan gamenya. Di ruangan, semuanya mempunyai kesibukannya masing-masing. Ada yang mendengarkan, ada yang ghibah, ada yang tidur, dan ada yang bermain game di ponselnya. Dan Aresha, seperti mencari sesuatu disetiap sudut ruangan. Siapa lagi kalau bukan bidadari itu yang dicarinya. Belum nampak sepertinya bidadari itu. Aresha terlamun membayangkan wajah bidadari itu.

"Hay Bidadari manis? Untuk saat ini bolehkah aku tahu siapa namamu terlebih dahulu? Dan untuk hari esok dan hari-hari yang akan datang, apa aku boleh mencintaimu?"

"Apa, mencintai? Kenal saja belum. Sudah bilang, bolehkah mencintai? Aneh kamu Aresha" ucap kepada dirinya sendiri

Apa mencintai harus terlebih dahulu mengenal lebih dalam yang dicintai? Lantas bagaimana kita bisa mencintai Tuhan? Kita tidak tau seperti apa wujud asli-Nya. Tapi kita bisa sangat mencintai Tuhan. Kenapa kita tidak bisa juga mencintai manusia seperti mencintai Tuhan, yang tak perlu alasan? Bukankah cinta tak mengenal: Apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana. Dan bukankah cinta datang tanpa mengenal ruang dan waktu.

***

Terdengar suara ketukan pintu yang membangunkan Aresha dalam lamunannya, dan tak lama pintu itu terbuka.
"Sore, Pak"
"Sore" jawab Pak Dosen
"Maaf saya telat, Pak"
"Siapa nama kamu?"
"Anantara Putri Kencana, Pak. Boleh dipanggil Rara, Pak. Saya lahir di tanah Sunda, Pak" dengan sedikit logat Sundanya.
"Nama yang Bagus" sanjung Pak Dosen
"Kenapa bisa telat, Ra?" lanjut Pak Dosen
"Saya habis dari mushola, Pak" Rara memberi alasan kepada Dosen
"Ya sudah silakan duduk" perintah Pak Dosen
"Terima kasih, Pak" ucap Rara yang langsung menuju tempat duduk

Ya bidadari itu. Bidadari yang baru saja telat. Wajahnya yang sedikit panik, yang takut jika dia akan dihukum oleh Pak Dosen itu, bernama Anantara Putri Kencana. Gadis kelahiran tanah Sunda. Memilih untuk kuliah dan bekerja di Jakarta. Dan tinggal di sebuah kostan di daerah bilangan Jakarta Selatan.

Dia kan mahasiswi baru, sudah berani terlambat masuk ke kelas. Ah sama seperti Aresha yang suka terlambat. Bidadari itu terlambatkan mempunyai alasan yang jelas. Sedangkan Aresha, memang sepertinya sengaja ditelat-telatkan. Tapi jika dia tidak telat, mungkin Aresha tidak akan tau lebih cepat siapa namanya dan darimana dia berasal. Tuhan akan selalu memberi keajaiban disetiap pertemuan.

Bidadari terlambat turun ke bumi
"Sore itu. Bidadari yang tak memiliki sayap, yang bernama Anantara Putri Kencana, yang mampu membuatku terbang. Datang terlambat. Wajahnya yang panik, tambah menggoda. Aku sempat cemas. Di mana bidadari itu. Sempat beripikir apa dia terbang kembali ke asal mulanya, ke khayangan itu. Yang aku tak tau di mana persis tempatnya" Tulisnya di bagian buku kuliahnya paling belakang.

Mata kuliah Pengantar Teknik Mesin yang diajarkan pak Wahyu telah selesai. Pak Wahyu, sebagian mahasiswa di Fakultas Teknik Industri tahu siapa dia. Dosen yang katanya galak itu mengajar Pengantar Teknik Mesin di angkatannya Aresha. Selain mengajar, dia juga sebagai Dekan di Fakultas Industri. Mungkin dari situ dia dicap sebagai Dosen yang galak. Kenapa setiap pelajaran yang cukup dibilang rumit harus diiringi dengan dosen yang katanya galak. Kenapa tidak diajarkan oleh dosen yang friendly, agar kelas tidak terlalu tegang dan mahasiswa bisa lebih mudah menerima pelajaran. Tapi semua tergantung pada mahasiswanya masing-masing, ingin bisa atau tidak.

***

Waktu sudah menunjukan pukul 20:00 malam. Dosen mata kuliah terakhir berhalangan hadir. Para mahasiswa boleh dipersilakan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Para mahasiswa bergegas meninggalkan ruangan termasuk Aresha. Ketika Aresha ingin menuruni anak tangga. Dari belakang Dino teriak memanggilnya,
"Resh? Aresha."
toleh Aresha ke belakang "Woit nyaut. Kenapa, Mas?"
"Lu langsung pulang?" tanya Dino
"Ngga tau nih Mas bingung" garuk-garuk kepala
"Ke kantin dulu aja yuk kita ngopi. Lagian ini juga malem minggu." bujuk Dino
"Eee gimana yak? Yaudah deh ayo" terima ajakan Dino

Ketika Dino dan Aresha menuju ke kantin. Maul yang diikuti Acong, Ucup, Bagus, dan Ozak. Bertanya pada mereka "Mau pada ke mana, Mas?"
"Ke kantin, mau ngopi. Mau ikut?" ajak Dino
"Yaudah saya ikut dong." jawab maul
"Kalian mau ikut juga ngga?" lanjut Maul
"Ayolah ikut, malem minggu ini. Tiang listrik aja di luar. Masa kita di dalem rumah haha" ledek Dino
"Ayo-ayo" Acong, Ucup, Bagus, dan Valdi menyetujui.

Kantin terlihat sepi, dan lampunya pun sebagian sudah dimatikan. Hanya ada beberapa mahasiswa yang terlihat, dan sedang asyik bercanda-gurau satu sama lain.

"Mang, kopi hideungna hiji?" pesan Dino
Teman-temannya duduk di meja yang diterangi cahaya lampu
"Mas Dino sekalian dong UC Lemonnya satu" ucap Maul
"Itu mereka berlima sekalian ngga?" tawar Dino.
"Boleh dong, Mas. Kopi susunya satu pake es" ujar Bagus
"Serius pake es?" tanya Dino
"Pake es-lah, Mas. Kalo ngga, ya jadinya Kopi u'u haha" ledek Bagus
"Yeh serius saya pesenin pake es nih" sedikit nada kesal oleh Dino
"Yaelah Mas ngambek. Kopi susu panas satu aja." jawab Bagus
"Goodday cappucino panasnya satu juga, Mas" sahut Valdi
"Susu bodas hanetna hiji, Mang" teriak Acong
"Abdi samakeun jeung si Acong" timpal Ucup
Seperti Adik dan Kakak, si Acong dan Ucup. Selalu berdua, berangkat maupun pulang kuliah. Mereka berdua sudah saling lama mengenal dan dia juga bekerja di satu perusahaan yang sama. Sama seperti Bagus dan Valdi. Satu tempat tinggal, dan satu tempat di pekerjaannya.
"Saya Kopi hitam, Mas. Jangan terlalu manis. Cukup senyum dia aja yang manis, Mas" ucap Aresha
"Weh bidadari siapa nih?" tanya Dino penasaran
"Nanti juga lu paham, Mas haha." jawab Aresha
"Yah gitu ya. Oke" Dino sedikit kesal
"Hahaha ambekan dih. Orang bercanda juga. Yaudah itu pesen ke Mamangnya." perintah Aresha
"Haha iya. Jadi bawel gini lu sekarang. Perasaan dari tadi pas baru masuk diem mulu dah" ucap Dino
"Hahaha terlalu cepat menebak sifat seseorang lu, Mas" jawab Aresha
"Iya-iya Aresha" Dino menyudahi perdebatan kecil itu
"Mang,nanti tolong anterkeun kaditunya'?" beritahu Dino kepada Mamang penjaga warung di kantin
"Oh siap beres, Kang" jawab Mamang

Pesanan mereka telah datang. Mereka sibuk bertanya satu sama lain, di mana tempat tinggal mereka masing-masing. Obrolan-obrolan dan ketawa kecil terdengar. Aresha mulai terlihat akrab dengan mereka. Suasana hangat dalam pertemanan yang baru beberapa jam mulai terasa.

"Beruntung aku bertemu mereka di kampus ini. Semoga kelak, kita akan terus bisa berteman. Meski raga jauh di pandangan mata. Ikatan pertemanan kita harus saling tarik-menarik." pikir Aresha dalam hati.

"Mas?" tegur Valdi
"Eh iya, Mas" memberi senyum kepada ozak
"Daritadi kumpul bareng. Saya belum tau namanya hehe" ucap Valdi
"Hehe iya-iya, Mas" Aresha cengengesan
"Saya Aresha Putra Prasetya, Mas. Tinggal di deket sini" lanjut Aresha memperkenalkan diri
"Saya Muhammad Valdi, Temen satu mesnya Mas Bagus. Satu kerjaan juga, Mas." beritahu Valdi
"Hehe iya, Mas. Seneng kenal sama kalian, Mas" jawab Aresha
"Hehe iya Mas. Tetap teman sampai wisuda nanti ya Mas." ucap Valdi
"Hehe Aamiin Mas." jawab Arseha.

Manusia hanya bisa merencanakan. Selebihnya Tuhan yang menentukan. Manusia memang ahli berandai-andai, dan ahli berekspektasi dengan manis. Seakan lupa jika ekspektasi yang terlalu manis akan menjadi sebuah racun pada diri sendiri. Seperti mengkonsumsi gula yang berlebihan, diabetes akan segera datang. Tapi, bukan berarti kita harus pasrah pada keadaan.

Waktu sudah menunjukkan pukul 21:30 WIB. Kantin sudah sepi.
"Balik yuk, udah jam setengah sepuluh malem nih. Nyokap gua sendiri di rumah." ucap Aresha
"Yah ntar aja sih." rayu Dino.
"Hehe udah malem, Mas." tegas Aresha
"Yaudah ayo pulang. Kostan saya juga jauh di Kemang" ucap Acong
"Kemang Pratama?" tanya Dino
"Bukan atuh, Kemang, Jakarta Selatan" Acong memperjelas
"Hehe kan kirain, Cong" jawab Dino
"Yaudah ayo pulang. Kita juga mau ngelanjutin kerjaan" imbuh Bagus dan Valdi.
"Yah pada pulang. Yaudah saya ikutan pulang juga dah" sahut Maul.

Mereka lekas beranjak meninggalkan kantin menuju parkiran sepeda motor bersama-sama. Aresha jalan membuntuti di belakang bersama Valdi dan Bagus.

"Mas. Mampir yuk ke mesan kita?" ajak Bagus
"Eee lain waktu aja ya, Mas. Udah malem. Kasian nyokap gua sendiri di rumah" jawab Aresha
"Yah yaudah mas" balas Bagus.

Tiba di parkiran. Mereka mencari di mana letak sepeda motornya masing-masing dan berpamitan satu sama lain sebelum pulang.

"Mang, Pulang duluan" sahut Acong yang berboncengan dengan Ucup
"Yooo hati-hati" jawab mereka berlima
"Gua balik duluan ya" ujar Dino
"Jalan bareng Mas. Saya mau ke Bekasi juga" ucap Maul
"Yaudah ayo" balas Dino
"Gua balik duluan ya" ujar Maul
"Gua juga" tambah Dino
"Mas. Kita duluan ya" ucap Bagus dan Valdi
"Oh iya mas hati-hati" jawab Aresha yang juga ikut keluar dari parkiran motor.

Merayakan kembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang